Minggu, 16 November 2014

[ONESHOOT] : How To Find Your Destiny


ITLE                :  How To Find Your Destiny
Alternative title   : Lucky or Bad Luck?
GENRE            : Fantasy-Romance
RATING           : PG-17
LENGTH          : ONESHOOT
CAST               : Cho Kyuhyun
                          Lee Donghae
                          Park Kenesha
Author              : @Aoirin_Sora

 

Note :
Halo! maaf ya kalo ceritnya so cheesy ;____;) tapi semoga ada yang suka selain Kenesha dan Youva (aminin dalem hati) *eh*


“I asked you a simple question. Do you ever believe in magic?
Because I do. I always do.”

 ***


Saat itu tengah hari, ketika matahari memutuskan untuk memuntahkan seluruh sinarnya ke tanah Seoul yang sibuk. Ratusan pejalan kaki memadati jalan, berhimpitan menanti lampu merah yang akan berganti menjadi hijau. Beberapa orang terlihat santai, meski sisanya malah bergerak tergesa-gesa. Angin berhembus malas, menimbulkan getaran pada setiap dedaunan yang menggelincir turun. Namun langkah-langkah kikuk di sepanjang jalan langsung menggilas dedaunan, tak acuh dengan keadaan di sekeliling mereka. Termasuk Kenesha.
Gadis itu termanggu menatap langit yang tak bersahabat. Ia mendengus mengingat laporan cuaca hari ini. Seharusnya cuaca akan terus cerah hingga malam hari. Tapi prakiraan seluruh ahli cuaca terbukti salah. Buktinya langit sebelah barat mulai menghitam, meskipun langit di atas kepalanya masih terang benderang.
‘Hebat, aku tidak membawa payung.’ Keluh Kenesha gelisah. Ia terus-terusan melirik awan hitam padat yang semakin mendekat ke arahnya.
Dan apa yang di takutkan Kenesha terjadi, rintik hujan tiba-tiba saja meledak turun tanpa ampun, membasahi permukaan kemejanya perlahan-lahan. Kenesha menggigit bibir dan berlari menepi di sebuah lorong. Ia berharap akan mendapati sebuah kafe atau paling tidak sebuah toko yang bisa menampungnya sementara. Tapi bangunan di sepanjang lorong tampaknya tidak satupun bersedia mengabulkan harapannya. Semuanya tertutup rapat, begitu juga dengan jendela-jendelanya. Ia berjalan menyusuri lorong dengan nelangsa, separuh berdoa kalau hujan akan segera berhenti.
Dan bagai gayung bersambut, Kenesha bisa melihat sepetak suram cahaya di ujung lorong. Ia berjalan mendekat, sementara kemejanya mulai basah. Air hujan bahkan sudah terasa di permukaan kulitnya. Kenesha berhenti di depan sebuah toko antik. Tapi sepertinya toko itu tak menjual apapun selain buku-buku tua. Ia membuka pintunya, dan mendapati aroma cokelat manis menguar keluar, menusuk masuk ke indra penciumannya.
Bunyi bel bergemerincing terdengar nyaring dan seorang pria tua ramah menyambutnya.
“Selamat datang,” ujarnya penuh senyum. Kenesha melihat setiap kerutan di sekitar pipi dan mata pria itu bergabung membentuk garis lembut yang ramah. “Aku Gil Po Nam. Kau ingin mencari buku apa?”
Kenesha tersenyum kecut. Sejujurnya ia hanya ingin menumpang berteduh hingga hujan berhenti, tetapi ia tidak ingin mengecewakan pria tua yang memandangnya penuh harap. “Aku—aku akan melihat-lihat dulu,” gumamnya pelan.
Gil Po Nam tersenyum lebar dan menatap Kenesha berbinar-binar. “Tentu, tentu saja. Ayo, masuklah dan lihat. Kau bisa menemukan semua yang kau butuhkan di sini.”
“Terima kasih.” Bisik Kenesha tak yakin. Ia benar-benar berharap agar hujan segera berhenti.
“Aku harap hujan akan sedikit lebih lama hari ini,” kata Gil Po Nam tiba-tiba. Ia mengedip pada Kenesha sebelum berlalu meninggalkannya di tepi rak pertama.
Kenesha mengayunkan langkahnya di antara rak yang di penuhi buku-buku tua yang menyesaki setiap permukaan. Seluruhnya benar-benar terlihat antik dengan sampul kulit cokelat yang bergores aneh, buku-buku yang diikat dengan kulit, di gembok dan bahkan memiliki kotak tersendiri. Kenesha memperingatkan dirinya untuk tidak menyentuh apapun di sana, meskipun sebuah buku tampaknya baru saja merebut perhatiannya.
Buku itu tidak memiliki gambar apapun di sampulnya selain sulur-sulur dedaunan yang melingkari setiap sudut buku. Kenesha bisa merasakan debu di ujung jarinya. Ia juga bisa mencium bau apak yang mengganggu penciumannya. Tapi buku itu berbeda. Bobotnya ringan, meski ia yakin sampulnya terbuat dari kulit asli. Dan yang lebih ia sukai adalah, buku itu berisi beberapa gambar ilustrasi yang tertera di setiap beberapa halaman. Ia membuka halaman pertama. Tak ada judul apapun. Hanya setitik tinta yang seolah tumpah secara tak sengaja.
Berkebalikan dari niatnya semula, Kenesha memutuskan untuk duduk di ujung rak, di atas sebuah kursi empuk yang diletakkan di sana. Ia membuka buku itu dengan penasaran dan mendapati bahwa buku itu semacam resep—bukan, tetapi panduan. Tetapi panduannya juga melibatkan beberapa hal seperti panci, bahan-bahan dapur—tunggu, ia baru saja membaca salah satu bahan yang ternyata adalah ‘setengah sendok abu rokok’.
Kenapa harus abu rokok?  Dengus Kenesha tak percaya. Ia sedang mempertimbangkan keamanan buku itu ketika Kenesha menemukan sebuah judul panduan di halaman yang ia buka secara acak.
Cara berpindah tempat melalui dua media terpisah.
Kenesha membaca judulnya dua kali sebelum ia meneruskan tulisan itu.
Dari sekian banyak cara berpindah tempat yang telah ditemukan dan dipelajari oleh para ahli, cara ini dinilai cukup ampuh untuk pemula, yang mana tidak menimbulkan efek samping berarti oleh penggunanya. Cara ini diketahui sudah ada sejak lima ratus tahun yang lalu, saat para kekasih harus terpisah oleh perang yang memisahkan mereka. Pada masa itu, banyak yang mencobanya untuk bisa bertemu dengan kekasih mereka termasuk juga para Ibu dengan anaknya. Namun banyak yang beranggapan kalau cara ini sedikit merepotkan karena memerlukan ketelitian dan bantuan dari orang lain selaku pemegang media, juga memiliki keterbatasan waktu. Tetapi tetap saja, cara ini dianggap efektif daripada melakukan perjalanan waktu yang menguras tenaga.
 Untuk bisa berpindah tempat bahan yang harus disiapkan sebenarnya cukup mudah. Meski demikian, ada beberapa peraturan yang seperti biasa, harus dipatuhi untuk menghidari hal-hal yang tidak diinginkan.
Siapapun yang ingin mencobanya hanya memerlukan:
-          Sepasang media yang memiliki unsur dan inti yang sama. Keduanya harus sangat mirip, serupa baik dalam segi bentuk dan ukuran bahkan warna.
-          Batu kapur asli. Tetapi sebagai alternative bisa menggunakan kapur putih yang dibungkus besi.
-          Harapan. Lubang dimensi tidak akan terbuka tanpa adanya harapan.
Caranya akan dijelaskan di bawah ini.
-          Siapkan media yang telah dibagi menjadi dua. (Tidak di sarankan membuat lebih dari dua karena akan mengganggu jalannya perpindahan tempat.) Letakkan di tempat yang berbeda. Tak ada batasan jarak dalam perpindahan tempat selama mereka masih berada di bumi.
-          Pengguna harus menggambar lingkaran penuh dengan kapur yang telah terbungkus besi (besi akan menghantar energi untuk setiap pembukaan dimensi). Lalu gambarlah 12 garis di dalam lingkaran menyerupai garis pada jam.
-          Pengguna memiliki paling banyak satu jam dan sekurang-kurangnya lima menit untuk berada di tempat media kedua (Setiap garis mewakili lima menit).
-          Tentukan angka dua belas dari seluruh garis yang telah dibuat. Lalu tarik garis lurus dari garis ke dua belas ke titik waktu yang diinginkan. (Waktu satu jam tidak memerlukan garis apapun).

Kenesha melihat ilustrasi di tergambar di samping penjelasannya. Dengan sebuah lingkaran yang diberi dua belas titik garis, sebuah garis dari titik teratas—yang berarti dua belas—membentuk sudut Sembilan puluh derajat pada titik ke tiga. Itu berarti 15 menit. Cukup gampang.
-          Pastikan kedua benda di sentuh saat penggunanya akan berpindah tempat. Perpindahan tidak akan terjadi tanpa sentuhan manusia sebab pembukaan dimensi harus mendapatkan hantaran tenaga listrik yang mencukupi.
-          Tidak diperbolehkan membawa media kedua saat kembali ke tempat asal karena akan mengganggu jalannya perpindahan tempat.
-          Tidak diperbolehkan melepaskan media pertama (milik pengguna) saat akan kembali ke tempat asal atau pengguna tidak akan bisa kembali.
-          Perpindahan hanya terjadi satu kali dalam sehari, yaitu pada saat tengah malam.

“Kau menyukai buku itu?”
Kenesha terlonjak mendengar suara di belakangnya dan ia buru-buru menutup buku itu lalu berbalik.
“Sedikit.” Jawab Kenesha salah tingkah. Alis Gil Po Nam terangkat tinggi. “Iya, aku suka.” Katanya jujur.
“Buku itu banyak dicari orang.” Kata Gil Po Nam lagi. Pria itu melirik Kenesha dengan penuh minat, seakan menanti sesuatu darinya.
Kenesha tersenyum ragu. Ia mengamati buku dengan sampul kulit cokelat dan berdebu di tangannya. “Isinya sedikit aneh.”
“Kenapa begitu?”
“Entahlah. Tapi aku sempat membaca kalau ada cara untuk berpindah tempat dengan—media yang terpisah. Sesuatu seperti itu.”
Gil Po Nam tersenyum janggal. “Meskipun aneh tapi tidak berarti kalau cara itu mustahil untuk diwujudkan.”
Kenesha memandangnya kaget. “Ahjussi—anda percaya buku ini?”
“Setidaknya aku mempercayai sesuatu yang telah terbukti. Kau tidak mempercayainya?”
“Tidak—eh, maksudku belum.” Koreksi Kenesha saat ia melihat kerutan di dahi Gil Po Nam. “Tapi sepertinya itu tidak mungkin.”
“Bagaimana kalau kau mencobanya?”
Kenesha ingin mendengus, tapi ia menahannya. “Kalau aku ingin berpindah tempat, aku pasti akan mencobanya.” Jawabnya berdiplomatis.
Gil Po Nam tergelak di sampingnya. Gigi pria itu terlihat aneh, beberapa sudah tanggal namun ada juga yang masih berdiri kokoh di atas gusi. “Kau akan mencobanya dalam waktu dekat. Percayalah padaku.” Katanya sebagai tanggapan. “Nah, karena sepertinya hujan sudah berhenti, kurasa kau pasti ingin cepat-cepat pulang.”
Gadis itu terlonjak di kursinya dan segera memandang melalui etalase toko yang bersekat kaca. Gil Po Nam benar, hujan telah berhenti. Malah udara sudah kembali panas seperti lima belas menit yang lalu. Ia bangkit dalam hitungan detik dan baru akan berjalan menuju pintu ketika Gil Po Nam memanggilnya lagi.
“Boleh aku tahu namamu, nak?”
Langkah kaki Kenesha terhenti dan ia berbalik. “Kenesha. Namaku Park Kenesha, ahjussi.” Jawabnya pelan.
“Kalau begitu, sampai jumpa lagi, Park Kenesha-ssi.” Kata Gil Po Nam dengan ekspresi serius. Pria tua itu untuk sekejap tampak seperti menghilang dalam kabut tapi Kenesha berusaha mengembalikan kewarasannya. Ia bergidik ngeri, buru-buru kabur dari toko aneh itu secepat mungkin.

