ITLE : How To Find Your Destiny
Alternative title :
Lucky or Bad
Luck?
GENRE :
Fantasy-Romance
RATING :
PG-17
LENGTH :
ONESHOOT
CAST :
Cho Kyuhyun
Lee Donghae
Park Kenesha
Author :
@Aoirin_Sora
Note :
Halo! maaf ya kalo ceritnya so cheesy ;____;) tapi semoga ada yang suka selain Kenesha dan Youva (aminin dalem hati) *eh*
“I
asked you a simple question. Do you ever believe in magic?
Because
I do. I always do.”
***
Saat itu tengah hari, ketika matahari
memutuskan untuk memuntahkan seluruh sinarnya ke tanah Seoul yang sibuk. Ratusan
pejalan kaki memadati jalan, berhimpitan menanti lampu merah yang akan berganti
menjadi hijau. Beberapa orang terlihat santai, meski sisanya malah bergerak
tergesa-gesa. Angin berhembus malas, menimbulkan getaran pada setiap dedaunan
yang menggelincir turun. Namun langkah-langkah kikuk di sepanjang jalan
langsung menggilas dedaunan, tak acuh dengan keadaan di sekeliling mereka. Termasuk
Kenesha.
Gadis itu termanggu menatap langit yang
tak bersahabat. Ia mendengus mengingat laporan cuaca hari ini. Seharusnya cuaca
akan terus cerah hingga malam hari. Tapi prakiraan seluruh ahli cuaca terbukti
salah. Buktinya langit sebelah barat mulai menghitam, meskipun langit di atas
kepalanya masih terang benderang.
‘Hebat,
aku tidak membawa payung.’ Keluh Kenesha gelisah. Ia terus-terusan melirik awan
hitam padat yang semakin mendekat ke arahnya.
Dan apa yang di takutkan Kenesha terjadi, rintik
hujan tiba-tiba saja meledak turun tanpa ampun, membasahi permukaan kemejanya
perlahan-lahan. Kenesha menggigit bibir dan berlari menepi di sebuah lorong. Ia
berharap akan mendapati sebuah kafe atau paling tidak sebuah toko yang bisa
menampungnya sementara. Tapi bangunan di sepanjang lorong tampaknya tidak
satupun bersedia mengabulkan harapannya. Semuanya tertutup rapat, begitu juga
dengan jendela-jendelanya. Ia berjalan menyusuri lorong dengan nelangsa, separuh
berdoa kalau hujan akan segera berhenti.
Dan bagai gayung bersambut, Kenesha bisa
melihat sepetak suram cahaya di ujung lorong. Ia berjalan mendekat, sementara
kemejanya mulai basah. Air hujan bahkan sudah terasa di permukaan kulitnya. Kenesha
berhenti di depan sebuah toko antik. Tapi sepertinya toko itu tak menjual
apapun selain buku-buku tua. Ia membuka pintunya, dan mendapati aroma cokelat
manis menguar keluar, menusuk masuk ke indra penciumannya.
Bunyi bel bergemerincing terdengar nyaring
dan seorang pria tua ramah menyambutnya.
“Selamat datang,” ujarnya penuh senyum. Kenesha
melihat setiap kerutan di sekitar pipi dan mata pria itu bergabung membentuk garis
lembut yang ramah. “Aku Gil Po Nam. Kau ingin mencari buku apa?”
Kenesha tersenyum kecut. Sejujurnya ia
hanya ingin menumpang berteduh hingga hujan berhenti, tetapi ia tidak ingin
mengecewakan pria tua yang memandangnya penuh harap. “Aku—aku akan
melihat-lihat dulu,” gumamnya pelan.
Gil Po Nam tersenyum lebar dan menatap
Kenesha berbinar-binar. “Tentu, tentu saja. Ayo, masuklah dan lihat. Kau bisa
menemukan semua yang kau butuhkan di sini.”
“Terima kasih.” Bisik Kenesha tak yakin. Ia
benar-benar berharap agar hujan segera berhenti.
“Aku harap hujan akan sedikit lebih lama
hari ini,” kata Gil Po Nam tiba-tiba. Ia mengedip pada Kenesha sebelum berlalu
meninggalkannya di tepi rak pertama.
Kenesha mengayunkan langkahnya di antara
rak yang di penuhi buku-buku tua yang menyesaki setiap permukaan. Seluruhnya
benar-benar terlihat antik dengan sampul kulit cokelat yang bergores aneh, buku-buku
yang diikat dengan kulit, di gembok dan bahkan memiliki kotak tersendiri. Kenesha
memperingatkan dirinya untuk tidak menyentuh apapun di sana, meskipun sebuah
buku tampaknya baru saja merebut perhatiannya.
Buku itu tidak memiliki gambar apapun di
sampulnya selain sulur-sulur dedaunan yang melingkari setiap sudut buku. Kenesha
bisa merasakan debu di ujung jarinya. Ia juga bisa mencium bau apak yang mengganggu
penciumannya. Tapi buku itu berbeda.
Bobotnya ringan, meski ia yakin sampulnya terbuat dari kulit asli. Dan yang
lebih ia sukai adalah, buku itu berisi beberapa gambar ilustrasi yang tertera
di setiap beberapa halaman. Ia membuka halaman pertama. Tak ada judul apapun. Hanya
setitik tinta yang seolah tumpah secara tak sengaja.
Berkebalikan dari niatnya semula, Kenesha
memutuskan untuk duduk di ujung rak, di atas sebuah kursi empuk yang diletakkan
di sana. Ia membuka buku itu dengan penasaran dan mendapati bahwa buku itu
semacam resep—bukan, tetapi panduan. Tetapi
panduannya juga melibatkan beberapa hal seperti panci, bahan-bahan dapur—tunggu,
ia baru saja membaca salah satu bahan yang ternyata adalah ‘setengah sendok abu rokok’.
Kenapa
harus abu rokok? Dengus Kenesha tak
percaya. Ia sedang mempertimbangkan keamanan buku itu ketika Kenesha menemukan
sebuah judul panduan di halaman yang ia buka secara acak.
Cara
berpindah tempat melalui dua media terpisah.
Kenesha membaca judulnya dua kali sebelum
ia meneruskan tulisan itu.
Dari
sekian banyak cara berpindah tempat yang telah ditemukan dan dipelajari oleh
para ahli, cara ini dinilai cukup ampuh untuk pemula, yang mana tidak
menimbulkan efek samping berarti oleh penggunanya. Cara ini diketahui sudah ada
sejak lima ratus tahun yang lalu, saat para kekasih harus terpisah oleh perang yang
memisahkan mereka. Pada masa itu, banyak yang mencobanya untuk bisa bertemu dengan
kekasih mereka termasuk juga para Ibu dengan anaknya. Namun banyak yang
beranggapan kalau cara ini sedikit merepotkan karena memerlukan ketelitian dan bantuan
dari orang lain selaku pemegang media, juga memiliki keterbatasan waktu. Tetapi
tetap saja, cara ini dianggap efektif daripada melakukan perjalanan waktu yang menguras
tenaga.
Untuk bisa berpindah tempat bahan yang harus
disiapkan sebenarnya cukup mudah. Meski demikian, ada beberapa peraturan yang
seperti biasa, harus dipatuhi untuk menghidari hal-hal yang tidak diinginkan.
Siapapun
yang ingin mencobanya hanya memerlukan:
-
Sepasang
media yang memiliki unsur dan inti yang sama. Keduanya harus sangat mirip,
serupa baik dalam segi bentuk dan ukuran bahkan warna.
-
Batu kapur
asli. Tetapi sebagai alternative bisa menggunakan kapur putih yang dibungkus besi.
-
Harapan. Lubang
dimensi tidak akan terbuka tanpa adanya harapan.
Caranya
akan dijelaskan di bawah ini.
-
Siapkan media
yang telah dibagi menjadi dua. (Tidak di sarankan membuat lebih dari dua karena
akan mengganggu jalannya perpindahan tempat.) Letakkan di tempat yang berbeda. Tak
ada batasan jarak dalam perpindahan tempat selama mereka masih berada di bumi.
-
Pengguna harus
menggambar lingkaran penuh dengan kapur yang telah terbungkus besi (besi akan menghantar
energi untuk setiap pembukaan dimensi). Lalu gambarlah 12 garis di dalam
lingkaran menyerupai garis pada jam.
-
Pengguna
memiliki paling banyak satu jam dan sekurang-kurangnya lima menit untuk berada
di tempat media kedua (Setiap garis mewakili lima menit).
-
Tentukan angka
dua belas dari seluruh garis yang telah dibuat. Lalu tarik garis lurus dari
garis ke dua belas ke titik waktu yang diinginkan. (Waktu satu jam tidak
memerlukan garis apapun).
Kenesha melihat ilustrasi di tergambar di
samping penjelasannya. Dengan sebuah lingkaran yang diberi dua belas titik
garis, sebuah garis dari titik teratas—yang berarti dua belas—membentuk sudut Sembilan
puluh derajat pada titik ke tiga. Itu berarti 15 menit. Cukup gampang.
-
Pastikan kedua
benda di sentuh saat penggunanya akan berpindah tempat. Perpindahan tidak akan
terjadi tanpa sentuhan manusia sebab pembukaan dimensi harus mendapatkan hantaran
tenaga listrik yang mencukupi.
-
Tidak
diperbolehkan membawa media kedua saat kembali ke tempat asal karena akan
mengganggu jalannya perpindahan tempat.
-
Tidak
diperbolehkan melepaskan media pertama (milik pengguna) saat akan kembali ke
tempat asal atau pengguna tidak akan bisa kembali.
-
Perpindahan
hanya terjadi satu kali dalam sehari, yaitu pada saat tengah malam.
“Kau menyukai buku itu?”
Kenesha terlonjak mendengar suara di
belakangnya dan ia buru-buru menutup buku itu lalu berbalik.
“Sedikit.” Jawab Kenesha salah tingkah. Alis
Gil Po Nam terangkat tinggi. “Iya, aku suka.” Katanya jujur.
“Buku itu banyak dicari orang.” Kata Gil
Po Nam lagi. Pria itu melirik Kenesha dengan penuh minat, seakan menanti sesuatu
darinya.
Kenesha tersenyum ragu. Ia mengamati buku dengan
sampul kulit cokelat dan berdebu di tangannya. “Isinya sedikit aneh.”
“Kenapa begitu?”
“Entahlah. Tapi aku sempat membaca kalau ada
cara untuk berpindah tempat dengan—media yang terpisah. Sesuatu seperti itu.”
Gil Po Nam tersenyum janggal. “Meskipun
aneh tapi tidak berarti kalau cara itu mustahil untuk diwujudkan.”
Kenesha memandangnya kaget. “Ahjussi—anda
percaya buku ini?”
“Setidaknya aku mempercayai sesuatu yang
telah terbukti. Kau tidak mempercayainya?”
“Tidak—eh, maksudku belum.” Koreksi
Kenesha saat ia melihat kerutan di dahi Gil Po Nam. “Tapi sepertinya itu tidak
mungkin.”
“Bagaimana kalau kau mencobanya?”
Kenesha ingin mendengus, tapi ia
menahannya. “Kalau aku ingin berpindah tempat, aku pasti akan mencobanya.” Jawabnya
berdiplomatis.
Gil Po Nam tergelak di sampingnya. Gigi
pria itu terlihat aneh, beberapa sudah tanggal namun ada juga yang masih berdiri
kokoh di atas gusi. “Kau akan mencobanya dalam waktu dekat. Percayalah padaku.”
Katanya sebagai tanggapan. “Nah, karena sepertinya hujan sudah berhenti, kurasa
kau pasti ingin cepat-cepat pulang.”
Gadis itu terlonjak di kursinya dan segera
memandang melalui etalase toko yang bersekat kaca. Gil Po Nam benar, hujan
telah berhenti. Malah udara sudah kembali panas seperti lima belas menit yang
lalu. Ia bangkit dalam hitungan detik dan baru akan berjalan menuju pintu ketika
Gil Po Nam memanggilnya lagi.
“Boleh aku tahu namamu, nak?”
Langkah kaki Kenesha terhenti dan ia
berbalik. “Kenesha. Namaku Park Kenesha, ahjussi.” Jawabnya pelan.
“Kalau begitu, sampai jumpa lagi, Park
Kenesha-ssi.” Kata Gil Po Nam dengan ekspresi serius. Pria tua itu untuk
sekejap tampak seperti menghilang dalam kabut tapi Kenesha berusaha
mengembalikan kewarasannya. Ia bergidik ngeri, buru-buru kabur dari toko aneh
itu secepat mungkin.
***
Kenesha tiba di depan pintu apartemennya dengan
pakaian separuh kering. Hujan membuat kemejanya lembab. Tapi sebuah suara
mengagetkannya dari belakang. Ia berbalik sambil mendesah. Tentu saja ia tahu
siapa pemilik suara itu. Gadis itu telah menjadi teman satu apartemennya dua
tahun belakangan ini.
“Yak, Han Sae Rin. Bisakah kau berhenti
mengagetkanku?” kata Kenesha berpura-pura kesal. Dan Sae Rin juga menyadari
aktingnya.
“Tidak.” Jawab Sae Rin ringan. Gadis itu mengekori
Kenesha masuk dan langsung merebahkan diri di atas sofanya di ruang tengah.
“Kau bisa kembali ke apartemenmu kalau kau
Cuma ingin beristirahat.” Tukas Kenesha tajam. Sar Rin nyengir padanya,
menunjukkan wajah tak berdosa yang langsung dibalas dengusan oleh Kenesha.
“Apartemenku jauh.” Jawabnya beralasan.
“Apartemenmu Cuma dua pintu dari sini dan
kau bilang itu jauh?”
“Oke, aku ngaku. Young Jin ada di sana.”
“Dan?”
“Dan aku sedang tidak ingin menemuinya.”
Kenesha bersedekap dan memajukan bibirnya.
“Jadi sekarang apartemenku berfungsi untuk pelarianmu?”
Lagi, Sae Rin memberinya cengiran lebar. “Ngomong-ngomong
kapan sih kau akan mencari pacar?” Sae Rin memutuskan untuk mengubah topik.
Karena ia tahu Kenesha bakal menjawabnya dengan terbata-bata. “Apa memandangi
poster Lee Donghae seumur hidupmu sudah cukup?”
Kenesha berdeham satu kali dan tiba-tiba
tertarik dengan tasnya.
“Ayolah, Ken. Kenapa kau tidak mencoba
berkencan? Berkencan bagus untuk kesehatan psikologismu.” Cibir Sae Rin.
“Aku akan berkencan.” Kata Kenesha cukup
yakin. “Suatu saat nanti.”
Sae Rin duduk tegak dan melipat tangannya
di dada. “Maksudnya, ‘kau tidak akan
berkencan kalau Lee Donghae tidak mengencanimu’, iya, kan?”
Seketika wajah Kenesha merah padam. Ia
berusaha membantah perkataan Sae Rin tetapi gadis itu terlalu pintar dan terlalu
mengenal Kenesha dengan baik sehingga ia tidak melakukan hal lain selain
tertawa keras. Kenesha nyaris menendangnya keluar kalau saja tidak mengingat
fakta bahwa gadis itu lebih kuat darinya.
“Begini,” kata Sae Rin, berusaha terdengar
bijaksana. “Lee Donghae mungkin berada di bawah langit yang sama denganmu. Dia
juga berada di salah satu pintu apartemen di Gangnam, tapi kehidupan tidak
semudah itu, Ken. Tidak mungkin kau terus-terusan melajang dan berharap bahwa suatu saat nanti kalian akan bertemu—oke,
deh. Kalian mungkin bisa bertemu—tapi lupakan bagian percintaannya!”