***

Kenesha tiba di depan pintu apartemennya dengan pakaian separuh kering. Hujan membuat kemejanya lembab. Tapi sebuah suara mengagetkannya dari belakang. Ia berbalik sambil mendesah. Tentu saja ia tahu siapa pemilik suara itu. Gadis itu telah menjadi teman satu apartemennya dua tahun belakangan ini.
“Yak, Han Sae Rin. Bisakah kau berhenti mengagetkanku?” kata Kenesha berpura-pura kesal. Dan Sae Rin juga menyadari aktingnya.
“Tidak.” Jawab Sae Rin ringan. Gadis itu mengekori Kenesha masuk dan langsung merebahkan diri di atas sofanya di ruang tengah.
“Kau bisa kembali ke apartemenmu kalau kau Cuma ingin beristirahat.” Tukas Kenesha tajam. Sar Rin nyengir padanya, menunjukkan wajah tak berdosa yang langsung dibalas dengusan oleh Kenesha.
“Apartemenku jauh.” Jawabnya beralasan.
“Apartemenmu Cuma dua pintu dari sini dan kau bilang itu jauh?”
“Oke, aku ngaku. Young Jin ada di sana.”
“Dan?”
“Dan aku sedang tidak ingin menemuinya.”
Kenesha bersedekap dan memajukan bibirnya. “Jadi sekarang apartemenku berfungsi untuk pelarianmu?”
Lagi, Sae Rin memberinya cengiran lebar. “Ngomong-ngomong kapan sih kau akan mencari pacar?” Sae Rin memutuskan untuk mengubah topik. Karena ia tahu Kenesha bakal menjawabnya dengan terbata-bata. “Apa memandangi poster Lee Donghae seumur hidupmu sudah cukup?”
Kenesha berdeham satu kali dan tiba-tiba tertarik dengan tasnya.
“Ayolah, Ken. Kenapa kau tidak mencoba berkencan? Berkencan bagus untuk kesehatan psikologismu.” Cibir Sae Rin.
“Aku akan berkencan.” Kata Kenesha cukup yakin. “Suatu saat nanti.”
Sae Rin duduk tegak dan melipat tangannya di dada. “Maksudnya, ‘kau tidak akan berkencan kalau Lee Donghae tidak mengencanimu’, iya, kan?”
Seketika wajah Kenesha merah padam. Ia berusaha membantah perkataan Sae Rin tetapi gadis itu terlalu pintar dan terlalu mengenal Kenesha dengan baik sehingga ia tidak melakukan hal lain selain tertawa keras. Kenesha nyaris menendangnya keluar kalau saja tidak mengingat fakta bahwa gadis itu lebih kuat darinya.
“Begini,” kata Sae Rin, berusaha terdengar bijaksana. “Lee Donghae mungkin berada di bawah langit yang sama denganmu. Dia juga berada di salah satu pintu apartemen di Gangnam, tapi kehidupan tidak semudah itu, Ken. Tidak mungkin kau terus-terusan melajang dan berharap bahwa suatu saat nanti kalian akan bertemu—oke, deh. Kalian mungkin bisa bertemu—tapi lupakan bagian percintaannya!”
Kenesha memandangi ujung sandal rumahnya. Ia tahu Sae Rin benar, tapi sulit sekali memikirkan pria lain selain Lee Donghae. Aneh sebenarnya, karena ia tidak menganggap pria  itu sebagai idola, melainkan seorang pria. Pria dengan senyum paling indah yang pernah ia lihat sepanjang hidupnya. “Entahlah,” gumam Kenesha sendu.
Sae Rin mendekatinya, menepuk punggung Kenesha yang terlihat muram. “Masih banyak pria lain di luar sana, Ken. Kau ingin aku membantumu? Mungkin kita bisa mulai mencari pria yang tepat—”
“Tidak, aku baik-baik saja, Sae Rin.” Gagasan Sae Rin tentang menemukan pria menurutnya sedikit mengerikan. “Kupikir aku cukup senang dengan kehidupanku sekarang.”
“Tapi sampai kapan?” desak Sae Rin. Kenesha tahu gadis itu tidak akan berhenti menguliahinya kalau ia tidak menyudahi pembicaraan mereka.
“Suatu saat nanti.” Jawab Kenesha lagi. “Tapi setidaknya aku ingin bertemu dengan Lee Donghae. Menurutmu itu bukannya mustahil, kan?”
“Oh, tentu saja tidak.” Katanya separuh mendengus. “Kalau kau punya pintu ajaib Doraemon, tentu saja itu tidak mustahil.”
Kenesha memandangnya cemberut. “Kenapa aku harus punya pintu ajaib? Bukannya tadi kau yang bilang kalau aku bisa bertemu dengannya?”
Sae Rin menarik napas panjang. Ia terlihat berusaha bersabar menghadapi Kenesha. “Kau kan tidak mungkin bisa menemuinya kapanpun yang kau mau, Ken. Kau juga tahu kalau dia Hallyu Star. Bintang papan atas. Top Idol yang penuh kesibukan. Bisa melihatnya di atas panggung sudah merupakan berkah, bukan? Jadi, jelaskan bagaimana kau bisa menemuinya kalau tidak dengan pintu ajaib?”
Kenesha tertegun. Lidahnya mengucapkan sendiri jawabannya tanpa ia sadari. “Dengan berpindah tempat..” suaranya menghilang dalam bisikan saat ia menyadari betapa kebenaran akan perkataannya mungkin saja terwujud.
“Nah, itulah kenapa aku bilang kenapa kau harus memiliki pintu ajaib—”
“Terima kasih, Sae Rin-ah! Kau baru saja memberiku ide.” Sela Kenesha dengan senyum lebar. Sae Rin menatapnya bingung.
“Apa—?”
“Kau sebaiknya segera menemui Young Jin-ssi. Dia pasti sedang berusaha membujukmu untuk berlibur ke Jeju, kan?”
Sae Rin sepertinya masih penasaran mengenai beberapa hal, tapi perkataan Kenesha barusan menyingkirkan semua pertanyaan di kepalanya. “Kenapa kau bisa tahu?”
“Young Jin menulisnya di SNS. Kenapa Sae Rin-ah? Kau tidak ingin ke Jeju?”
“Bukan begitu. Aku ingin ke sana—sangat ingin. Tapi aku benci kalau dia harus membawa seluruh teman-teman prianya yang—”
Kenesha tersenyum sementara Sae Rin mulai tenggelam dalam ceritanya. Ia berusaha terlihat sedang mendengarkan, namun seluruh pikirannya telah berkelana ke banyak tempat. Salah satunya ke toko buku antik yang ia datangi siang tadi. Kemudian pikiran-pikirannya bercabang menjadi tak terhingga. Kemungkinan yang ia bayangkan terlihat begitu memukau, hingga Kenesha yakin kalau rencananya akan berjalan sempurna. Sesuai yang ia harapkan.

***


Ketika Gil Po Nam mengatakan kalau ia akan segera kembali ke toko buku antik itu, Kenesha tidak menyangka bahwa waktunya benar-benar sesegera ini. Gadis itu berdecak penuh kebingungan. Baru kemarin sore ia meninggalkan toko itu dengan ketakutan dan sekarang ia malah ingin kembali ke sana.
Tapi kali ini sepertinya tidak ada Gil Po Nam yang berdiri di balik konter meja kasir di sudut ruangan. Tokonya terlihat sepi, seperti deretan toko sebelumnya. Meskipun etalasenya terbuka lebar, menampilkan pemandangan di dalam toko, yang berisi buku bersampul kulit yang beragam. Dan Kenesha mencoba memutar kenop pintunya.
Di luar dugaan, pintunya tidak terkunci. Kenesha masuk dengan ragu. Ia menyusuri lorongnya sambil memperhatikan ke setiap penjuru. Berharap kalau Gil Po Nam bakal muncul dari balik salah satu lemari dan menyambutnya. Namun, hampir sepuluh menit berlalu dan ia tidak menemukan siapapun. Kenesha lalu mulai mencari buku yang ia baca kemarin. Tidak susah sebenarnya, karena ia ingat jelas di mana ia meletakkan buku itu. Tapi, seakan raib, buku itu tidak lagi berada di sana.
Apakah seseorang telah membelinya? Keluh Kenesha frustasi. Ia hampir menangis ketika melewati konter kasir dan melihat sebuah buku bersampul kulit tergeletak begitu saja di atas meja. Cepat-cepat Kenesha menghampiri meja dan meraih buku itu.
Itu buku yang sama. Seketika Kenesha mendesah lega. Dia meraup dompetnya dari dalam tas. Tetapi kemudian Kenesha ingat kalau ia tidak tahu berapa harga buku ini. Salah satu pikiran sintingnya mengusulkan untuk meminjam buku itu, sebab Kenesha merasa berdosa jika ia mengambilnya begitu saja. Dan akhirnya, setelah menimbang cukup lama, ia memutuskan untuk merobek selembar kertas di buku itu. Tepat pada penjelasan cara berpindah tempat melalui dua media terpisah.
Kenesha tidak tahu apakah menyobek selembar kertas termasuk dalam katagori pencurian, tapi ia sama sekali tidak menyesal melakukannya. Karena kertas itu benar-benar berguna baginya. Setidaknya untuk saat ini.