Kenesha memandangi ujung sandal rumahnya. Ia
tahu Sae Rin benar, tapi sulit sekali memikirkan pria lain selain Lee Donghae. Aneh
sebenarnya, karena ia tidak menganggap pria
itu sebagai idola, melainkan seorang pria. Pria dengan senyum paling
indah yang pernah ia lihat sepanjang hidupnya. “Entahlah,” gumam Kenesha sendu.
Sae Rin mendekatinya, menepuk punggung Kenesha
yang terlihat muram. “Masih banyak pria lain di luar sana, Ken. Kau ingin aku
membantumu? Mungkin kita bisa mulai mencari pria yang tepat—”
“Tidak, aku baik-baik saja, Sae Rin.”
Gagasan Sae Rin tentang menemukan
pria menurutnya sedikit mengerikan. “Kupikir aku cukup senang dengan kehidupanku
sekarang.”
“Tapi sampai kapan?” desak Sae Rin. Kenesha
tahu gadis itu tidak akan berhenti menguliahinya kalau ia tidak menyudahi
pembicaraan mereka.
“Suatu saat nanti.” Jawab Kenesha lagi. “Tapi
setidaknya aku ingin bertemu dengan Lee Donghae. Menurutmu itu bukannya
mustahil, kan?”
“Oh, tentu saja tidak.” Katanya separuh
mendengus. “Kalau kau punya pintu ajaib Doraemon, tentu saja itu tidak
mustahil.”
Kenesha memandangnya cemberut. “Kenapa aku
harus punya pintu ajaib? Bukannya tadi kau yang bilang kalau aku bisa bertemu
dengannya?”
Sae Rin menarik napas panjang. Ia terlihat
berusaha bersabar menghadapi Kenesha. “Kau kan tidak mungkin bisa menemuinya
kapanpun yang kau mau, Ken. Kau juga tahu kalau dia Hallyu Star. Bintang papan atas. Top Idol yang penuh kesibukan.
Bisa melihatnya di atas panggung sudah merupakan berkah, bukan? Jadi, jelaskan
bagaimana kau bisa menemuinya kalau tidak dengan pintu ajaib?”
Kenesha tertegun. Lidahnya mengucapkan sendiri
jawabannya tanpa ia sadari. “Dengan berpindah tempat..” suaranya menghilang
dalam bisikan saat ia menyadari betapa kebenaran akan perkataannya mungkin saja terwujud.
“Nah, itulah kenapa aku bilang kenapa kau
harus memiliki pintu ajaib—”
“Terima kasih, Sae Rin-ah! Kau baru saja
memberiku ide.” Sela Kenesha dengan senyum lebar. Sae Rin menatapnya bingung.
“Apa—?”
“Kau sebaiknya segera menemui Young Jin-ssi.
Dia pasti sedang berusaha membujukmu untuk berlibur ke Jeju, kan?”
Sae Rin sepertinya masih penasaran
mengenai beberapa hal, tapi perkataan Kenesha barusan menyingkirkan semua pertanyaan
di kepalanya. “Kenapa kau bisa tahu?”
“Young Jin menulisnya di SNS. Kenapa Sae
Rin-ah? Kau tidak ingin ke Jeju?”
“Bukan begitu. Aku ingin ke sana—sangat
ingin. Tapi aku benci kalau dia harus membawa seluruh teman-teman prianya yang—”
Kenesha tersenyum sementara Sae Rin mulai
tenggelam dalam ceritanya. Ia berusaha terlihat sedang mendengarkan, namun
seluruh pikirannya telah berkelana ke banyak tempat. Salah satunya ke toko buku
antik yang ia datangi siang tadi. Kemudian pikiran-pikirannya bercabang menjadi
tak terhingga. Kemungkinan yang ia bayangkan terlihat begitu memukau, hingga
Kenesha yakin kalau rencananya akan berjalan sempurna. Sesuai yang ia harapkan.
***
Ketika Gil Po Nam mengatakan kalau ia akan
segera kembali ke toko buku antik itu, Kenesha tidak menyangka bahwa waktunya
benar-benar sesegera ini. Gadis itu berdecak penuh kebingungan. Baru kemarin
sore ia meninggalkan toko itu dengan ketakutan dan sekarang ia malah ingin
kembali ke sana.
Tapi kali ini sepertinya tidak ada Gil Po
Nam yang berdiri di balik konter meja kasir di sudut ruangan. Tokonya terlihat
sepi, seperti deretan toko sebelumnya. Meskipun etalasenya terbuka lebar,
menampilkan pemandangan di dalam toko, yang berisi buku bersampul kulit yang
beragam. Dan Kenesha mencoba memutar kenop pintunya.
Di luar dugaan, pintunya tidak terkunci. Kenesha
masuk dengan ragu. Ia menyusuri lorongnya sambil memperhatikan ke setiap
penjuru. Berharap kalau Gil Po Nam bakal muncul dari balik salah satu lemari
dan menyambutnya. Namun, hampir sepuluh menit berlalu dan ia tidak menemukan
siapapun. Kenesha lalu mulai mencari buku yang ia baca kemarin. Tidak susah
sebenarnya, karena ia ingat jelas di mana ia meletakkan buku itu. Tapi, seakan raib,
buku itu tidak lagi berada di sana.
Apakah
seseorang telah membelinya? Keluh Kenesha frustasi. Ia hampir menangis
ketika melewati konter kasir dan melihat sebuah buku bersampul kulit tergeletak
begitu saja di atas meja. Cepat-cepat Kenesha menghampiri meja dan meraih buku
itu.
Itu buku yang sama. Seketika Kenesha
mendesah lega. Dia meraup dompetnya dari dalam tas. Tetapi kemudian Kenesha ingat
kalau ia tidak tahu berapa harga buku ini. Salah satu pikiran sintingnya
mengusulkan untuk meminjam buku itu, sebab
Kenesha merasa berdosa jika ia mengambilnya begitu saja. Dan akhirnya, setelah
menimbang cukup lama, ia memutuskan untuk merobek selembar kertas di buku itu. Tepat
pada penjelasan cara berpindah tempat
melalui dua media terpisah.
Kenesha tidak tahu apakah menyobek
selembar kertas termasuk dalam katagori pencurian, tapi ia sama sekali tidak
menyesal melakukannya. Karena kertas itu benar-benar berguna baginya.
Setidaknya untuk saat ini.
***
Kenesha mengecek SNS untuk terakhir kali,
saat jarum jam sudah berada pada pukul 11:45 pm tepat. Ia punya lima belas
menit penuh dan sama sekali tidak tergesa-gesa. Seminggu yang lalu Kenesha
telah mengirimkan sebuah paket ke alamat Lee Donghae dengan sebuah surat
permohonan agar ia mau memakai piyama yang Kenesha kirim. Kemarin pagi pria
dengan senyum mempesona itu memposting sebuah gambar—tumpukan hadiah yang ia
terima selama satu minggu—dan ia melihat paket yang dikirimnya ada di bagian
teratas.
Piyama yang membungkus tubuh Kenesha saat
ini berukuran sangat besar. Lengannya terjulur jauh melewati ujung tangan
Kenesha. Tapi Kenesha bahkan tidak menggulungnya sama sekali. Dadanya berdebar
keras, menanti saat jarum jam berpindah ke angka dua belas tepat. Ia memikirkan
Donghae, berharap penuh agar pria itu memakai piyama yang ia berikan. Kenesha
berdoa habis-habisan, hingga matanya terpejam kuat.
Dua minggu yang lalu Kenesha merobek kertas
dalam buku panduan itu dan ia masih merasa bersalah hingga sekarang. Berulang
kali Kenesha ingin kembali ke sana dan mengembalikannya pada Gil Po Nam tapi ia
menahan diri. Setidaknya ia harus menguji teori pria tua itu dan akan
mengembalikannya setelahnya. Kenesha menghabiskan satu hari penuh untuk
memikirkan benda apa yang harus ia berikan pada Donghae. Tetapi karena
perpindahannya hanya berlangsung pada malam hari, maka benda itu haruslah
menjadi benda yang tetap digunakan ketika malam tiba. Mulanya Kenesha membuat
dua buah gelang etnik berwarna cokelat tua, tetapi ia kemudian berpikir kalau
Donghae pasti tidur dengan melepaskan semua aksesoris. Kenesha juga membeli kain
katun nyaman untuk dijadikan kaus, tapi kemungkinan Donghae akan mengenakannya pada
malam hari akan semakin kecil.
Jadi, setelah berpikir keras, Kenesha memutuskan
untuk memberikan piyama. Karena menurutnya, piyama berbahan satin lembut berwarna
biru gelap itu akan memiliki kesempatan untuk dipakai Lee Donghae ketika ia
akan tidur. Kenesha membeli sepuluh meter kain satin, menjahitnya sendiri dengan
bantuan beberapa orang temannya dan menambahkan detail pada piyama itu. Sehingga
ia yakin tidak ada piyama yang sama persis di dunia ini dengan piyama yang dibuatnya.
Pukul dua belas kurang tiga menit. Kenesha
menelan ludah dengan gugup. Berdoa sebanyak yang ia bisa agar malam ini ia bisa
berpindah tempat. Kenesha menggambar garis Sembilan puluh derajat dalam
lingkaran itu—yang berarti lima belas menit—karena ia telah yakin kalau ia akan
berpindah ke kamar Lee Donghae.
Pukul dua belas kurang satu menit—Kenesha melempar
pandangan gelisah ke arah jam, sedikit kesal kenapa jarumnya bergerak sangat
lama.
Dan akhirnya, ketika ketiga jarum pada jam
benar-benar berhenti di titik dua belas, Kenesha merasa ada sensasi aneh di
perutnya. Seakan ada yang menariknya dari dalam, tetapi tidak membuatnya
kesakitan. Rasanya seperti tergelitik, membuatnya berdebar penuh antisipasi.
Ada jeda selama satu detik penuh yang memusingkannya.
Ketika Kenesha menutup matanya dalam sedetik, efeknya terasa begitu berbeda. Sesuatu
berlalu seakan mengirimnya dalam pusaran angin sesaat. Ia bahkan belum menarik
napasnya tapi Kenesha tahu bahwa ia telah berpindah tempat. Ia telah berhasil.
Mata Kenesha membuka perlahan-lahan dan
pupilnya mengecil karena kegelapan yang mendominasi penglihatan. Kenesha tidak
berani bergerak—kepalanya sedikit disorientasi karena kini tubuhnya sedang
terbaring di atas tempat tidur dan—‘oh,
Tuhan’ batin Kenesha bersorak—di dalam selimut. Senyumnya mengembang saat ia
menyadari kalau ia sedang berada di atas tempat tidur Lee Donghae. Jantungnya
bahkan berdegup keras sekali, hingga Kenesha merasa takut kalau bunyinya bisa
terdengar. Tapi sebuah tangan melingkari tubuhnya secara tiba-tiba.
OH! Astaga
astaga astaga astaga astaga astaga astaga astaga—ya ampun ya ampun ya ampun ya ampun ya ampun ya ampun ya ampun!!!! Aku
sedang berbaring di sebelah LEE DONGHAE! YA TUHAN!!!
Kenesha menahan keinginan untuk berteriak bahagia,
ia menggigit bibirnya sampai rasanya menyakitkan dan tenggelam dalam aroma
tubuh Donghae. Pria itu wangi—amat sangat wangi. Ia bisa merasakan aroma shampo
Donghae yang tercium kuat. Dadanya berdetak kacau di bawah hembusan napas
Donghae yang teratur. Dengan hati-hati ia memutar ke samping, ke arah tubuh
Donghae yang tengah memeluk Kenesha. Kenesha menyadari, kalau ia bisa berpikir
normal, tidak mungkin ia bisa senekat itu. Tapi kepalanya pusing, hasratnya
meledak bercampur gairah penuh debaran.
Dengan satu gerakan ringan dan penuh
kehati-hatian, Kenesha berhasil berhadap-hadapan dengannya sekarang. Napasnya
memburu ketika ia bisa merasakan posisi dada bidang Donghae di depan wajahnya. Kenesha
benar-benar ingin memeluk pria itu tapi kewarasannya melarang dengan kejam.
Jadi yang bisa ia lakukan hanyalah terbaring membisu, dalam pelukan Donghae
yang menenangkan dan sangat hangat. Kenesha berpikir kalau ia benar-benar
beruntung, dan baru saja berharap seandainya waktu berhenti selamanya agar ia
bisa terus berada dalam dekapan pria ini saat Donghae menggumamkan sesuatu.
“Hyung,
kha—pergi.”
Kenesha tak bergerak. Menanti dengan
jantung berpacu liar. ‘Apakah Donghae
sadar kalau ia memeluk seseorang?’
“Siwon
Hyung, kha!” gumamnya lagi. Tapi kening Kenesha berkerut saat mendengarnya.
‘Kenapa
Donghae memanggil Siwon dengan sebutan Hyung? Bukankah mereka seumuran? Dan
sepertinya suara terdengar Donghae sedikit berbeda’. Kenesha tak pernah
mendapat jawaban apapun karena detik berikutnya selimut dibuka paksa. Lampu
menyala terang ketika ia mendengar Donghae berkata lagi dengan nada kesal.
“YAK!
PALLI KH—”
Mata Kenesha membulat. Pria yang berada di
sampingnya juga tengah menatapnya kaget. Wajah pria itu kelihatan amat syok
dengan rahang terbuka lebar dan mata melotot. Gerakannya yang sedang
mengibaskan selimut ke udara terhenti begitu saja. Tapi ada yang salah. Pria
yang memiliki rambut cokelat gelap itu sama sekali tidak mirip Lee Donghae.
Mereka sama-sama tampan, tapi jika di mata Kenesha, Lee Donghae adalah seorang
malaikat, pria ini kebalikannya. Dia iblis. Dan dia adalah Cho Kyuhyun.
“AAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHH—!!!!!!!”
Teriaka Kenesha mungkin sama nyaringnya
dengan teriakan Kyuhyun. Ia bangkit dengan panik, masih berteriak dan mencoba
menutup tubuh secara refleks dengan kedua tangannya—meski seluruh tubuhnya
tertutup piyama. Kaki Kenesha tersandung sesuatu saat mencoba menjauh dari
tempat tidur dan ia terjungkal ke lantai.
Kyuhyun
juga menutupi tubuhnya dengan selimut yang ia pegang. Napasnya memburu dan jantungnya
seakan melompat keluar. Ia separuh yakin kalau semuanya Cuma ilusi. Tapi ketika
melihat gadis itu terjungkal di atas lantai dan mengaduh keras, Kyuhyun
memusatkan pandangannya. Hal terakhir yang ingin ia dapatkan setelah latihan
drama musikalnya yang melelahkan seharian ini adalah seorang gadis yang entah
bagaimana muncul begitu saja dalam selimutnya.
“Kau—kau siapa? Kenapa kau ada di sini?!”
tuntutnya marah. Kyuhyun melihat gadis itu mengusap kepalanya yang terbentur. Tapi
gadis itu malah balik menatapnya marah.
“Kenapa kau memakai piyama itu?” tanya
Kenesha berang. Ia maju satu langkah dan Kyuhyun menekan selimutnya hingga ke dagu—merasa
sedikit takut dengan tatapan Kenesha.
“Kau pasti fans gila—”
“Buka! Jangan pakai piyama itu!!” jerit
Kenesha tak mau kalah.
Kyuhyun kini berpikir kalau gadis itu
maniak gila yang brutal. Kenapa ia bahkan harus membuka piyamanya? Dan dalam
gerakan tiba-tiba, Kyuhyun bangun lalu menerjang Kenesha dengan selimut. Ia
mengunci Kenesha di atas lantai—menggeliat seperti ulat bulu di bawah kedua
tangan Kyuhyun yang menahan pergelangan tangannya.
“Dari mana kau bisa masuk? Cepat beritahu!