***

Kenesha mengecek SNS untuk terakhir kali, saat jarum jam sudah berada pada pukul 11:45 pm tepat. Ia punya lima belas menit penuh dan sama sekali tidak tergesa-gesa. Seminggu yang lalu Kenesha telah mengirimkan sebuah paket ke alamat Lee Donghae dengan sebuah surat permohonan agar ia mau memakai piyama yang Kenesha kirim. Kemarin pagi pria dengan senyum mempesona itu memposting sebuah gambar—tumpukan hadiah yang ia terima selama satu minggu—dan ia melihat paket yang dikirimnya ada di bagian teratas.
Piyama yang membungkus tubuh Kenesha saat ini berukuran sangat besar. Lengannya terjulur jauh melewati ujung tangan Kenesha. Tapi Kenesha bahkan tidak menggulungnya sama sekali. Dadanya berdebar keras, menanti saat jarum jam berpindah ke angka dua belas tepat. Ia memikirkan Donghae, berharap penuh agar pria itu memakai piyama yang ia berikan. Kenesha berdoa habis-habisan, hingga matanya terpejam kuat.
Dua minggu yang lalu Kenesha merobek kertas dalam buku panduan itu dan ia masih merasa bersalah hingga sekarang. Berulang kali Kenesha ingin kembali ke sana dan mengembalikannya pada Gil Po Nam tapi ia menahan diri. Setidaknya ia harus menguji teori pria tua itu dan akan mengembalikannya setelahnya. Kenesha menghabiskan satu hari penuh untuk memikirkan benda apa yang harus ia berikan pada Donghae. Tetapi karena perpindahannya hanya berlangsung pada malam hari, maka benda itu haruslah menjadi benda yang tetap digunakan ketika malam tiba. Mulanya Kenesha membuat dua buah gelang etnik berwarna cokelat tua, tetapi ia kemudian berpikir kalau Donghae pasti tidur dengan melepaskan semua aksesoris. Kenesha juga membeli kain katun nyaman untuk dijadikan kaus, tapi kemungkinan Donghae akan mengenakannya pada malam hari akan semakin kecil.
Jadi, setelah berpikir keras, Kenesha memutuskan untuk memberikan piyama. Karena menurutnya, piyama berbahan satin lembut berwarna biru gelap itu akan memiliki kesempatan untuk dipakai Lee Donghae ketika ia akan tidur. Kenesha membeli sepuluh meter kain satin, menjahitnya sendiri dengan bantuan beberapa orang temannya dan menambahkan detail pada piyama itu. Sehingga ia yakin tidak ada piyama yang sama persis di dunia ini dengan piyama yang dibuatnya.
Pukul dua belas kurang tiga menit. Kenesha menelan ludah dengan gugup. Berdoa sebanyak yang ia bisa agar malam ini ia bisa berpindah tempat. Kenesha menggambar garis Sembilan puluh derajat dalam lingkaran itu—yang berarti lima belas menit—karena ia telah yakin kalau ia akan berpindah ke kamar Lee Donghae.
Pukul dua belas kurang satu menit—Kenesha melempar pandangan gelisah ke arah jam, sedikit kesal kenapa jarumnya bergerak sangat lama.
Dan akhirnya, ketika ketiga jarum pada jam benar-benar berhenti di titik dua belas, Kenesha merasa ada sensasi aneh di perutnya. Seakan ada yang menariknya dari dalam, tetapi tidak membuatnya kesakitan. Rasanya seperti tergelitik, membuatnya berdebar penuh antisipasi.
Ada jeda selama satu detik penuh yang memusingkannya. Ketika Kenesha menutup matanya dalam sedetik, efeknya terasa begitu berbeda. Sesuatu berlalu seakan mengirimnya dalam pusaran angin sesaat. Ia bahkan belum menarik napasnya tapi Kenesha tahu bahwa ia telah berpindah tempat. Ia telah berhasil.
Mata Kenesha membuka perlahan-lahan dan pupilnya mengecil karena kegelapan yang mendominasi penglihatan. Kenesha tidak berani bergerak—kepalanya sedikit disorientasi karena kini tubuhnya sedang terbaring di atas tempat tidur dan—‘oh, Tuhan’ batin Kenesha bersorak—di dalam selimut. Senyumnya mengembang saat ia menyadari kalau ia sedang berada di atas tempat tidur Lee Donghae. Jantungnya bahkan berdegup keras sekali, hingga Kenesha merasa takut kalau bunyinya bisa terdengar. Tapi sebuah tangan melingkari tubuhnya secara tiba-tiba.
OH! Astaga astaga astaga astaga astaga astaga astaga astagaya ampun ya ampun ya ampun ya ampun ya ampun ya ampun ya ampun!!!! Aku sedang berbaring di sebelah LEE DONGHAE! YA TUHAN!!!
Kenesha menahan keinginan untuk berteriak bahagia, ia menggigit bibirnya sampai rasanya menyakitkan dan tenggelam dalam aroma tubuh Donghae. Pria itu wangi—amat sangat wangi. Ia bisa merasakan aroma shampo Donghae yang tercium kuat. Dadanya berdetak kacau di bawah hembusan napas Donghae yang teratur. Dengan hati-hati ia memutar ke samping, ke arah tubuh Donghae yang tengah memeluk Kenesha. Kenesha menyadari, kalau ia bisa berpikir normal, tidak mungkin ia bisa senekat itu. Tapi kepalanya pusing, hasratnya meledak bercampur gairah penuh debaran.
Dengan satu gerakan ringan dan penuh kehati-hatian, Kenesha berhasil berhadap-hadapan dengannya sekarang. Napasnya memburu ketika ia bisa merasakan posisi dada bidang Donghae di depan wajahnya. Kenesha benar-benar ingin memeluk pria itu tapi kewarasannya melarang dengan kejam. Jadi yang bisa ia lakukan hanyalah terbaring membisu, dalam pelukan Donghae yang menenangkan dan sangat hangat. Kenesha berpikir kalau ia benar-benar beruntung, dan baru saja berharap seandainya waktu berhenti selamanya agar ia bisa terus berada dalam dekapan pria ini saat Donghae  menggumamkan sesuatu.
Hyung, kha—pergi.”
Kenesha tak bergerak. Menanti dengan jantung berpacu liar. ‘Apakah Donghae sadar kalau ia memeluk seseorang?’
“Siwon Hyung, kha!” gumamnya lagi. Tapi kening Kenesha berkerut saat mendengarnya.
‘Kenapa Donghae memanggil Siwon dengan sebutan Hyung? Bukankah mereka seumuran? Dan sepertinya suara terdengar Donghae sedikit berbeda’. Kenesha tak pernah mendapat jawaban apapun karena detik berikutnya selimut dibuka paksa. Lampu menyala terang ketika ia mendengar Donghae berkata lagi dengan nada kesal.
 “YAK! PALLI KH—”
Mata Kenesha membulat. Pria yang berada di sampingnya juga tengah menatapnya kaget. Wajah pria itu kelihatan amat syok dengan rahang terbuka lebar dan mata melotot. Gerakannya yang sedang mengibaskan selimut ke udara terhenti begitu saja. Tapi ada yang salah. Pria yang memiliki rambut cokelat gelap itu sama sekali tidak mirip Lee Donghae. Mereka sama-sama tampan, tapi jika di mata Kenesha, Lee Donghae adalah seorang malaikat, pria ini kebalikannya. Dia iblis. Dan dia adalah Cho Kyuhyun.
“AAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHH—!!!!!!!”
Teriaka Kenesha mungkin sama nyaringnya dengan teriakan Kyuhyun. Ia bangkit dengan panik, masih berteriak dan mencoba menutup tubuh secara refleks dengan kedua tangannya—meski seluruh tubuhnya tertutup piyama. Kaki Kenesha tersandung sesuatu saat mencoba menjauh dari tempat tidur dan ia terjungkal ke lantai.
 Kyuhyun juga menutupi tubuhnya dengan selimut yang ia pegang. Napasnya memburu dan jantungnya seakan melompat keluar. Ia separuh yakin kalau semuanya Cuma ilusi. Tapi ketika melihat gadis itu terjungkal di atas lantai dan mengaduh keras, Kyuhyun memusatkan pandangannya. Hal terakhir yang ingin ia dapatkan setelah latihan drama musikalnya yang melelahkan seharian ini adalah seorang gadis yang entah bagaimana muncul begitu saja dalam selimutnya.
“Kau—kau siapa? Kenapa kau ada di sini?!” tuntutnya marah. Kyuhyun melihat gadis itu mengusap kepalanya yang terbentur. Tapi gadis itu malah balik menatapnya marah.
“Kenapa kau memakai piyama itu?” tanya Kenesha berang. Ia maju satu langkah dan Kyuhyun menekan selimutnya hingga ke dagu—merasa sedikit takut dengan tatapan Kenesha.
“Kau pasti fans gila—”
“Buka! Jangan pakai piyama itu!!” jerit Kenesha tak mau kalah.
Kyuhyun kini berpikir kalau gadis itu maniak gila yang brutal. Kenapa ia bahkan harus membuka piyamanya? Dan dalam gerakan tiba-tiba, Kyuhyun bangun lalu menerjang Kenesha dengan selimut. Ia mengunci Kenesha di atas lantai—menggeliat seperti ulat bulu di bawah kedua tangan Kyuhyun yang menahan pergelangan tangannya.
“Dari mana kau bisa masuk? Cepat beritahu! Sebelum kupanggil polisi sekarang juga!” Ancam Kyuhyun berang meski Ia benar-benar berniat melakukannya. Sebab seorang gadis yang menerobos kamar idolanya benar-benar sudah kelewatan.
Kyuhyun bisa merasakan tubuh gadis itu membeku sejenak dan ia yakin ancamannya cukup manjur. Ia mengamati gadis itu, dengan bola mata cokelat hitam indah dan hidung mancung sempurna. Tetapi bibirnya mendesis kesal.
“Lepaskan aku!” Sergahnya marah. “Piyama itu milik Donghae! Kenapa malah kau yang memakainya?”
Kali ini ganti Kyuhyun yang tertegun. Ia sama sekali tidak sadar telah mengurangi tenaganya, hingga gadis itu menggeliat lagi, mencoba melepaskan diri. “Siapa kau?” tanyanya sedikit terpukau.
Kenesha melotot padanya. Menyumpah tanpa suara saat ia balas membelalak pada Kyuhyun. Kyuhyun kemudian menambah tenaganya hingga tangan Kenesha membiru kehilangan oksigen.
“Kau ingin mati, ya? Dasar stalker gila. Aku akan menuntutmu kalau kau tidak menjawabku—”
Tapi hal aneh tiba-tiba terjadi. Kyuhyun masih memegangi pergelangan tangan gadis itu, berlutut di atas tubuhnya ketika mendadak tubuhnya menghilang begitu saja. Ia melotot ngeri pada tubuh yang seharusnya berada di sana tapi kini telah lenyap. Selimut yang tadinya menutupi gadis itu kini teronggok tanpa beban ke atas lantai. Tangannya—yang ia yakini tengah mengunci pergelangan tangan gadis itu—kini menggenggam udara kosong.
“Ap—tidak mungkin—” racau Kyuhyun ketakutan. Ia memandangi sekelilingnya, berharap bisa menemukan seseorang yang bersedia memberikan jawaban atas hilangnya gadis itu secara tiba-tiba. Tapi ini bukan drama, dan ia merasa tubuhnya menggigil hingga ke tulang-tulangnya.
“Cho Kyuhyun, kau hanya kelelahan. Itu semua ilusi.” Ujarnya pada diri sendiri. Kyuhyun bangkit, berputar dalam beberapa langkah singkat dan memutuskan untuk berbaring kembali. Dadanya berdebar penuh rasa cemas. Ia mulai takut kalau otaknya sudah kacau. Tapi saat ia menaikkan selimut, Kyuhyun mengamati telapak tangannya. Ia cukup yakin kalau tangannya menggenggam pergelangan tangan gadis itu. Rasanya hangat. Dan kedua mata gadis itu menatapnya tepat di mata—
“Berhenti, Cho Kyuhyun. Kau harus istirahat. Semua itu tidak nyata.” Bentak Kyuhyun. Ia menendang selimutnya menjauh dan tidur dengan meringkuk kedinginan.

***

Kenesha terjatuh di atas lubang yang ia buat di kamarnya. Tubuhnya masih limbung saat ia mencoba berdiri. Jantungnya seakan maraton di dalam rongga dadanya, berdetak begitu cepat hingga ia kesusahan menarik napas. Bunyi jarum yang berputar dalam jam dinding di atas kepalanya terdengar menenangkan sekaligus menyadarkannya. Ia mengejap, menggeliat juga mengerang.
‘Kenapa harus Kyuhyun?’ desahnya kesal. Itu memang piyama yang diberikan Kenesha. Ia bisa melihat sulaman di saku dada pada piyama yang di kenakan Kyuhyun. Seharusnya Donghae-lah yang memakai piyama pemberian Kenesha. Tapi kenapa malah pria dengan julukan Evil itu yang memakainya?
Bukannya Kenesha membenci pria itu—Cho Kyuhyun. Meski ia mengagumi suara pria itu, sejujurnya Kenesha tidak menyukai kepribadian Kyuhyun yang menurutnya kelewatan. Kenesha tidak mengerti apa yang menarik dari sifatnya yang menyebalkan. Satu-satunya hal bagus pada dirinya mungkin hanya suaranya yang merdu. Tapi coba saja ia mengatakan hal itu pada teman-temannya, belum lagi Kenesha menyelesaikan kalimatnya, mereka sudah menyuruhnya tutup mulut dengan mengancam akan menyumpalnya dengan gumpalan batu neraka. Tipikal fans Cho Kyuhyun sekali.
Dan mendadak Kenesha merasa sangat bodoh karena sudah berdebar-debar dalam dekapan pria itu.
‘Oke deh, Kyuhyun benar-benar wangi.’ Aku Kenesha pada dirinya. Ia bahkan masih bisa membaui pria itu saat ini. Tapi bukan berarti perbuatannya bisa di maafkan. Yang ia inginkan adalah Donghae. Bukan namja dengan sifat menyebalkan seperti Kyuhyun.
Dan karena cara berpindah tempat dengan dua media yang terpisah ini benar-benar bekerja padanya, ia harus membuat piyama lain—atau setidaknya mencari cara lain.

***

“Hyung.” Kyuhyun menggedor pintu kamar Donghae yang masih terkunci rapat. Ia mengulangnya hingga lima kali dan tidak mendengar apapun. “Donghae Hyung!” teriaknya mulai kesal. Tapi sama sekali tak ada jawaban. Kyuhyun tidak menyerah. Ia kemudian mengambil sepatunya dan mulai menggedornya kasar hingga Hyung-nya terbangun dengan wajah kesal.
“Diamlah!” bentak Donghae marah. Ia menguap lebar, seluruh rambutnya kusut dan mencuat ganjil.
Kyuhyun memandanginya sambil mendengus. “Kalau fans-mu tahu seperti apa tampangmu ketika bangun tidur, aku yakin mereka akan menangis histeris. CKckck.”
Donghae melempari Kyuhyun dengan bantalnya kemudian kembali berbaring. Kyuhyun sendiri langsung masuk setelah menghindar dari bantal itu. Ia menatap ke sekeliling kamar Donghae yang berserakan. Ada tumpukan CD yang terbuka di bawah kolong tempat tidurnya, beberapa pasang baju yang tergeletak di atas lantai dan sebuah gitar akustik di sudut ruangan.
“Dasar jorok,” maki Kyuhyun pelan, menjaga agar suaranya tidak terdengar Donghae. “Hyung! Jangan tidur lagi—aku ingin bertanya sesuatu padamu!” teriaknya cepat ketika melihat tarikan napas Donghae yang kembali teratur.
Donghae mengerjap enggan, menguap dan menggeliat di atas ranjangnya. “Apa.” Katanya separuh tak sadar.
“Ini—lihat piyama ini, kau lihat? Kau mendapatkannya dari siapa?” Kyuhyun menyodorkan piyama dalam genggamannya tepat di bawah hidung Donghae. Pria itu mengernyit saat melihatnya, tampak berusaha mengingat namun tak terlalu peduli.
“Aku tidak tahu.” Katanya sambil lalu dan berguling kembali dalam tidur.
“Bangun—Lee Donghae, bangun! Jawab dulu pertanyaanku!” seru Kyuhyun kesal. ia mengguncang tubuh Donghae sampai pria itu mendorongnya menjauh.
“Yak, Cho Kyuhyun! Aku baru tidur dua jam! Bisakah kau membiarkanku sendirian?” kali ini ia setengah memohon. Tapi tetap saja tubuhnya telah duduk. Donghae menatap piyama itu dalam diam. “Ini milikku? Di mana kau mendapatkannya?” wajahnya menatap Kyuhyun tak mengerti.
“Bukannya semalam kau bilang ada yang mengirimimu piyama satin? Siapa yang mengirimkannya?”
Donghae membeku sejenak tapi ia segera tersadar. “Jadi kenapa kau bisa memakai piyamaku?”
Kyuhyun berdeham satu kali dan berusaha terdengar tak acuh. “Karena aku menemukan sebuah kotak di bawah meja makan kemarin ma—”
“YAK!” teriak Donghae begitu keras hingga Kyuhyun menutup telinganya. “Kenapa kau selalu memakai barangku tanpa izin?”
“Siapa bilang aku memakainya tanpa izin? Aku sudah bilang padamu kalau aku butuh pakaian ganti untuk tidur dan kau yang mengatakan kalau aku bisa memakai piyamamu, ingat?”
Pandangan Donghae menerawang jauh. “Oh, iya.” Ujarnya setelah beberapa saat.
“Jadi, katakan padaku, siapa yang memberimu piyama ini?”
“Seorang fans.” Jawab Donghae lalu kembali merebahkan tubuhnya.
“Siapa? Kau kenal dia?”
Donghae menatap Kyuhyun seakan magnae Super Junior itu memiliki tiga bola mata. “Tentu saja tidak. Kenapa kau berisik sekali, sih? Tinggalkan aku, aku ingin tidur.”
“Kau pasti punya suratnya. Iya, kan? Berikan suratnya padaku.” Kyuhyun menahan selimut Donghae, membuatnya berteriak kesal dengan mata memerah.
“Ada di dalam laci ke tiga di sana. Ambil yang kau mau dan keluar! Tinggalkan aku sekarang!” Jeritnya frustasi, tak mempedulikan cengiran puas Kyuhyun dan ucapan terima kasih dari hobae-nya itu.
Kyuhyun mengambil seluruh surat di dalam laci ke tiga dan membawanya ke kamar. Di sana ia membuka semua surat, membacanya penuh ketelitian. Mencari sesuatu yang berhubungan dengan piyama. Meskipun Kyuhyun enggan mengakuinya, tapi ia benar-benar penasaran dengan gadis yang semalam muncul di dalam selimutnya. Ia tidak ingin mengakui bahwa otaknya mulai rusak, jadi yang harus ia lakukan adalah menemukan bukti kalau gadis itu benar-benar ada. Kecuali gadis itu ternyata setan aneh yang bisa muncul dan menghilang sesuka hati, Kyuhyun harus meyakinkan dirinya kalau ada sesuatu yang aneh pada gadis itu.
***