Sebelum kupanggil polisi sekarang juga!” Ancam Kyuhyun berang meski Ia
benar-benar berniat melakukannya. Sebab seorang gadis yang menerobos kamar
idolanya benar-benar sudah kelewatan.
Kyuhyun bisa merasakan tubuh gadis itu
membeku sejenak dan ia yakin ancamannya cukup manjur. Ia mengamati gadis itu,
dengan bola mata cokelat hitam indah dan hidung mancung sempurna. Tetapi
bibirnya mendesis kesal.
“Lepaskan aku!” Sergahnya marah. “Piyama
itu milik Donghae! Kenapa malah kau yang memakainya?”
Kali ini ganti Kyuhyun yang tertegun. Ia sama
sekali tidak sadar telah mengurangi tenaganya, hingga gadis itu menggeliat
lagi, mencoba melepaskan diri. “Siapa kau?” tanyanya sedikit terpukau.
Kenesha melotot padanya. Menyumpah tanpa
suara saat ia balas membelalak pada Kyuhyun. Kyuhyun kemudian menambah
tenaganya hingga tangan Kenesha membiru kehilangan oksigen.
“Kau ingin mati, ya? Dasar stalker gila.
Aku akan menuntutmu kalau kau tidak menjawabku—”
Tapi hal aneh tiba-tiba terjadi. Kyuhyun
masih memegangi pergelangan tangan gadis itu, berlutut di atas tubuhnya ketika mendadak
tubuhnya menghilang begitu saja. Ia
melotot ngeri pada tubuh yang seharusnya
berada di sana tapi kini telah lenyap. Selimut yang tadinya menutupi gadis itu kini teronggok tanpa beban ke atas
lantai. Tangannya—yang ia yakini tengah mengunci pergelangan tangan gadis itu—kini
menggenggam udara kosong.
“Ap—tidak mungkin—” racau Kyuhyun
ketakutan. Ia memandangi sekelilingnya, berharap bisa menemukan seseorang yang bersedia memberikan jawaban
atas hilangnya gadis itu secara tiba-tiba. Tapi ini bukan drama, dan ia merasa tubuhnya
menggigil hingga ke tulang-tulangnya.
“Cho Kyuhyun, kau hanya kelelahan. Itu
semua ilusi.” Ujarnya pada diri sendiri. Kyuhyun bangkit, berputar dalam
beberapa langkah singkat dan memutuskan untuk berbaring kembali. Dadanya
berdebar penuh rasa cemas. Ia mulai takut kalau otaknya sudah kacau. Tapi saat
ia menaikkan selimut, Kyuhyun mengamati telapak tangannya. Ia cukup yakin kalau
tangannya menggenggam pergelangan tangan gadis itu. Rasanya hangat. Dan kedua
mata gadis itu menatapnya tepat di mata—
“Berhenti, Cho Kyuhyun. Kau harus
istirahat. Semua itu tidak nyata.” Bentak Kyuhyun. Ia menendang selimutnya
menjauh dan tidur dengan meringkuk kedinginan.
***
Kenesha terjatuh di atas lubang yang ia buat
di kamarnya. Tubuhnya masih limbung saat ia mencoba berdiri. Jantungnya seakan maraton
di dalam rongga dadanya, berdetak begitu cepat hingga ia kesusahan menarik
napas. Bunyi jarum yang berputar dalam jam dinding di atas kepalanya terdengar
menenangkan sekaligus menyadarkannya. Ia mengejap, menggeliat juga mengerang.
‘Kenapa
harus Kyuhyun?’ desahnya kesal. Itu memang piyama yang diberikan Kenesha.
Ia bisa melihat sulaman di saku dada pada piyama yang di kenakan Kyuhyun. Seharusnya
Donghae-lah yang memakai piyama pemberian Kenesha. Tapi kenapa malah pria
dengan julukan Evil itu yang
memakainya?
Bukannya Kenesha membenci pria itu—Cho
Kyuhyun. Meski ia mengagumi suara pria itu, sejujurnya Kenesha tidak menyukai
kepribadian Kyuhyun yang menurutnya kelewatan. Kenesha tidak mengerti apa yang
menarik dari sifatnya yang menyebalkan. Satu-satunya hal bagus pada dirinya
mungkin hanya suaranya yang merdu. Tapi coba saja ia mengatakan hal itu pada teman-temannya,
belum lagi Kenesha menyelesaikan kalimatnya, mereka sudah menyuruhnya tutup
mulut dengan mengancam akan menyumpalnya dengan gumpalan batu neraka. Tipikal
fans Cho Kyuhyun sekali.
Dan mendadak Kenesha merasa sangat bodoh
karena sudah berdebar-debar dalam dekapan pria itu.
‘Oke
deh, Kyuhyun benar-benar wangi.’ Aku Kenesha pada dirinya. Ia bahkan masih
bisa membaui pria itu saat ini. Tapi bukan berarti perbuatannya bisa di
maafkan. Yang ia inginkan adalah Donghae. Bukan namja dengan sifat menyebalkan seperti Kyuhyun.
Dan karena cara berpindah tempat dengan
dua media yang terpisah ini benar-benar bekerja padanya, ia harus membuat piyama
lain—atau setidaknya mencari cara lain.
***
“Hyung.” Kyuhyun menggedor pintu kamar
Donghae yang masih terkunci rapat. Ia mengulangnya hingga lima kali dan tidak mendengar
apapun. “Donghae Hyung!” teriaknya mulai kesal. Tapi sama sekali tak ada
jawaban. Kyuhyun tidak menyerah. Ia kemudian mengambil sepatunya dan mulai
menggedornya kasar hingga Hyung-nya terbangun dengan wajah kesal.
“Diamlah!” bentak Donghae marah. Ia
menguap lebar, seluruh rambutnya kusut dan mencuat ganjil.
Kyuhyun memandanginya sambil mendengus. “Kalau
fans-mu tahu seperti apa tampangmu ketika bangun tidur, aku yakin mereka akan
menangis histeris. CKckck.”
Donghae melempari Kyuhyun dengan bantalnya
kemudian kembali berbaring. Kyuhyun sendiri langsung masuk setelah menghindar
dari bantal itu. Ia menatap ke sekeliling kamar Donghae yang berserakan. Ada
tumpukan CD yang terbuka di bawah kolong tempat tidurnya, beberapa pasang baju
yang tergeletak di atas lantai dan sebuah gitar akustik di sudut ruangan.
“Dasar jorok,” maki Kyuhyun pelan, menjaga
agar suaranya tidak terdengar Donghae. “Hyung! Jangan tidur lagi—aku ingin
bertanya sesuatu padamu!” teriaknya cepat ketika melihat tarikan napas Donghae
yang kembali teratur.
Donghae mengerjap enggan, menguap dan
menggeliat di atas ranjangnya. “Apa.” Katanya separuh tak sadar.
“Ini—lihat piyama ini, kau lihat? Kau mendapatkannya
dari siapa?” Kyuhyun menyodorkan piyama dalam genggamannya tepat di bawah
hidung Donghae. Pria itu mengernyit saat melihatnya, tampak berusaha mengingat
namun tak terlalu peduli.
“Aku tidak tahu.” Katanya sambil lalu dan
berguling kembali dalam tidur.
“Bangun—Lee Donghae, bangun! Jawab dulu pertanyaanku!”
seru Kyuhyun kesal. ia mengguncang tubuh Donghae sampai pria itu mendorongnya
menjauh.
“Yak, Cho Kyuhyun! Aku baru tidur dua jam!
Bisakah kau membiarkanku sendirian?” kali ini ia setengah memohon. Tapi tetap
saja tubuhnya telah duduk. Donghae menatap piyama itu dalam diam. “Ini milikku?
Di mana kau mendapatkannya?” wajahnya menatap Kyuhyun tak mengerti.
“Bukannya semalam kau bilang ada yang
mengirimimu piyama satin? Siapa yang mengirimkannya?”
Donghae membeku sejenak tapi ia segera
tersadar. “Jadi kenapa kau bisa memakai piyamaku?”