Suasana di balik jendela kamarnya di penuhi titik-titik terang lampu jalan dan berlatarkan langit malam. Kenesha membuka jendela perlahan, membiarkan angin segar menyusup dalam kamarnya. Ia mendesah, mencoba menenangkan pikirannya yang terus gelisah beberapa hari ini. Keputusan untuk kembali mengirimkan hadiah pada Lee Donghae membuatnya cemas. Kenesha melempar pandangan ke atas mejanya, melihat sebuah kapur yang ia sisipkan dalam sebuah tabung pipih kecil yang terbuat dari besi. Di bawah kapur itu ada selembar kertas, berisi tentang panduan cara berpindah tempat.
Kenesha mendesah keras. Ia berbaring di atas tempat tidurnya dan mengamati permukaan dinding kamarnya yang sedikit luas. Hampir semuanya dipenuhi oleh poster Lee Donghae—meski beberapa diantaranya juga ada poster Super Junior. Wajah pria itu bahkan memenuhi sepertiga permukaan dinding di hadapannya. Dalam poster itu Lee Donghae tengah tersenyum—manis sekali, hingga Kenesha selalu ikut tersenyum saat ia melihatnya.
Ia sendiri tidak tahu apa yang bisa membuatnya begitu tergila-gila pada Lee Donghae. Tapi semuanya terjadi begitu saja, dan tahu-tahu seluruh kepalanya sudah di penuhi Lee Donghae. Seakan pria itu muncul dalam sekejap lalu mengguncang hidupnya yang dulunya normal. Sejak Kenesha mengenal pria itu, ia tidak bisa melihat pria lain. Hanya ada Lee Donghae. Cuma pria itu. Kenesha juga tidak pernah absen dalam semua konser-konser Super Junior atau event-event yang dihadiri Donghae di Seoul. Ia juga pernah jauh-jauh ke Busan hanya untuk melihat konser Donghae-Eunhyuk hanya karena konser itu tidak digelar di Seoul. Semuanya demi Lee Donghae dan Kenesha merasa tidak adil jika pria itu bahkan tidak mengetahui perasaannya.
Kenesha harus bertemu pria itu, apapun yang terjadi.



Satu minggu setelahnya, Kenesha telah menggambar sebuah lingkaran penuh dan membuat dua belas titik di atas lantai kamarnya. Ia menarik garis 180 derajat, membagi kedua lingkaran dan berdiri di tengah-tengahnya. Kenesha melirik jarum jam. Lima menit lagi tengah malam tepat dan ia memegang sebuah gelang etnik yang kini melingkari pergelangan tangannya dengan penuh konsentrasi. Ia membayangkan wajah Donghae. Tertidur dengan gelang di tangannya. Kenesha berbisik sementara matanya terpejam.
Ia bahkan tidak sempat melirik ke arah jam untuk terakhir kali sebab Kenesha kembali merasakan sensasi aneh di perutnya. Satu detik berlalu begitu lama dalam ingatannya dan saat ia membuka mata, Kenesha telah berdiri di dalam ruangan yang gelap. Ia sedikit kecewa, karena pikiran sintingnya setengah berharap kalau ia akan berbaring di samping Lee Donghae yang sedang tertidur.
Kenesha mengerjap beberapa kali, mencoba beradaptasi dengan kegelapan. Ia tidak bisa melihat apapun selama beberapa saat tetapi ketika ia pikir semuanya mulai berubah warna menjadi abu-abu pucat, seseorang menyalakan lampu.
“Selamat datang kembali, Park Kenesha.”
Dalam satu gerakan cepat, Kenesha memutar mencari suara itu. Ia menahan teriakannya di ujung lidah namun tubuhnya berjengit tanpa bisa dicegah.
Kyuhyun berdiri di depan pintu. Tangannya bersedekap dan pandangannya menyipit tajam. Ada seberkas kepuasan di wajahnya, sementara gelang pemberian Kenesha menggantung ringan di pergelangan tangan kanan Kyuhyun.
Kenesha menutup mulutnya ketakutan. Kekecewaannya berganti dengan rasa cemas yag memenuhi seluruh sendi kakinya. Bagaimana Kyuhyun bisa tahu siapa namanya?
“Aku tidak menyangka kau benar-benar kembali,” ujar Kyuhyun dengan nada puas yang tak bisa disembunyikan. “Sekarang, jelaskan padaku bagaimana kau bisa sampai di sini? Muncul begitu saja dalam kegelapan?”
Tubuh Kenesha menggigil. Ia merutuki kebodohannya yang menggambar sudut 180 derajat di kamarnya, karena dengan begitu, Kenesha tidak akan bisa kemanapun selama setengah jam kedepan.
Kyuhyun menatap wajah Kenesha yang memucat dan sebersit rasa bersalah melanda hatinya. Ia tidak menyangka gais itu benar-benar bisa kelihatan begitu ketakutan. Padahal beberapa menit yang lalu, Kyuhyun-lah yang melonjak kaget saat mengira kalau gadis itu hantu.
“Kalau kau berani menghilang lagi, aku akan menelpon polisi dan memberikan namamu. Mengerti?” Setelah mengatakannya, Kyuhyun semakin merasa bersalah karena Kenesha terlihat seputih kapas sekarang. Pipinya bahkan tak berwarna sama sekali.
“Kenapa kau tahu aku akan muncul?” tanya Kenesha nyaris berupa bisikan lirih. Ia menatap Kyuhyun ketakutan.
Dengan santai Kyuhyun menunjuk gelang yang melingkari pergelangan tangannya. “Aku ini jenius, kau tahu?” katanya berbangga diri. “Aku berhasil tahu kalau kau sebenarnya ingin mengunjungi Donghae tetapi gagal karena akulah yang memakai piyama itu. Lalu aku memantau kapan kau akan mengirimkan hadiah lain dan memakainya 24 jam.” Jelas Kyuhyun senang. Ia memutar gelang di tangannya satu kali sebelum beralih kepada Kenesha.
Kenesha mengkerut di bawah tatapan Kyuhyun yang terlihat aneh. Wajahnya pias oleh kekhawatirannya yang memuncak. Ia tidak bisa menampik apapun lagi. Kyuhyun benar seluruhnya.
“Jadi, aku harap aku bisa mendengar jawabanmu, Kenesha-ssi.” Sambung Kyuhyun lagi. “Bagaimana kau bisa muncul?”
“T—tidak tahu.” Jawab Kenesha bergetar. Kyuhyun maju satu langkah lagi. Wajahnya terlihat datar.
“Kau ingin aku mengadukanmu ke polisi? Atau Donghae barangkali?”
Kenesha memandang Kyuhyun cepat, separuh berharap kalau pria itu sedang main-main. Tapi dengan ekspresi Kyuhyun yang mengeras, Kenesha tahu pria itu akan melakukan ancamannya jika Kenesha tidak menjawabnya.
“Aku melakukan—beberapa hal—”
“Kau melakukan sihir? Kau bisa sihir?” potong Kyuhyun penasaran. Kenesha melihat kilatan antisipasi di mata pria itu dan mendengus kesal.
“Tidak.” Sergahnya. “Itu bukan sihir—hanya membuka dimensi untuk bisa memotong jarak—”
“Bagaimana kau melakukannya?”
“Ada beberapa tahap.” Jawab Kenesha ragu. “Tapi cara ini tidak begitu fleskibel dengan waktu. Hanya bisa bertahan paling lama satu jam dan—”
“Satu jam? Tapi kemarin kau menghilang begitu cepat—”
“Bisakah kau tidak menyelaku?” kata Kenesha marah. Ia memandangi kyuhyun kesal. Alisnya bertautan dan bibirnya terkulum.
Kyuhyun baru akan meminta maaf padanya ketika terdengar suara di depan pintu kamarnya. “Yak, Kyuhyun-ah! Kau berbicara dengan siapa?”
Mereka berpandangan dengan ketakutan yang tampak jelas. Kyuhyun menarik Kenesha yang tengah menatapnya bingung dan langsung mendorongnya ke atas tempat tidur. Belum lagi Kenesha bisa menyuarakan protesnya, pria itu telah menutup seluruh tubuhnya dengan selimut. Kenesha mengira jika Kyuhyun akan keluar dan menjelaskan pada seseorang yang terdengar seperti suara Heechul. Tapi tubuhnya langsung membeku ketika mendadak Kyuhyun membaringkan diri di sampingnya dan memeluknya erat sekali.
Jantungnya—jantung mereka berdetak dalam debaran tak terkendali. Kenesha bisa mendengar irama jantung Kyuhyun yang berdenyut gila-gilaan, menggema di telinganya. Bercampur dengan kerasnya debaran jantungnya sendiri. Tapi sesuatu yang mengganggunya bukan detak jantung Kyuhyun ataupun kenyataan kalau Heechul baru saja memasuki kamar Kyuhyun, tetapi karena aroma Kyuhyun menyerbu penciumannya begitu hebat, hingga kepalanya terasa sakit.
Aroma pria itu sangat khas. Manis, lembut, menyenangkan dan sensual. Kenesha bisa mencecap aroma itu di ujung lidahnya. Belum lagi kedua tangan Kyuhyun yang melingkari pundaknya. Dada Kyuhyun yang bidang itu kini berada persis di depan wajah Kenesha, dan ia yakin wajahnya sudah semerah kepiting rebus sekarang.
“Apa dia mengigau?” gumam Heechul mengangkat bahu lalu berjingkat keluar kamar, berusaha tidak membangunkan Kyuhyun dengan kehadirannya dan mematikan sakelar lampu Kyuhyun, membuat kamarnya menjadi gelap gulita.
Setelah beberapa menit, keadaan kembali sunyi senyap. Bahkan tidak terdengar apapun selain suara tarikan napas mereka yang menggema kasar. Kyuhyun menyadari efek dari perbuatannya. Dan ia tidak mengerti kenapa hal ini mengganggu jantungnya. Tapi ia juga tidak bisa menjelaskan kenapa tubuh gadis itu terasa begitu hangat sekaligus kecil—nyaris ringkih dalam pelukannya. Dengan canggung Kyuhyun membuka selimut dan tersentak ketika aroma Kenesha menyeruak keluar.
Hidungnya kini penuh aroma stroberi yang manis sekali. Ia melihat gadis itu berbaring tidak bergerak, mengenakan piyama satin seperti yang ia kenakan beberapa waktu yang lalu dengan tubuh kaku. Ada sesuatu pada gadis itu yang mendorong Kyuhyun untuk menggodanya. Dan ia yakin separuhnya karena aroma Kenesha yang begitu enak.
“Kau baru saja dipeluk Hallyu Star nomor satu di dunia. Tidakkah kau ingin berterima kasih?” kata-kata Kyuhyun mengalir seperti bisikan. Di dalam kegelapan pun Kyuhyun tahu gadis itu merona.
Hallyu Star nomor satu di hatiku adalah Lee Donghae,” jawabnya tajam. Kyuhyun menahan diri untuk mencibir gadis itu karena ia tidak ingin harga dirinya terluka.
“Kalau begitu seleramu payah.” Bisik Kyuhyun lagi. Berusaha tidak terdengar kesal meskipun jelas-jelas gagal.
Kenesha duduk di atas tempat tidur, mengerjapkan matanya dengan cepat. Ia menangkap bayangan wajah Kyuhyun yang sedang menatapnya. “Setidaknya seleraku lebih baik daripada seseorang yang terus-terusan memakai barang orang lain.” Sindirnya kejam.
Kyuhyun menarik napasnya marah. Ia tidak suka dengan nada yang digunakan Kenesha barusan. “Park Kenesha-ssi.” Tegur Kyuhyun geram. “Aku tidak seperti yang kau pikirkan—”
“Jadi seperti apa?” tantang Kenesha. Alisnya terangkat tinggi. Matanya menyipit tak suka, meski kenyataannya Kyuhyun tak bisa melihat gadis itu.
“Aku sedang melakukan sedikit penelitian dan ternyata aku benar! Kau muncul malam ini! Dan aku mau kau menjelaskanku bagaimana kau bisa di sini atau—”
“Atau apa?” tanya Kenesha terbakar amarah. Gadis itu sebenarnya tidak mengerti kenapa jantungnya tidak mau kembali tenang. Dan ia menyimpulkan kalau kemarahanlah yang menjadi penyebabnya.
“Aku bisa membawamu ke kantor polisi sekarang juga.”
Kenesha terpaku beberapa detik. “Kau tidak akan melakukannya.” Katanya terdengar yakin. “Kalau kau memang ingin membawaku ke kantor polisi, kau tidak akan menyembunyikanku tadi.”
Kyuhyun terenyak. Ia bersyukur bahwa lampu kamarnya mati, jadi Kenesha tidak akan pernah menyadari kalau ia sedang menatap kagum kepada gadis itu. Kepada kepintarannya yang kritis. Kenesha benar. Ada sesuatu yang memerintahkan dirinya agar menyembunyikan gadis itu dari siapapun. Perasaan aneh ini terdengar menggelikan, karena ia sendiri tidak bisa menjelaskan alasannya dengan baik.
“Berikan tanganmu.” Perintah Kyuhyun. Kenesha menarik kedua tangannya di dada tanpa sadar. Kyuhyun mendesah lalu menyalakan lampu pijar kecil di samping tempat tidurnya. Mengubah keadaan kamar menjadi temaram.
“Kenesha-ssi,” panggil Kyuhyun lagi. Kali ini Kenesha bisa melihat jelas raut wajah Kyuhyun yang mengancam. “Aku memperingatkanmu bukan sebagai seorang idola, tapi sebagai seorang pria. Berikan tanganmu sekarang. Atau.. kau bisa tahu apa resikonya berada di kamar seorang namja pada jam segini.”
Di luar kendalinya, tubuh Kenesha bergidik dan ia melihat paras Kyuhyun yang rupawan namun serius. Bibirnya mengatup garang, membuat Kenesha mengulurkan tangannya dengan gemetaran. Kyuhyun meraih gelang di pergelangan tangan Kenesha sebelum gadis itu menyadari perbuatannya. Kenesha menjerit kecil, namun segera sadar untuk memelankan suaranya.
“Kembalikan!” seru Kenesha dalam bisikan. Ia membutuhkan gelang itu untuk bisa kembali.
Kyuhyun menaikkan tangannya tinggi—jauh dari jangkauan Kenesha. “Aku hanya ingin melihatnya! Dasar pelit.” Keluhnya tak suka. Kyuhyun memunggungi Kenesha dan memperhatikan kedua gelang dari bawah lampu pijar. Ia mengernyit melihat betapa miripnya kedua benda itu.
“Berikan!!” Kenesha mencakar punggung Kyuhyun, mencoba mendapat perhatian pria itu. “Benda itu tidak boleh lepas dari tanganku atau aku tidak bisa kembali!”
Wajah Kyuhyun memutar, menghadapi Kenesha dengan cengiran lebar. Seketika Kenesha tahu bahwa ia telah salah bicara. “Ah..Keurae..” Bisiknya puas. Senyum Kyuhyun yang dibenci Kenesha itu terukir jelas di wajahnya. Kenesha menggigit bibir cemas.
“Kalau begitu kau harus memohon padaku.”
Kenesha menggertakkan giginya. “Berikan atau—”
“Atau aku mengadukanmu. Sekarang, Park Kenesha.
Kenesha menahan amarahnya. Hidungnya kembang karena emosi. Ia menatap Kyuhyun dengan pandangan membunuh. Tapi pria itu masih duduk tegak dengan tangannya menggenggam gelang Kenesha erat-erat dan wajah penuh kemenangan.
“Kumohon, Kyuhyun-ssi, kumohon—”
“Panggil aku ‘Oppa’,” perintahnya lagi, mulai menikmati raut wajah Kenesha yang berubah-ubah seperti lampu lalu lintas.
“O—Oppa, Kyuhyun Oppa. Kumohon—eh, berikan padaku, gelangku,” Kenesha nyaris menangis. Airmatanya sudah berkumpul di sudut matanya. Tapi lebih karena ia terlampau kesal dan tak memiliki pilihan. Kenesha melirik jarum jam di kamar Kyuhyun. Wajahnya semakin pucat. “Kumohon, Kyuhyun Oppa. Aku harus memakainya sekarang. Waktunya tinggal sebentar lagi—”
Masih dengan senyumannya yang penuh percaya diri, Kyuhyun bangkit, meraih ponselnya lalu menyerahkan benda itu pada Kenesha. “Beritahu aku nomor ponselmu.”
Kenesha terperangah. Menatap Kyuhyun yang sedang menaikkan alisnya tinggi.
“Ayo, cepat, Park Kenesha-ssi. Kau tidak ingin pulang?”
“Kenapa? Untuk apa?”
“Aku mau kau kembali besok malam—tidak, lusa. Aku punya rekaman radio besok. Lusa, kau harus kembali ke sini. Atau aku akan menghubungi polisi dan menuntutmu karena perbuatan anarkis.”
Kenesha masih mematung, menekan panel tombol pada ponsel Kyuhyun. Wajahnya kelihatan lebih bingung sekarang. “Tapi kenapa? Kenapa aku harus kembali?”
Senyum Kyuhyun surut. Kedua matanya menatap Kenesha dalam keremangan cahaya. “Aku masih penasaran mengenai beberapa hal. Sekarang, jelaskan padaku apa yang harus kulakukan agar kau bisa kembali ke sini lusa.”
Jarum jam sudah menunjukkan pukul 12:22, Kenesha memutuskan untuk menjelaskan semuanya dengan cepat. Kyuhyun sendiri menyimak dengan penuh perhatian dan memberikan senyumnya pada Kenesha saat gadis itu selesai menjelaskan. Ia melempar gelang itu pada Kenesha dan meraih ponselnya.
“Nah, selamat malam, Kenesha-ssi. Sampai jumpa lagi.” Kata-kata Kyuhyun menggema begitu aneh tepat sebelum Kenesha terseret ke dalam pusaran dimensi, mengirimnya kembali ke kamarnya yang sunyi.
Tetapi sejurus kemudian, ponsel Kenesha berdering dan ia melihat nomor tak di kenal.
Selamat malam, Kenesha-ssi. Semoga kau… mimpi indah.” Bisik Kyuhyun penuh kemenangan dari ujung sambungan. Kenesha bergidik dan mematikan ponselnya begitu cepat.
“Ini mustahil.” Bisiknya pada dirinya sendiri.