Kyuhyun berdeham satu kali dan berusaha terdengar
tak acuh. “Karena aku menemukan sebuah kotak di bawah meja makan kemarin ma—”
“YAK!” teriak Donghae begitu keras hingga
Kyuhyun menutup telinganya. “Kenapa kau selalu memakai barangku tanpa izin?”
“Siapa bilang aku memakainya tanpa izin? Aku
sudah bilang padamu kalau aku butuh pakaian ganti untuk tidur dan kau yang
mengatakan kalau aku bisa memakai piyamamu, ingat?”
Pandangan Donghae menerawang jauh. “Oh,
iya.” Ujarnya setelah beberapa saat.
“Jadi, katakan padaku, siapa yang
memberimu piyama ini?”
“Seorang fans.” Jawab Donghae lalu kembali
merebahkan tubuhnya.
“Siapa? Kau kenal dia?”
Donghae menatap Kyuhyun seakan magnae
Super Junior itu memiliki tiga bola mata. “Tentu saja tidak. Kenapa kau berisik
sekali, sih? Tinggalkan aku, aku ingin tidur.”
“Kau pasti punya suratnya. Iya, kan? Berikan
suratnya padaku.” Kyuhyun menahan selimut Donghae, membuatnya berteriak kesal
dengan mata memerah.
“Ada di dalam laci ke tiga di sana. Ambil
yang kau mau dan keluar! Tinggalkan aku sekarang!” Jeritnya frustasi, tak
mempedulikan cengiran puas Kyuhyun dan ucapan terima kasih dari hobae-nya itu.
Kyuhyun mengambil seluruh surat di dalam
laci ke tiga dan membawanya ke kamar. Di sana ia membuka semua surat,
membacanya penuh ketelitian. Mencari sesuatu yang berhubungan dengan piyama. Meskipun
Kyuhyun enggan mengakuinya, tapi ia benar-benar penasaran dengan gadis yang
semalam muncul di dalam selimutnya. Ia tidak ingin mengakui bahwa otaknya mulai
rusak, jadi yang harus ia lakukan adalah menemukan bukti kalau gadis itu benar-benar ada. Kecuali gadis itu ternyata setan
aneh yang bisa muncul dan menghilang sesuka hati, Kyuhyun harus meyakinkan
dirinya kalau ada sesuatu yang aneh pada
gadis itu.
***
Suasana di balik jendela kamarnya di
penuhi titik-titik terang lampu jalan dan berlatarkan langit malam. Kenesha
membuka jendela perlahan, membiarkan angin segar menyusup dalam kamarnya. Ia
mendesah, mencoba menenangkan pikirannya yang terus gelisah beberapa hari ini. Keputusan
untuk kembali mengirimkan hadiah pada Lee Donghae membuatnya cemas. Kenesha melempar
pandangan ke atas mejanya, melihat sebuah kapur yang ia sisipkan dalam sebuah
tabung pipih kecil yang terbuat dari besi. Di bawah kapur itu ada selembar
kertas, berisi tentang panduan cara berpindah tempat.
Kenesha mendesah keras. Ia berbaring di
atas tempat tidurnya dan mengamati permukaan dinding kamarnya yang sedikit
luas. Hampir semuanya dipenuhi oleh poster Lee Donghae—meski beberapa
diantaranya juga ada poster Super Junior. Wajah pria itu bahkan memenuhi
sepertiga permukaan dinding di hadapannya. Dalam poster itu Lee Donghae tengah
tersenyum—manis sekali, hingga Kenesha selalu ikut tersenyum saat ia
melihatnya.
Ia sendiri tidak tahu apa yang bisa
membuatnya begitu tergila-gila pada Lee Donghae. Tapi semuanya terjadi begitu
saja, dan tahu-tahu seluruh kepalanya sudah
di penuhi Lee Donghae. Seakan pria itu muncul dalam sekejap lalu mengguncang
hidupnya yang dulunya normal. Sejak Kenesha mengenal pria itu, ia tidak bisa melihat pria lain. Hanya ada Lee
Donghae. Cuma pria itu. Kenesha juga tidak pernah absen dalam semua
konser-konser Super Junior atau event-event yang dihadiri Donghae di Seoul. Ia
juga pernah jauh-jauh ke Busan hanya untuk melihat konser Donghae-Eunhyuk hanya
karena konser itu tidak digelar di Seoul. Semuanya demi Lee Donghae dan Kenesha
merasa tidak adil jika pria itu bahkan tidak mengetahui perasaannya.
Kenesha harus bertemu pria itu, apapun
yang terjadi.
Satu minggu setelahnya, Kenesha telah
menggambar sebuah lingkaran penuh dan membuat dua belas titik di atas lantai
kamarnya. Ia menarik garis 180 derajat, membagi kedua lingkaran dan berdiri di
tengah-tengahnya. Kenesha melirik jarum jam. Lima menit lagi tengah malam tepat
dan ia memegang sebuah gelang etnik yang kini melingkari pergelangan tangannya
dengan penuh konsentrasi. Ia membayangkan wajah Donghae. Tertidur dengan gelang
di tangannya. Kenesha berbisik sementara matanya terpejam.
Ia bahkan tidak sempat melirik ke arah jam
untuk terakhir kali sebab Kenesha kembali merasakan sensasi aneh di perutnya. Satu
detik berlalu begitu lama dalam ingatannya dan saat ia membuka mata, Kenesha
telah berdiri di dalam ruangan yang gelap. Ia sedikit kecewa, karena pikiran
sintingnya setengah berharap kalau ia akan berbaring di samping Lee Donghae yang
sedang tertidur.
Kenesha mengerjap beberapa kali, mencoba beradaptasi
dengan kegelapan. Ia tidak bisa melihat apapun selama beberapa saat tetapi ketika
ia pikir semuanya mulai berubah warna menjadi abu-abu pucat, seseorang
menyalakan lampu.
“Selamat datang kembali, Park Kenesha.”
Dalam satu gerakan cepat, Kenesha memutar
mencari suara itu. Ia menahan teriakannya di ujung lidah namun tubuhnya
berjengit tanpa bisa dicegah.
Kyuhyun berdiri di depan pintu. Tangannya bersedekap
dan pandangannya menyipit tajam. Ada seberkas kepuasan di wajahnya, sementara
gelang pemberian Kenesha menggantung ringan di pergelangan tangan kanan
Kyuhyun.
Kenesha menutup mulutnya ketakutan. Kekecewaannya
berganti dengan rasa cemas yag memenuhi seluruh sendi kakinya. Bagaimana
Kyuhyun bisa tahu siapa namanya?
“Aku tidak menyangka kau benar-benar
kembali,” ujar Kyuhyun dengan nada puas yang tak bisa disembunyikan. “Sekarang,
jelaskan padaku bagaimana kau bisa sampai di sini? Muncul begitu saja dalam kegelapan?”
Tubuh Kenesha menggigil. Ia merutuki kebodohannya
yang menggambar sudut 180 derajat di kamarnya, karena dengan begitu, Kenesha
tidak akan bisa kemanapun selama setengah jam kedepan.
Kyuhyun menatap wajah Kenesha yang memucat
dan sebersit rasa bersalah melanda hatinya. Ia tidak menyangka gais itu
benar-benar bisa kelihatan begitu ketakutan. Padahal beberapa menit yang lalu,
Kyuhyun-lah yang melonjak kaget saat mengira kalau gadis itu hantu.
“Kalau kau berani menghilang lagi, aku akan
menelpon polisi dan memberikan namamu. Mengerti?” Setelah mengatakannya,
Kyuhyun semakin merasa bersalah karena Kenesha terlihat seputih kapas sekarang.
Pipinya bahkan tak berwarna sama sekali.
“Kenapa kau tahu aku akan muncul?” tanya
Kenesha nyaris berupa bisikan lirih. Ia menatap Kyuhyun ketakutan.