***

Kenesha mondar-mandir dalam kamarnya. Lingkaran yang ia buat telah sempurna, tapi perasaannya kacau balau. Ia mengacuhkan ponselnya yang kembali berdering dalam setengah jam belakangan. Itu pasti dari Kyuhyun. Pria itu telah mengiriminya seratus sms yang tak pernah di balas Kenesha. Semuanya hanya berisi ancaman kosong—yang menyebutkan kalau Kenesha harus datang ke kamarnya malam ini. Kenesha benar-benar tidak ingin kembali, tapi terakhir kali pria itu mengancam akan melacaknya dan menyebarkan isu-isu jelek mengenai dirinya.
Dengan separuh jengkel, Kenesha berdiri di atas lingkaran, menggambar waktu 30 menit, tapi ia menghapusnya. Kenesha memutuskan untuk mengambil waktu 45 menit. Entahlah, ia sendiri tidak bisa menjelaskan kenapa ia membutuhkan waktu lebih lama malam ini. Tapi firasatnya menyuruhnya begitu.
Kali ini perpindahannya begitu tenang dan cepat. Kenesha merasa telah terbiasa dengan sensasi di dasar perutnya. Ia bahkan sudah mengantisipasi kamar gelap yang mungkin bakal ditemuinya. Tapi dugaannya salah. Kamar Kyuhyun mungkin gelap, namun seberkas sinar menerangi ruangannya yang besar. Ini bukan seperti kamar yang didatangi Kenesha sebelumnya.
Vas bunga putih berdiri cantik di atas meja di sebelah kanannya. Ranjang Kyuhyun tampaknya dua kali lebih besar. Ada cermin berbingkai oval yang kini berada persis di seberangnya. Kenesha memandang melalui cermin dan tertegun melihat pemandangan di belakangnya. Ia berbalik, mendapati balkon kamar yang terbuka. Angin bertiup sejuk, menghembus gorden-gorden yang berdiam di sudut pintu balkon.
Kyuhyun berdiri memunggunginya, menatap langit dengan gelas wine di tangan dan piyama satin biru gelap membungkus tubuhnya.
“Dasar tukang pamer.” Desis Kenesha dalam kegelapan. Ia maju, mendekati Kyuhyun yang kelihatan penuh pesona dari belakang.
“Selamat datang,” ujar Kyuhyun dalam bisikan. Pria itu meliriknya sambil tersenyum menggoda dan Kenesha memberinya dengusan kesal.
“Pesonamu tidak mempan. Berhenti menggodaku.” Kata Kenesha sambil bersedekap. Kyuhyun mengerutkan keningnya.
“Siapa bilang aku sedang menggodamu?” tanyanya tertarik.
Kenesha memutar matanya. “Tidak perlu ada yang memberitahuku apa yang sedang kau rencanakan, Cho Kyuhyun-ssi. Mana mungkin kau berbuat seperti ini—mencoba terlihat penuh gaya dengan wine, dan berdiri di balkon saat aku muncul—kalau bukan ingin pamer pesona. Tapi, tunggu. Kita di mana?”
Kyuhyun tesenyum geli mendengar Kenesha mencibir penuh semangat. Tapi perhatiannya terpusat penuh pada ekspresi Kenesha yang berubah-ubah. Nada suara gadis itu naik-turun, terdengar seperti aksen Seoul yang nyentrik.
“Ini rumah orangtuaku.” Jawab Kyuhyun santai. Dari sudut mata ia melihat Kenesha yang berubah syok. “Tenang saja, tidak ada siapapun di rumah malam ini. Eomma dan Abeoji-ku sedang mengunjungi Ahra Eonni.”
Kenesha terdiam mengangguk kecil, kendati wajahnya memerah dengan cepat. Ia tak berani melirik Kyuhyun yang menyesap wine merah di tangannya. “Ka—kamarmu bagus.” Bisik Kenesha mencairkan suasana.
“Benar. Tapi tempat tidurku lebih bagus.”
Gadis di sebelah Kyuhyun terbatuk canggung dan mengipasi dirinya dengan tangan. Kyuhyun menatapnya geli. Pikirannya berjalan melampaui kesadarannya sekarang. Ia harus mengakui bahwa wajah Kenesha sangat menarik ketika gadis itu tersipu, merona semerah tomat.
“Ngomong-ngomong, Kenesha-ssi,” ujar Kyuhyun. “Kau bekerja di mana?”
Kenesha memandang Kyuhyun penuh curiga, meski akhirnya ia tetap bercerita pada pria itu. Tapi Kyuhyun juga tidak memberinya kesempatan untuk menarik napas, sebab Kyuhyun terus-terusan bertanya segalanya pada Kenesha. Apa yang dia lakukan, hobinya, kesukaannya, makanan favoritnya, bahkan kenapa Kenesha menyukai Lee Donghae.
“Dia tampan,” aku Kenesha dengan wajah berkilau terang.
“Aku juga tampan,” sambar Kyuhyun tak mau kalah.
Kenesha mendengus kecil. “Mungkin, tapi sifatmu menyebalkan.” Kata Kenesha.
Kyuhyun berbalik, mengernyit menatap Kenesha. “Kenapa kau bilang begitu?”
“Karena itulah yang aku tahu.” Jawab Kenesha berkeras. “Kau memiliki image seperti itu. Dan menurutku kau benar-benar menyebalkan.”
“Astaga—itu hanya akting! Para talenta harus memiliki ciri khas tersendiri kalau tetap ingin bertahan di dunia hiburan, kau tahu? Lagipula aku sebenarnya baik—”
“Tidak ada orang baik yang mengatakan pada orang lain kalau ia orang baik.” Sela Kenesha. Kyuhyun mengatupkan bibirnya berang.
“Baik, menurutmu aku menyebalkan. Dan menurutku kau juga menyebalkan.”
Kenesha membuang mukanya, menolak menatap Kyuhyun yang kini memandangnya geram. Separuh hatinya mengerut jengkel dan separuhnya bertanya-tanya mengapa ia bisa ada di sini.
Kyuhyun menuangkan wine dalam gelas dan menghabiskannya dalam sekejap—seakan ia sedang minum soju, bukannya anggur mahal milik Ayahnya.
Angin berhembus semakin dingin, menyusup ke dalam setiap celah di kedua piyama mereka. Masing-masing menggigil dalam diam, masih di penuhi emosi yang melingkupi perasaan mereka. Kenesha berusaha menutup mulutnya rapat-rapat, bersumpah dalam hati kalau ia tidak akan pernah kembali meskipun pria itu bakal mengancam akan memberi tahu presiden Korea sekalipun.
Sementara Kyuhyun merasa aneh dengan pikirannya. Ia menolak mengakui bahwa harga dirinya terluka saat Kenesha lebih menyukai Donghae daripada dirinya dan bahkan menganggapnya menyebalkan. Kyuhyun mengutuk Donghae dalam hati, sedikit kesal kenapa Hyungnya memperoleh seorang fans menyebalkan seperti Kenesha. Lagi, Kyuhyun mengisi gelasnya, membiarkan cairan merah itu mengisi lambungnya hingga kepalanya terasa sakit.
“Sudah hampir 45 menit. Aku akan segera pergi.” Kata Kenesha mendadak. Kyuhyun menoleh padanya. “Kuharap ini pertemuan terakhir kita. Aku tidak akan kembali lagi ke si—”
“Jangan pergi.” Bisik Kyuhyun nyaris teredam hembusan angin. Ia tidak menyadari perkataan—sekaligus perbuatannya. Tangannya meraih lengan Kenesha. Kepalanya mulai sakit, tapi jantungnya berdetak sekeras batu. Dan tiba-tiba Kenesha yang merona terlihat begitu cantik di matanya.
“Kyuhyun-ssi—”
“Jangan pergi.” Ulang Kyuhyun lagi.
Kenesha merasakan cengkraman Kyuhyun yang hangat di lengannya. Piyamanya bergemerisik saat tiupan angin mengitari mereka. Ada sesuatu dalam tatapan Kyuhyun yang membuatnya tak bisa bergerak. Semuanya terjadi begitu mendadak, saat kedua mata Kyuhyun mengunci tubuh Kenesha tanpa bisa bergerak kemanapun saat wajah Kyuhyun mendekat padanya.
Bibir pria itu menekan bibirnya. Terasa hangat, tetapi juga penuh hasrat. Kenesha mendengar suara gelas yang jatuh, hancur berkeping-keping di atas lantai karena kedua tangan Kyuhyun kini berada di wajahnya—menangkup pipinya yang dingin. Seluruh indra Kenesha terbangun mendadak, seakan tersengat oleh listrik statis yang memercik di ujung-ujung jari Kyuhyun. Bibir pria itu mendesaknya perlahan, penuh kelembutan. Dan Kenesha hanya bisa terdiam. Wajah Kyuhyun memiring ke kiri, napasnya menggema dalam pendengaran Kenesha. Lalu semuanya lenyap.
Kenesha berdiri di dalam kamarnya dengan napas terengah-engah. Matanya memandangi sekitar dengan bingung. Jantungnya bertalu-talu, terasa ingin melompat keluar.
‘Ya Tuhan.’ Bisiknya tak percaya. Ciumannya—ciuman pertamanya dengan seorang idol yang ia benci, Cho Kyuhyun.  ‘Astaga.