Dengan santai Kyuhyun menunjuk gelang yang
melingkari pergelangan tangannya. “Aku ini jenius, kau tahu?” katanya berbangga
diri. “Aku berhasil tahu kalau kau sebenarnya ingin mengunjungi Donghae tetapi gagal
karena akulah yang memakai piyama itu. Lalu aku memantau kapan kau akan
mengirimkan hadiah lain dan memakainya 24 jam.” Jelas Kyuhyun senang. Ia
memutar gelang di tangannya satu kali sebelum beralih kepada Kenesha.
Kenesha mengkerut di bawah tatapan Kyuhyun
yang terlihat aneh. Wajahnya pias oleh kekhawatirannya yang memuncak. Ia tidak
bisa menampik apapun lagi. Kyuhyun benar seluruhnya.
“Jadi, aku harap aku bisa mendengar
jawabanmu, Kenesha-ssi.” Sambung Kyuhyun lagi. “Bagaimana kau bisa muncul?”
“T—tidak tahu.” Jawab Kenesha bergetar.
Kyuhyun maju satu langkah lagi. Wajahnya terlihat datar.
“Kau ingin aku mengadukanmu ke polisi? Atau
Donghae barangkali?”
Kenesha memandang Kyuhyun cepat, separuh
berharap kalau pria itu sedang main-main. Tapi dengan ekspresi Kyuhyun yang
mengeras, Kenesha tahu pria itu akan melakukan ancamannya jika Kenesha tidak menjawabnya.
“Aku melakukan—beberapa hal—”
“Kau melakukan sihir? Kau bisa sihir?”
potong Kyuhyun penasaran. Kenesha melihat kilatan antisipasi di mata pria itu dan
mendengus kesal.
“Tidak.” Sergahnya. “Itu bukan sihir—hanya
membuka dimensi untuk bisa memotong jarak—”
“Bagaimana kau melakukannya?”
“Ada beberapa tahap.” Jawab Kenesha ragu. “Tapi
cara ini tidak begitu fleskibel dengan waktu. Hanya bisa bertahan paling lama
satu jam dan—”
“Satu jam? Tapi kemarin kau menghilang
begitu cepat—”
“Bisakah kau tidak menyelaku?” kata
Kenesha marah. Ia memandangi kyuhyun kesal. Alisnya bertautan dan bibirnya terkulum.
Kyuhyun baru akan meminta maaf padanya ketika
terdengar suara di depan pintu kamarnya. “Yak, Kyuhyun-ah! Kau berbicara dengan
siapa?”
Mereka berpandangan dengan ketakutan yang tampak
jelas. Kyuhyun menarik Kenesha yang tengah menatapnya bingung dan langsung
mendorongnya ke atas tempat tidur. Belum lagi Kenesha bisa menyuarakan protesnya,
pria itu telah menutup seluruh tubuhnya dengan selimut. Kenesha mengira jika
Kyuhyun akan keluar dan menjelaskan pada seseorang yang terdengar seperti suara
Heechul. Tapi tubuhnya langsung membeku ketika mendadak Kyuhyun membaringkan
diri di sampingnya dan memeluknya erat sekali.
Jantungnya—jantung mereka berdetak dalam debaran
tak terkendali. Kenesha bisa mendengar irama jantung Kyuhyun yang berdenyut
gila-gilaan, menggema di telinganya. Bercampur dengan kerasnya debaran
jantungnya sendiri. Tapi sesuatu yang mengganggunya bukan detak jantung Kyuhyun
ataupun kenyataan kalau Heechul baru saja memasuki kamar Kyuhyun, tetapi karena
aroma Kyuhyun menyerbu penciumannya begitu hebat, hingga kepalanya terasa
sakit.
Aroma pria itu sangat khas. Manis, lembut,
menyenangkan dan sensual. Kenesha bisa mencecap aroma itu di ujung lidahnya. Belum
lagi kedua tangan Kyuhyun yang melingkari pundaknya. Dada Kyuhyun yang bidang
itu kini berada persis di depan wajah Kenesha, dan ia yakin wajahnya sudah
semerah kepiting rebus sekarang.
“Apa dia mengigau?” gumam Heechul
mengangkat bahu lalu berjingkat keluar kamar, berusaha tidak membangunkan Kyuhyun
dengan kehadirannya dan mematikan sakelar lampu Kyuhyun, membuat kamarnya
menjadi gelap gulita.
Setelah beberapa menit, keadaan kembali
sunyi senyap. Bahkan tidak terdengar apapun selain suara tarikan napas mereka
yang menggema kasar. Kyuhyun menyadari efek dari perbuatannya. Dan ia tidak
mengerti kenapa hal ini mengganggu jantungnya. Tapi ia juga tidak bisa
menjelaskan kenapa tubuh gadis itu terasa begitu hangat sekaligus kecil—nyaris
ringkih dalam pelukannya. Dengan canggung Kyuhyun membuka selimut dan tersentak
ketika aroma Kenesha menyeruak keluar.
Hidungnya kini penuh aroma stroberi yang
manis sekali. Ia melihat gadis itu berbaring tidak bergerak, mengenakan piyama satin
seperti yang ia kenakan beberapa waktu yang lalu dengan tubuh kaku. Ada sesuatu
pada gadis itu yang mendorong Kyuhyun untuk menggodanya. Dan ia yakin
separuhnya karena aroma Kenesha yang begitu enak.
“Kau baru saja dipeluk Hallyu Star nomor satu di dunia. Tidakkah
kau ingin berterima kasih?” kata-kata Kyuhyun mengalir seperti bisikan. Di
dalam kegelapan pun Kyuhyun tahu gadis itu merona.
“Hallyu
Star nomor satu di hatiku adalah Lee Donghae,” jawabnya tajam. Kyuhyun
menahan diri untuk mencibir gadis itu karena ia tidak ingin harga dirinya
terluka.
“Kalau begitu seleramu payah.” Bisik
Kyuhyun lagi. Berusaha tidak terdengar kesal meskipun jelas-jelas gagal.
Kenesha duduk di atas tempat tidur, mengerjapkan
matanya dengan cepat. Ia menangkap bayangan wajah Kyuhyun yang sedang
menatapnya. “Setidaknya seleraku lebih baik daripada seseorang yang
terus-terusan memakai barang orang lain.” Sindirnya kejam.
Kyuhyun menarik napasnya marah. Ia tidak
suka dengan nada yang digunakan Kenesha barusan. “Park Kenesha-ssi.” Tegur
Kyuhyun geram. “Aku tidak seperti yang kau pikirkan—”
“Jadi seperti apa?” tantang Kenesha. Alisnya
terangkat tinggi. Matanya menyipit tak suka, meski kenyataannya Kyuhyun tak
bisa melihat gadis itu.
“Aku sedang melakukan sedikit penelitian
dan ternyata aku benar! Kau muncul malam ini! Dan aku mau kau menjelaskanku bagaimana
kau bisa di sini atau—”
“Atau apa?” tanya Kenesha terbakar amarah.
Gadis itu sebenarnya tidak mengerti kenapa jantungnya tidak mau kembali tenang.
Dan ia menyimpulkan kalau kemarahanlah yang menjadi penyebabnya.
“Aku bisa membawamu ke kantor polisi
sekarang juga.”
Kenesha terpaku beberapa detik. “Kau tidak
akan melakukannya.” Katanya terdengar yakin. “Kalau kau memang ingin membawaku
ke kantor polisi, kau tidak akan menyembunyikanku tadi.”
Kyuhyun terenyak. Ia bersyukur bahwa lampu
kamarnya mati, jadi Kenesha tidak akan pernah menyadari kalau ia sedang menatap
kagum kepada gadis itu. Kepada kepintarannya yang kritis. Kenesha benar. Ada
sesuatu yang memerintahkan dirinya agar menyembunyikan gadis itu dari siapapun. Perasaan aneh ini terdengar
menggelikan, karena ia sendiri tidak bisa menjelaskan alasannya dengan baik.
“Berikan tanganmu.” Perintah Kyuhyun. Kenesha
menarik kedua tangannya di dada tanpa sadar. Kyuhyun mendesah lalu menyalakan
lampu pijar kecil di samping tempat tidurnya. Mengubah keadaan kamar menjadi
temaram.