***

Sudah satu minggu sejak kejadian itu dan Kenesha masih belum membalas pesan-pesan Kyuhyun yang memenuhi kotak masuknya. Pria itu mengirimkan permintaan maaf, bujukan, serta ancaman yang mengharuskannya untuk segera kembali. Tapi Kenesha bergeming. Ia mengacuhkan semuanya. Biarpun begitu, Kenesha tidak bisa berhenti memikirkan Cho Kyuhyun. Di bawah sinar bulan, hembusan angin, dan kedua tangan pria itu di pipinya. Kejadian itu berputar tanpa henti di kepalanya, membuat Kenesha selalu berakhir dengan bibir terkulum—karena ia masih ingat dengan jelas bagaimana rasanya bibir seorang Cho Kyuhyun yang digilai banyak wanita.
“Kenapa kau terlihat kacau sekali, sih?” tanya Sae Rin penasaran. Gadis itu mengayunkan tangannya di depan wajah Kenesha yang segera tersadar. “Apa ada sesuatu yang terjadi selama aku di Jeju?”
“Tidak ada,” kilah Kenesha. Ia menghindari tatapan Sae Rin yang mendelik tajam.
“Kau bohong.” Katanya cepat.
“Tidak.” Kenesha berkeras. Ia bangkit dan menuju konter dapurnya. “Kau mau minum apa?”
Sae Rin masih memandangi Kenesha curiga. Ia tahu ada yang disembunyikan gadis itu, tapi memilih untuk tidak mendesaknya. “Kopi dengan krim.” Jawabnya kemudian. Tapi pandangannya segera beralih pada ponsel Kenesha yang tergeletak di atas meja. “Ken, kau dapat pesan.”
“Biarkan saja,” kata Kenesha tak peduli. Ia terlihat sibuk menyalakan mesin pembuat kopi. “Pasti dari orang yang sama.”
Aiguuu… Uri Kenesha,” ejek Sae Rin tersenyum. “Memangnya dari siapa? Pria?” tetapi sebelum sempat Kenesha mencegahnya, Sae Rin telah berhasil membuka pesan itu.
“Dari… Cho Kyuhyun?” tanyanya bingung. Cepat-cepat Kenesha meraih ponselnya, menghindari tatapan penasaran Sae Rin. “Cho Kyuhyun siapa? Super Junior—?”
“Mana mungkin ada yang lain,” bisik Kenesha lirih. Ia menghela napas panjang, bersiap-siap menceritakan seluruh detail pada Sae Rin. Karena ia tahu Sae Rin tidak akan membiarkannya begitu saja.
Sementara sedikit demi sedikit cangkir mereka mulai kosong, Kenesha tetap melanjutkan ceritanya sambil memain-mainkan ponsel di tangannya. Sae Rin mendengar seluruh cerita Kenesha dalam diam. Sesekali gadis itu mengernyit, lalu bertanya beberapa hal yang tidak di mengertinya. Ia juga berkeras untuk melihat kertas panduan yang Kenesha simpan di kamarnya. Dan terlihat terpukau pada robekan kertas itu.
“Rasanya seperti mustahil,” bisik Sae Rin kagum. “Tapi, kau benar-benar beruntung, Ken.”
Kenesha berdiam di depan pintu kamarnya. “Kau.. percaya padaku? Kau tidak berpikir kalau aku berbohong?” katanya tak percaya. Ia setengah berharap kalau Sae Rin akan tertawa dan menganggapnya sinting. Mana mungkin ada yang bisa berpindah tempat.
Sae Rin mendengus geli. “Aku tahu imajinasimu tidak sebagus itu, Ken,” gelaknya. “Sebenarnya aku Cuma punya dua pilihan; mempercayaimu atau menganggapmu gila. Dan karena aku tahu kau memang sudah gila, jadi, tentu saja aku mempercayaimu.”
“Terima kasih sudah menganggapku gila,” ujar Kenesha masam.
“Coba pikir, perempuan mana yang menolak Cho Kyuhyun selain kau? Itulah kenapa kubilang kau gila.” Kata Sae Rin menyikutnya. “Tapi, jujur padaku. Kau sebenarnya menyukainya, kan?”
Kenesha mengulum bibirnya. “Tidak.” Sanggahnya terdengar hampa.
“Yak, Park Kenesha! Kau itu benar-benar payah dalam berbohong. Jujur saja, apa yang kau rasakan saat berciuman dengannya?”
Wajah Kenesha berubah merah secepat kilat. Kilasan mengenai kejadian itu berkelebat begitu jelas di kepalanya, membuat Sae Rin tersenyum lebar. “Jadi kau menyukai ciumannya? O-ho!”
“Bukan! Dia tiba-tiba—maksudku, aku tidak tahu kalau dia akan menciumku—”
“Tapi kalau kau memang membencinya, kau seharusnya menolaknya. Mendorongnya menjauh lalu menamparnya!”
Kenesha terpaku. Mendadak terpikir olehnya, kalaupun ia punya waktu seharian saat itu, ia tidak akan pernah terpikir untuk melakukan apa yang Sae Rin katakan. Malah kalau ia bisa jujur pada perasaannya, Kenesha merasa sedikit kecewa kenapa ia harus kembali secepat itu. Seharusnya ia mengambil waktu lebih lama. Dan bisa merasakan ciuman Cho Kyuhyun—
‘Astaga.’
“Aku tidak akan menyuruhmu jujur padaku lagi. Tapi aku mau kau jujur pada perasaanmu, Ken.” Kata Sae Rin penuh simpati. Ia sebenarnya tidak tega melihat wajah Kenesha yang kelihatan bingung. Sae Rin tahu gadis itu pasti belum siap dengan perasaannya sendiri.
“Tapi, seandainya malam itu aku bertemu dengan Lee Donghae, pasti semuanya tidak akan seperti ini.”
“Kalau kau berkeras menginginkannya, kenapa tidak mencoba lagi? Kau bisa memastikannya sendiri. Apakah kau masih menyukai Lee Donghae atau..” Sae Rin berhenti saat Kenesha memandangnya galak. Ia tersenyum geli melihat kebodohan Kenesha.
“Aku memang ingin melakukannya tapi kalau aku mengirim sesuatu, Kyuhyun pasti akan mengambil benda itu dari Donghae. Dia sendiri yang mengatakannya padaku.”
Keurom, kita gunakan namaku. Kyuhyun pasti tidak akan curiga, kan?”
Kenesha terlihat bersemangat dengan usulan Sae Rin, tapi sedetik kemudian ia kembali murung. “Meskipun itu kau, Kyuhyun tetap akan sadar kalau aku mengirimkannya piyama lagi.”
Sae Rin terkekeh lama sekali saat mendengar ucapan Kenesha. Baru setelah Kenesha mengancam untuk menyiramnya dengan air, ia menghentikan tawanya dan berkata dengan napas satu-satu. “Kau bodoh sekali, Ken. Ya ampun—aku dari tadi bertanya-tanya kenapa kau mengirimkan piyama dan gelang. Padahal kemungkinan untuk dipakai Lee Donghae kecil sekali.”
“Jadi apa yang harus kukirimkan padanya?” tanya Kenesha dengan raut bingung yang tampak jelas.
“Apa yang akan digunakan untuk tidur? Jawabannya mudah sekali; tentu saja bantal.” Ucap Sae Rin semringah, diikuti wajah Kenesha yang berubah semangat.

***

Kyuhyun mengecek ponselnya untuk ke seribu kalinya dalam seharian ini. Wajahnya terlihat kusut, meski hair styler dan make up artist sudah membuat penampilannya tampak mengagumkan. Ia mendesah, meletakkan—nyaris membanting—ponselnya ke atas meja dengan separuh frustasi. Sudah tiga hari yang lalu ia berhenti mengirim pesan pada Kenesha. Dan jangankan membalasnya, gadis itu juga tidak menjawab panggilannya.
‘Dasar gadis gila,’ rutuk Kyuhyun dalam hati. Itu benar. Mana mungkin ada gadis yang bisa mengacuhkannya. Tidak pernah sekalipun Kyuhyun ditolak oleh seorang wanita. Kebanyakan malah bertekuk lutut di hadapannya. Tapi, Kenesha cuma cuma gadis biasa! Itulah alasan mengapa Kyuhyun lebih kesal daripada sebelumnya. Apakah gadis itu tidak sadar kalau ada ribuan penggemarnya yang siap antri untuk mendapatkan perhatian seorang Cho Kyuhyun?
“Kau lapar?” tanya Eunhyuk di belakangnya. Pria itu mengulurkan kimbab tapi Kyuhyun menggeleng. “Jadi kenapa kau kelihatan resah sekali?”
Kyuhyun memandanginya untuk sejenak, mencoba memutuskan apakah ia bisa memberitahu Eunhyuk atau tidak. “Tidak apa-apa.” Katanya dengan wajah datar.
Aiguu. Aku tahu. Pasti masalah cewek, kan? Ayo, ceritakan padaku. Aku akan membantumu.”
Bibir Kyuhyun mendesis kesal. “Aish, mana mungkin kau bakal mengerti. Kau sebaiknya mencari pacar lebih dulu, baru boleh menawarkan bantuan.”
“YAK!” teriak Eunhyuk tepat di telinga Kyuhyun. Hyung-nya melotot marah, mengacungkan tangannya ke udara tapi Kyuhyun tahu itu hanya gertakan. “Dasar bangsat kecil.” Makinya pelan.
“Yak! Yak! Apa yang kalian lakukan?” Donghae datang dan menengahi mereka, tanpa tahu kalau kehadirannya malah membuat Kyuhyun semakin kesal. “Kalian seharusnya bersiap-siap. Sebentar lagi mereka akan memanggil kita—”
“Hyung,” potong Kyuhyun tiba-tiba.Dari balik cermin di depan mereka, Kyuhyun menatap Donghae. Hyung-nya itu benar-benar tampan. Wajahnya tampak tanpa cela. Alisnya melengkung hitam, tajam tetapi memesona. Hidung Donghae sangat indah, mancung sempurna tanpa bantuan meja operasi. Dan rahangnya yang tegas membuat Kyuhyun tenggelam dalam kecemburuan. “Kau.. bagaimana hubunganmu dengan pacarmu?”
Donghae terlihat bingung dengan pertanyaan Kyuhyun. Ditambah dengan tatapan tajamnya, ia sedikit gagap saat menjawab. “Err.. yah, baik—baik-baik saja. Kenapa?”
“Tidak,” kata Kyuhyun menggeleng. “Apa kalian nanti akan bertemu di sana?”
“Sepertinya begitu. Tapi aku tidak bisa berharap banyak. Kau tahu kan, jadwal kita di Los Angeles sangat singkat.”
Kyuhyun mengangguk. “Benar.” Katanya sejurus kemudian. “Kupikir setelah pulang dari Los Angeles, aku akan menginap di apartemen kalian beberapa saat.”
Eunhyuk memajukan bibirnya, mencibir dengan sengaja. “Apa itu alasannya kenapa kau membawa tas itu?”
Donghae melirik ke arah tas milik Kyuhyun yang setengah terbuka. Alisnya bertaut saat menyadari sesuatu yang tak asing di dalam tas itu. “Bukankah itu piyamaku? Kenapa kau membawanya?”
“Ceritanya panjang,” ujar Kyuhyun beralasan. Ia menutup tasnya lalu kabur ke luar tepat sebelum Donghae dan Eunhyuk memanggilnya.
“Awas kau Park Kenesha,” bisiknya dalam hati. Kyuhyun tidak akan pernah mencoba menghubungi gadis itu lagi. Apapun alasannya. Kenapa seorang hallyu star sepertinya harus memusingkan gadis aneh seperti Kenesha? Tidak ada alasan yang bagus. Kyuhyun tidak tertarik padanya. Kenesha Cuma gadis biasa yang sedikit ajaib.
Itu saja.


***

“Kau yakin kali ini?” tanya Sae Rin terdengar ragu. Di depannya Kenesha mengangguk penuh semangat. Sae Rin mendesah pelan. Ia sebenarnya tak ingin melihat Kenesha kecewa seperti dua malam sebelumnya, karena gadis itu tidak bisa berpindah tempat.
“Aku sudah mengecek jadwal mereka. Seharusnya Donghae Oppa sudah kembali dari Los Angeles pagi tadi.” Jawab Kenesha terdengar yakin. Kedua lengannya memeluk sebuah bantal berukuran besar yang berwarna biru cerah dengan lukisan awan-awan kecil di seluruh permukaannya.
Sae Rin tersenyum pada gadis itu dan berharap kalau Kenesha benar-benar bisa bertemu Donghae kali ini. Satu minggu yang lalu, mereka mengirimkan hadiah berupa bantal besar untuk Donghae setelah tiga hari membuat sendiri bantal-bantal itu. Sae Rin bahkan membantu Kenesha memilih motif dan menjahit bantalnya. Melihat Kenesha tersenyum senang saat melakukan semua itu membuat Sae Rin bertanya apakah gadis itu memang sedang jatuh cinta. Tapi terkadang Kenesha memandangi ponselnya. Wajahnya melamun sendu, menerawang menatap ponselnya yang tak berdering lagi.
“Bersiaplah, sudah hampir pukul dua belas.” Kata Sae Rin lagi. Kenesha mengangguk dan memeluk bantalnya semakin erat. Kali ini ia mengatur waktu tiga puluh menit. “Tapi, Ken, aku ingin kau bersiap pada kemungkinan terburuk.”
“Kemungkinan terburuk?” tanya Kenesha bingung.
Sae Rin menghela napas panjang. “Mungkin kau tak seharusnya melakukan ini. Aku takut kau akan terluka—”
“Tenang saja, aku sudah pernah berpindah tempat dua kali, ingat?” sela Kenesha riang.
“Bukan itu maksudku, tapi—”
“Ah! Sudah waktunya!” potong Kenesha nyaris menjerit. Gadis itu lalu memeluk bantalnya semakin erat dan berbisik penuh keyakinan.
‘Tolonglah, aku ingin bertemu Lee Donghae. Lee Donghae. Lee Donghae.’
Sensasi aneh di perutnya membuatnya tersentak. Kepalanya berputar saat melihat kelebatan yang secara ajaib berganti begitu saja. Sedetik yang lalu ia melihat raut wajah Sae Rin yang terpana dan detik berikutnya ia memandang seseorang yang memunggungi dirinya.
Kenesha menahan teriakan gembiranya. Ia bisa memastikan kalau seseorang itu bukan Kyuhyun. Dengan rambut hitam berkilau, punggung kokoh yang mengesankan dan suara yang dalam dan merdu, Kenesha yakin pria itu adalah Lee Donghae.
Lee Donghae memeluk bantal pemberian Kenesha. Ujung-ujung bantal itu mencuat keluat dari kedua lengannya. Tapi tampaknya pria itu sedang menghubungi seseorang karena ia memakai earphone.
Arasseo, arasseo. Na do saranghae, Youva-ya. Eum.. Jaljayong~” perkataan Donghae begitu jelas hingga mengaburkan seluruh kegembiraan Kenesha. Menggantinya menjadi luapan tanda tanya.
“Op—Oppa..” panggilnya lirih.
Donghae berbalik dan nyaris melompat di tempat tidurnya begitu menemukan tubuh Kenesha yang berdiri mematung. Belum lagi ia sempat bertanya apapun ketika gadis di hadapannya memandangnya dengan tatapan terluka dan berkata. “Siapa Youva? Dia.. pacarmu?”
Kini keterkejutan Donghae bergeser menjadi kebingungan. Ia semakin kalut ketika wajah Kenesha berubah memerah dan matanya mulai berair.
“Dia pacarmu?” ulang Kenesha. Donghae menatapnya lebih lama, mencoba memastikan kalau gadis itu benar-benar nyata.
“Ya—”
Jawaban Donghae membuat Kenesha tercabik dalam pusaran kekecewaan. Air matanya meledak turun tanpa bisa di cegah dan ia langsung berputar, berlari ke luar dari kamar Donghae tanpa melihat sekitarnya. Kenesha memeluk bantalnya yang besar dan menahan isakannya. Ia tidak percaya kalau pria itu sudah punya pacar. Malah sebetulnya, Kenesha-lah yang bodoh, kegirangan seperti gadis sinting tanpa pernah mempertimbangkan kalau Donghae sudah memiliki pacar.
Apakah ini saatnya ia patah hati?

***

Kyuhyun membiarkan shower mengalir di setiap permukaan kulitnya. Kehangatan air yang menetes dari pancuran itu membuatnya tenang. Tapi ia sedikit berharap kalau ketenangan itu bakal menembus tengkoraknya dan menetap di dalam rongga kepalanya. Kyuhyun mengepalkan tangan. Bagaimana ia bisa melupakan gadis itu? Wajah Kenesha yang termanggu ketika Kyuhyun menciumnya tidak pernah bisa hilang dari benaknya. Kyuhyun ingat setiap detail wajahnya. Bulu matanya yang panjang, bibirnya yang tipis, dan desahan napasnya yang hangat sekali. Tapi ia segera menggeleng. Mencoba membuyarkan bayangan itu jauh-jauh dari kepalanya.
Setelah selesai mengguyur tubuhnya dengan air hangat, Kyuhyun mengambil handuk. Ia mengenakan pakaiannya dan mengeringkan rambutnya yang basah lalu berjalan keluar dari kamar mandi tepat ketika ia mendengar suara Donghae dan langkah kaki yang tergesa-gesa.
“Hei! Hei! Tunggu dulu—”
Kyuhyun mendongak dan melihat seseorang melewatinya. Ia terpaku. Rahangnya nyaris jatuh dan sebagian otaknya mengatakan bahwa tidak mungkin itu Kenesha. Tapi ego-nya lah yang menang. Dalam sedetik Kyuhyun menyusul gadis itu—yang kini sedang berlari mengarah pintu depan—dan menangkap pergelangan tangannya.
“Ap—” ia nyaris mengatakan ‘Apa yang kau lakukan di sini?’ Tapi gagal. Air mata yang membanjiri wajah Kenesha membungkamnya dalam kebisuan mendadak.
“Lepas!” isak Kenesha menyedihkan. Di belakangnya, ia mendengar langkah kaki Donghae yang mendekat.
“Kyuhyun-ah—gadis itu, gadis itu sepertinya—”
“Hyung, tinggalkan kami.” Kata Kyuhyun tegas. Nyaris garang. Lalu ia menarik Kenesha dalam satu hentakan kuat hingga gadis itu meronta. Donghae sendiri terlihat tidak percaya dengan apa yang ia lihat. Bibirnya membulat heran saat Kyuhyun melewatinya sambil menarik gadis itu—yang terus melawan namun akhirnya pasrah—masuk ke dalam kamar.
Kyuhyun mengunci kamarnya, menyalakan lampu dan melempar Kenesha ke atas tempat tidur. Napasnya sedikit terengah namun ia mencoba mengendalikan amarahnya.
“Sekarang kau bisa menjelaskan apa yang terjadi.”
Kenesha memandanginya dengan marah, tapi dengan segera wajahnya berubah nelangsa. “Jadi, Donghae Oppa sudah punya pacar?” katanya berupa gumaman rendah.
Kyuhyun menelan ludah lalu menarik napas panjang. “Benar.” Jawabnya enggan. Ia melihat Kenesha menggigit bibir dan entah mengapa ekspresi wajahnya yang terluka mengganggu Kyuhyun.
“Baiklah kalau begitu.” Gumam gadis itu putus asa. Air mata turun di sudut pipinya. Kenesha tak bergerak, meski Kyuhyun kini telah duduk di sampingnya. Tangannya yang besar menepuk puncak kepala Kenesha dengan canggung.
“Kau.. sakit hati?” tanya Kyuhyun. Ia merasa gusar dengan sikap Kenesha yang berubah sentimentil. Kyuhyun menarik napas bingung tapi sialnya saat itu Kenesha tengah menggeleng, membuat rambutnya yang panjang mengibas di udara dan mengirimkan sejuta aroma stroberi pada Kyuhyun. Ia mengernyit saat ledakan aroma stroberi mengambil alih separuh kesadarannya.
“Cuma kecewa.” Jawab Kenesha, ia mengusap air matanya yang terus turun. “Sedikit.”
Kyuhyun menahan tangannya di udara. Jantungnya bertalu-talu. Kasar dan penuh desakan. Ia menelan ludah dengan gugup. “Ngomong-ngomong, kenapa kau tidak membalas pesanku?” suara Kyuhyun terdengar parau.
Kenesha berpaling menatapnya. Mata gadis itu basah oleh air mata, tapi ada raut bingung di parasnya yang cantik.
“Memangnya kau berharap aku membalas apa?”
“Apa saja! Apa kau tahu bagaimana rasanya jika permintaan maafmu tidak ditanggapi?”
“Kau ingin aku mengatakan, ‘ya, aku memaafkanmu karena telah menciumku’, seperti itu?”
Kyuhyun menatap Kenesha tak percaya. “N—Ne! Ap—Apa susahnya mengatakan itu, sih?” jawabnya gelagapan.
“Maaf karena aku tidak memaafkanmu! Kau puas sekarang?” ujar Kenesha marah. Ia menatap pria itu dengan jengah. Bagaimana bisa Kyuhyun meminta maaf karena telah menciumnya? Karena itu berarti pria itu sebenarnya tidak ingin menciumnya, kan?
Dalam satu gerakan tiba-tiba, Kyuhyun menarik bantal yang dari tadi di peluk Kenesha. Ia melempar bantal itu ke tengah ruangan dengan berang. Kenesha menatapnya marah, namun ketika bibirnya membuka untuk berteriak kesal, Kyuhyun telah lebih dulu menutupnya dengan sebuah ciuman.
‘Kyuhyun-ah, kau sudah gila!’ bentaknya dalam hati. Tapi ia menolak mendengarkan apapun. Ketika itu tangannya telah menggenggam rahang Kenesha, mengunci wajah gadis itu dengan kuat dalam telapak tangannya.
Kenesha berjengit dalam ciuman Kyuhyun. Tapi ia sama sekali tidak berusaha melawan. Dari tadi aroma Kyuhyun yang luar biasa wangi mengganggu konsentrasinya dan rambut Kyuhyun yang menetesi air terlihat menggoda. Mana mungkin ia bisa melakukan hal lain selain terdiam dalam ciuman pria itu. Dadanya berdebar keras hingga ia kesakitan, tapi Kenesha nyaris tak mampu merasakannya sebab ia tenggelam dalam pesona Kyuhyun yang tiba-tiba mengurungnya begitu saja.
Bibir Kyuhyun bergerak maju lebih lembut, ia menahan perasaannya namun semuanya seakan terbuyarkan bagai tiupan debu di pantai saat Kyuhyun merasakan kedua tangan Kenesha naik ke lehernya—jari-jari Kenesha yang kurus terbenam dalam rambutnya yang basah. Kyuhyun menggeram senang. Perasaannya meledak begitu rupa hingga ia tidak bisa menjelaskan seperti apa rasanya. Hanya ada dua hal yang memenuhi rongga dadanya saat ini; aroma stroberi Kenesha yang begitu manis dan bibirnya yang berusaha mencari udara di sela-sela ciuman mereka.
Tapi Kenesha mendorong tubuh Kyuhyun menjauh, ia melemparkan pandangan cemas pada jam yang menggantung di atas dinding. “Aku—harus kembali—” katanya terengah-engah. Semula Kyuhyun tidak tahu apa yang ia bicarakan. Kedua mata pria itu terlihat menggelap karena gairah.
“Ap—” perkataan Kyuhyun menggantung begitu saja di udara karena tepat setelahnya Kenesha berlari meraih bantalnya dan menghilang dalam sekejap.
Lagi-lagi ciumannya terganggu.
‘Sial.’ Rutuknya dalam hati. Kyuhyun mengepalkan tangannya emosi. ‘Akan kupastikan kau tidak bisa kabur kemanapun, Park Kenesha.’

***

“Kenapa? Ada apa?” sembur Sae Rin saat melihat Kenesha muncul di tengah lingkaran dengan mata sembab dan wajah merah padam. “Kau kenapa, Ken?”
“Aku—aku—” racau Kenesha bingung. “Astaga, Sae Rin-ah. Dia menciumku lagi—”
“OMO! OMO! Siapa? Siapa? Cho Kyuhyun? atau Lee Donghae?”
Begitu Sae Rin menyebutkan nama Lee Donghae, seketika itu juga hatinya berubah murung. Kenesha memandang Sae Rin dengan wajah sendu. Ia membungkam untuk beberapa saat lalu akhirnya bercerita ketika Sae Rin nyaris menjerit frustasi karena kebisuan yang ia ciptakan.
“Dan bagaimana perasaanmu sekarang?” tanya Sae Rin hati-hati. Ia melihat Kenesha yang terbagi oleh perasaannya.
“Tidak tahu,” aku gadis itu jujur. Sae Rin lalu menariknya dalam pelukan hangat.
“Kau pasti akan baik-baik saja, Ken.” Ucap Sae Rin berharap penuh. Kenesha mengangguk dalam dekapan Sae Rin. “Mungkin sekarang kau bisa menurunkan poster-poster itu..”
Setengah jam kemudian, Kenesha telah selesai mengepak seluruh poster Donghae di dalam sebuah kardus. Ia menatap rindu pada posternya, pada wajah Donghae yang selama ini selalu memberinya kekuatan. Tapi ia memutuskan untuk tidak lagi memikirkan pria itu. Lee Donghae kini akan menjadi masa lalunya. Sae Rin benar. Kenesha tidak boleh terus mencampuri hidupnya dengan kehidupannya sebagai seorang fangirl.
Park Kenesha harus menjalani hidupnya mulai sekarang.


Dalam satu minggu, Kenesha sudah mampu tersenyum kembali. Gadis itu membungkuk pada atasannya di kantor dan berjalan menuju halte bis. Tapi langkahnya terhenti ketika melihat sebuah lorong yang berisi deretan toko-toko yang tampaknya tidak pernah buka. Pandangannya tertuju pada toko paling ujung, dengan kanopi kecil dan dinding merah bata yang cantik. Kenesha ingin kembali ke toko itu untuk mengembalikan kertas yang ia robek dengan sengaja. Tapi baru satu langkah, dan ponselnya berdering.
Di manapun kau berada, cepat pulang, Ken! Atau apartemenmu dalam bahaya.” Suara Sae Rin terdengar begitu kalut hingga Kenesha berdebar ketakutan.
“Ada apa? Apa yang terjadi?” tanyanya sambil berlari menuju halte bus. Tapi Sae Rin sudah mematikan ponselnya, mengirim Kenesha ke dalam perasaan mencekam.
Setelah tiba di gedung Apartemennya, Kenesha langsung masuk ke dalam lift dan menekan tombol di pintu lift dengan kekuatan berlebihan. Laju lift terasa sangat lama baginya. Ia berlari, menyusuri koridor apartemen setelah lift membuka dan melihat Sae Rin yang berdiri di depan pintu apartemennya dengan gelisah.
“Oh! Sebelah sini, Ken! Di sini!” Sae Rin berteriak dan menarik Kenesha tanpa menjawab pertanyaannya.
Mereka masuk ke dalam apartemen Sae Rin yang dipenuhi rak buku dan deretan kaset di setiap lemari. Ada Young Jin di sana, duduk dengan wajah penuh ingin tahu. Tapi begitu Kenesha mencapai ruang tengah Sae Rin, ia terkejut saat menemukan seseorang di sudut ruangan.
“Ini dia si gadis ‘seenaknya saja’.” Kata Kyuhyun menggeram. Ia terlihat tampan dalam balutan mantel cokelat muda yang di kenakannya. “Muncul sesuka hati dan kemudian menghilang tanpa pernah memberi kabar.”
Kenesha merasa jantungnya berpacu lebih keras. Ia menatap Kyuhyun yang memandangnya galak. Di sebelahnya Sae Rin berbisik pada Young Jin lalu bersama-sama meninggalkan mereka berdua.
“Jadi kau masih hidup? Aku kira kau sudah mati.” Ucap Kyuhyun kasar. Pria itu bersedekap. Wajahnya benar-benar murka sekarang.
 Ia pasti menahan emosinya di depan Sae Rin’, pikir Kenesha. Tapi gadis itu memilih untuk diam saja. Dalam kebisuannya ia memperhatikan Kyuhyun lebih seksama. Pria itu memiliki kulit yang seakan bersinar, begitu putih di bawah sinar matahari yang menyirami tubuhnya. Rambutnya terlihat kacau, entah karena memang begitulah style-nya hari ini, atau memang karena ia lupa menyisir rambutnya. Alis matanya yang tebal membingkai kedua mata Kyuhyun yang tajam, yang kini tengah menatap Kenesha dengan garang. Bibirnya yang sensual itu sedang mengatup, menahan amarahnya dalam-dalam.
“Apakah kau tahu aku menunggumu seperti orang gila?!” bentak Kyuhyun frustasi. Pria itu bersedekap. Tatapannya berubah kusut, memperlihatkan kejujuran di balik perkataannya barusan.
“Kenapa kau menungguku?”
Kyuhyun mendesah begitu keras dan jengkel. Pria itu menatap Kenesha seakan gadis itu memiliki empat kepala tambahan di lehernya. “Menurutmu kenapa?” dengusnya tak percaya.
“Kau ingin meminta maaf karena telah menciumku dua kali?”
“Yak, Park Kenesha, kau benar-benar gadis paling bodoh sedunia.” katanya menggeleng.
“Jadi kenapa? Kenapa kau menungguku?” tanya Kenesha dengan suara bergetar.
“Kau pikir apa alasannya selain karena aku menyukaimu?”
Kenesha terpaku. Lidahnya dengan kejam kehilangan kemampuan untuk menjawab pria itu. Sementara Cho Kyuhyun menatapnya dengan ekspresi separuh kesal dan setengah sinting. Pria itu mendekat, berdiri persis di depan Kenesha dengan tangan masih terlipat di dada.
“Ke—kenapa kau menyukaiku?”
“Itu,” jawab Kyuhyun penuh penekanan. “Yang juga ingin kucari tahu.” Matanya berkilat tajam, mendesak Kenesha hingga gadis itu kehilangan kesadarannya yang melayang. Aroma parfum Cho Kyuhyun tercium begitu kuat, mempengaruhi konsentrasinya yang sangat lemah.
“Sekarang cepat beritahu aku perasaanmu karena kalau tidak aku bisa segera keluar dari sini.” Sambung Kyuhyun lagi.
“Kalau aku juga menyukaimu..?” bisik Kenesha lirih. Ia menelan ludah, menatap Kyuhyun dengan jantung berdebar seperti orang gila.
Kyuhyun mengamati Kenesha beberapa saat, ekspresi wajanya tak terbaca, tapi hatinya memikirkan kemungkinan. “Kau bisa datang dalam pelukanku.”
Kenesha merasakan kedua kakinya goyah. Tidak pernah sekalipun dalam seminggu ini ia membayangkan kalau Kyuhyun sungguh-sungguh menyukainya. Kenesha berusaha meyakinkan dirinya kalau Kyuhyun hanya berbaik hati, mencoba menghiburnya dengan ciuman. Ia menolak percaya pada perasaannya sendiri dan berpikir bahwa semuanya sudah berakhir.
Meskipun begitu, dalam seminggu belakangan, entah kenapa Kenesha mulai memperhatikan Kyuhyun. Ia menonton ulang seluruh video di dalam ponsel dan laptopnya dan beberapa kali mendapati bahwa dirinya terpesona oleh pria itu. Senyum Cho Kyuhyun terasa berbeda. Ia mungkin sengaja menggunakan topeng evil-nya dalam setiap variety show atau music video­ Super Junior, tapi Kenesha bisa membayangkan tatapan Kyuhyun yang berubah lembut saat menghiburnya dan bahkan ketika bibir pria itu melekat pada bibirnya.
Ia tahu apa jawabannya.
“Aku juga menyukaimu, Cho Kyuhyun-ssi.” Bisik Kenesha dengan wajah merah terang. Itu benar, ironisnya Kenesha memang menyukai pria itu.
Begitu mendengar jawaban Kenesha, Kyuhyun menarik gadis itu dalam pelukannya. Tubuh Kenesha yang beraroma Stroberi menghantamnya begitu keras, membuat Kyuhyun goyah dan mendekapnya lebih erat sebagai gantinya.
“Dasar gadis bodoh. Sebenarnya apa yang kau makan? Kenapa kau beraroma seperti stroberi?”
Kenesha tersenyum dalam dada Kyuhyun yang hangat. “Kalau kau mau menemaniku ke suatu tempat, aku akan memberitahumu.”
Kyuhyun memandang Kenesha penuh tanya. “Kemana?” tanyanya penasaran. Tapi Kenesha hanya tersenyum sebagai jawabannya.

***

Ruangan Toko Buku Antik itu masih semanis dalam ingatan Kenesha. Warna dinding toko itu seluruhnya tertutup cat burgundy. Ada beberapa hiasan seperti lukisan dan petak-petak pigura foto yang memenuhi dinding. Aroma cokelat menguar di udara, membentuk perasaan hangat dan nyaman di sudut hati Kenesha.
“Kau kembali lagi,” ujar Gil Po Nam. Pria tua itu tersenyum menatap kedatangan Kenesha.
Kenesha membalasnya senyumnya ragu, tapi akhirnya ia memutuskan untuk mengatakan semuanya pada Gil Po Nam. Pria tua dengan kerutan-kerutan usia di wajahnya itu hanya menatapnya teduh, seakan merasa senang akan kejujuran yang di paparkan Kenesha.
“Maafkan aku, Paman.” Bisik Kenesha separuh takut. Ia menyerahkan kertas yang telah robek itu pada Gil Po Nam.
“Apa sekarang kau mempercayaiku, Nona?” tanyanya dengan alis terangkat jail. Sudut matanya berkedip penuh arti.
Kenesha tersenyum malu. “Tentu saja, Paman. Aku sudah membuktikannya sendiri.”
“Bolehkah aku bertanya kenapa apakah kau akan terus menggunakan cara ini?”
Kenesha menggeleng pelan. “Tidak,” jawabnya. “Karena aku tidak lagi memerlukan cara itu agar bisa bertemu dengannya.”
“Kenapa?” tanya Gil Po Nam lagi, merasa tertarik dengan ekspresi wajah Kenesha yang tersipu.
“Karena ia ada di sana.” Kenesha menunjuk Kyuhyun yang tengah berdiri di depan etalase toko, mengamati buku-buku tua yang berjejalan dalam rak.
Gil Po Nam tersenyum lebar. “Cukup bijaksana.” Katanya dengan anggukan kecil. “Karena, Kenesha-ssi, aku yakin kau belum membaca keseluruhan panduan ini sampai habis. Sebab kalau kau menggunakannya lebih dari tujuh kali, kau tidak akan pernah kembali.”
Senyum Kenesha memudar dengan cepat. “Maksudnya?”
“Dimensi yang terus menerus dibuka akan semakin susah di tutup. Efeknya akan membuat penggunanya terjebak dalam lubang dimensi yang terbuka. Itu sebabnya kau merasakan sensasi aneh saat berpindah tempat, kan?”
Kenesha mengangguk mengiyakan. Ia teringat sentakan di dasar perutnya dan tiba-tiba perasaannya tidak enak.
“Yah, meski begitu, tetap saja buku ini paling banyak dicari.” Kata Gil Po Nam lagi, mengedipkan matanya pada Kenesha dan beralih pada Kyuhyun yang sekarang berdiri di belakang gadis itu. “Ada yang memenuhi seleramu, anak muda?”
“Kupikir buku-buku di sana sedikit menarik—”
“Sepertinya kami tidak akan membeli apapun kali ini, paman.” Potong Kenesha cepat-cepat, merasa takut dengan kemungkinan yang akan terjadi jika ia berani berlama-lama di toko ini.
Gil Po Nam tertawa keras, membuat gusi-gusinya terlihat jelas. “Tentu, tentu, tidak masalah.” Katanya baik hati. Kyuhyun mengerutkan kening saat melihatnya. Tapi Kenesha telah menyeretnya keluar dari toko itu diiringi permintaan maaf.
“Kenapa? Ada sesuatu yang terlewat olehku?” tanyanya bingung.
“Kau tidak akan membeli sesuatu di sana.” Ujar Kenesha tegas. Ia terdengar seperuh memerintah sekarang.
“Tapi kenapa?”
“Karena,” katanya menarik napas. “Mungkin saja kepalamu bisa berlipat ganda. Atau tanganmu mengkerut seperti biji bayam. Atau hal-hal mengerikan lain. Buku-buku di sana pasti punya caranya.”
Kyuhyun menatap Kenesha heran bercampur geli. Ia mengacak rambut Kenesha dengan sebelah tangan. “Aku masih tetap tampan dengan kepala tambahan atau tangan sebesar biji bayam, kan?” ujarnya mengerling.
Wajah Kenesha berubah merah dan ia mendorong tangan Kyuhyun menjauh dari kepalanya. Kenesha memperhatikan keadaan di sekitar mereka yang terlihat sepi. Ia lalu berbisik pada Kyuhyun. “Bagaimana kalau ada yang lihat? Kau mau jadi bahan pemberitaan?”
Kyuhyun maju, wajahnya terlihat licik dengan senyumnya yang terkembang penuh arti. “Tidak ada siapa-siapa di sekitar sini, Ken. Cuma ada sebuah toko buku aneh yang buka di—” Ia menghentikan suaranya saat melihat ke belakang Kenesha dengan tatapan bingung. “Bukannya toko itu ada di sana?”
Kenesha segera berbalik dan melihat ke arah pandangan Kyuhyun tapi ia langsung berubah syok. Tak ada apapun di ujung lorong itu sekarang. Tak ada kanopi cokelat yang menggantung di atas atap toko, ataupun dinding merah bata yang berwarna kontras di antara toko-toko yang lain. Ujung lorong yang kini mereka lihat hanya berupa petak kecil sudut lorong yang hanya muat oleh dua orang. Sama sekali tak ada tanda-tanda sebuah toko pernah ada di ujungnya. Kenesha menggigil di tengah hari, di saat sinar matahari menyengatnya. Ia memandangi Kyuhyun yang juga sedang menatapnya bingung.
“Kalau begitu..” katanya terpenggal. “Itu benar-benar sihir.” Bisik Kenesha setelah ia menarik napas dalam-dalam.
Kyuhyun mengamit lengannya dan menarik Kenesha ke mobil. “Sihir yang bagus.” Gumam pria itu tak kentara. “Yang untungnya membawamu padaku.”
Kenesha mendengus mendengar ucapan Kyuhyun. Ia berbalik pada pria itu, menatapnya lekat-lekat sementara lengannya bertautan di leher Kyuhyun. “Dan membawamu padaku.” Tandasnya percaya diri lalu menarik Kyuhyun dalam ciumannya.




Tapi baik Kenesha maupun Kyuhyun sama-sama tidak menyadari, bahwa Gil Po Nam masih ada di sana. Pria tua itu memandangi pasangan itu dari balik etalase tokonya dengan penuh senyum dan rasa haru, bahwa akhirnya mereka berdua bisa di pertemukan. Gil Po Nam mengambil robekan kertas itu dan menyisipkannya dalam bukubuku yang tak pernah Kenesha ketahui judulnya, karena tulisannya hanya bisa dibaca saat seseorang itu telah menemukan cintanya.
Bukunya berjudul, “How To Find Your Destiny.”

***

Sihir itu ada, dan bekerja tanpa kita sadari. Berputar di sekeliling kita sambil terus mengamati, kapan dan di mana sihir itu memutuskan untuk bekerja. —Ravi de Angelica.

1 komentar:

  1. Salam kenal eon, ^^
    Sy pmbaca bru di blog ini, Dan Saya penggemar FF yg bercast kyuhyun. Hihi... Maaf bru bisa komen sekarang, Tadinya sy nmemuin ff ini dari google Jadi gk bisa ngomen.
    FF ny seru.... Barukali ini sy baca ff yg genre ny fantasy tp feel ny dpet. :) Jangan bosen2 buat ff yg cast ny kyuhyun ya eonn... :)
    Keep Writing!!! Fightinggg... :)

    BalasHapus