“Kenesha-ssi,” panggil Kyuhyun lagi. Kali
ini Kenesha bisa melihat jelas raut wajah Kyuhyun yang mengancam. “Aku
memperingatkanmu bukan sebagai seorang idola, tapi sebagai seorang pria. Berikan tanganmu sekarang. Atau..
kau bisa tahu apa resikonya berada di kamar seorang namja pada jam segini.”
Di luar kendalinya, tubuh Kenesha bergidik
dan ia melihat paras Kyuhyun yang rupawan namun serius. Bibirnya mengatup
garang, membuat Kenesha mengulurkan tangannya dengan gemetaran. Kyuhyun meraih gelang
di pergelangan tangan Kenesha sebelum gadis itu menyadari perbuatannya. Kenesha
menjerit kecil, namun segera sadar untuk memelankan suaranya.
“Kembalikan!” seru Kenesha dalam bisikan. Ia
membutuhkan gelang itu untuk bisa kembali.
Kyuhyun menaikkan tangannya tinggi—jauh
dari jangkauan Kenesha. “Aku hanya ingin melihatnya! Dasar pelit.” Keluhnya tak
suka. Kyuhyun memunggungi Kenesha dan memperhatikan kedua gelang dari bawah lampu
pijar. Ia mengernyit melihat betapa miripnya kedua benda itu.
“Berikan!!” Kenesha mencakar punggung Kyuhyun,
mencoba mendapat perhatian pria itu. “Benda itu tidak boleh lepas dari tanganku
atau aku tidak bisa kembali!”
Wajah Kyuhyun memutar, menghadapi Kenesha
dengan cengiran lebar. Seketika Kenesha tahu bahwa ia telah salah bicara. “Ah..Keurae..” Bisiknya puas. Senyum
Kyuhyun yang dibenci Kenesha itu terukir jelas di wajahnya. Kenesha menggigit
bibir cemas.
“Kalau begitu kau harus memohon padaku.”
Kenesha menggertakkan giginya. “Berikan
atau—”
“Atau aku mengadukanmu. Sekarang, Park Kenesha.”
Kenesha menahan amarahnya. Hidungnya
kembang karena emosi. Ia menatap Kyuhyun dengan pandangan membunuh. Tapi pria
itu masih duduk tegak dengan tangannya menggenggam gelang Kenesha erat-erat dan
wajah penuh kemenangan.
“Kumohon, Kyuhyun-ssi, kumohon—”
“Panggil aku ‘Oppa’,” perintahnya lagi, mulai menikmati raut wajah Kenesha yang
berubah-ubah seperti lampu lalu lintas.
“O—Oppa, Kyuhyun Oppa. Kumohon—eh, berikan
padaku, gelangku,” Kenesha nyaris menangis. Airmatanya sudah berkumpul di sudut
matanya. Tapi lebih karena ia terlampau kesal dan tak memiliki pilihan. Kenesha
melirik jarum jam di kamar Kyuhyun. Wajahnya semakin pucat. “Kumohon, Kyuhyun
Oppa. Aku harus memakainya sekarang. Waktunya tinggal sebentar lagi—”
Masih dengan senyumannya yang penuh percaya
diri, Kyuhyun bangkit, meraih ponselnya lalu menyerahkan benda itu pada Kenesha.
“Beritahu aku nomor ponselmu.”
Kenesha terperangah. Menatap Kyuhyun yang sedang
menaikkan alisnya tinggi.
“Ayo, cepat, Park Kenesha-ssi. Kau tidak
ingin pulang?”
“Kenapa? Untuk apa?”
“Aku mau kau kembali besok malam—tidak,
lusa. Aku punya rekaman radio besok. Lusa, kau harus kembali ke sini. Atau aku
akan menghubungi polisi dan menuntutmu karena perbuatan anarkis.”
Kenesha masih mematung, menekan panel
tombol pada ponsel Kyuhyun. Wajahnya kelihatan lebih bingung sekarang. “Tapi
kenapa? Kenapa aku harus kembali?”
Senyum Kyuhyun surut. Kedua matanya
menatap Kenesha dalam keremangan cahaya. “Aku masih penasaran mengenai beberapa
hal. Sekarang, jelaskan padaku apa yang harus kulakukan agar kau bisa kembali
ke sini lusa.”
Jarum jam sudah menunjukkan pukul 12:22,
Kenesha memutuskan untuk menjelaskan semuanya dengan cepat. Kyuhyun sendiri
menyimak dengan penuh perhatian dan memberikan senyumnya pada Kenesha saat
gadis itu selesai menjelaskan. Ia melempar gelang itu pada Kenesha dan meraih
ponselnya.
“Nah, selamat malam, Kenesha-ssi. Sampai
jumpa lagi.” Kata-kata Kyuhyun menggema begitu aneh tepat sebelum Kenesha
terseret ke dalam pusaran dimensi, mengirimnya kembali ke kamarnya yang sunyi.
Tetapi sejurus kemudian, ponsel Kenesha
berdering dan ia melihat nomor tak di kenal.
“Selamat
malam, Kenesha-ssi. Semoga kau… mimpi indah.” Bisik Kyuhyun penuh
kemenangan dari ujung sambungan. Kenesha bergidik dan mematikan ponselnya
begitu cepat.
“Ini mustahil.” Bisiknya pada dirinya
sendiri.
***
Kenesha mondar-mandir dalam kamarnya. Lingkaran
yang ia buat telah sempurna, tapi perasaannya kacau balau. Ia mengacuhkan ponselnya
yang kembali berdering dalam setengah jam belakangan. Itu pasti dari Kyuhyun. Pria
itu telah mengiriminya seratus sms
yang tak pernah di balas Kenesha. Semuanya hanya berisi ancaman kosong—yang menyebutkan
kalau Kenesha harus datang ke kamarnya malam ini. Kenesha benar-benar tidak
ingin kembali, tapi terakhir kali pria itu mengancam akan melacaknya dan menyebarkan
isu-isu jelek mengenai dirinya.
Dengan separuh jengkel, Kenesha berdiri di
atas lingkaran, menggambar waktu 30 menit, tapi ia menghapusnya. Kenesha
memutuskan untuk mengambil waktu 45 menit. Entahlah, ia sendiri tidak bisa
menjelaskan kenapa ia membutuhkan waktu lebih lama malam ini. Tapi firasatnya menyuruhnya
begitu.
Kali ini perpindahannya begitu tenang dan
cepat. Kenesha merasa telah terbiasa dengan sensasi di dasar perutnya. Ia
bahkan sudah mengantisipasi kamar gelap yang mungkin bakal ditemuinya. Tapi dugaannya
salah. Kamar Kyuhyun mungkin gelap, namun seberkas sinar menerangi ruangannya
yang besar. Ini bukan seperti kamar yang didatangi Kenesha sebelumnya.
Vas bunga putih berdiri cantik di atas
meja di sebelah kanannya. Ranjang Kyuhyun tampaknya dua kali lebih besar. Ada
cermin berbingkai oval yang kini berada persis di seberangnya. Kenesha
memandang melalui cermin dan tertegun melihat pemandangan di belakangnya. Ia
berbalik, mendapati balkon kamar yang terbuka. Angin bertiup sejuk, menghembus gorden-gorden
yang berdiam di sudut pintu balkon.
Kyuhyun berdiri memunggunginya, menatap langit
dengan gelas wine di tangan dan piyama satin biru gelap membungkus tubuhnya.
“Dasar tukang pamer.” Desis Kenesha dalam
kegelapan. Ia maju, mendekati Kyuhyun yang kelihatan penuh pesona dari
belakang.
“Selamat datang,” ujar Kyuhyun dalam
bisikan. Pria itu meliriknya sambil tersenyum menggoda dan Kenesha memberinya
dengusan kesal.
“Pesonamu tidak mempan. Berhenti
menggodaku.” Kata Kenesha sambil bersedekap. Kyuhyun mengerutkan keningnya.
“Siapa bilang aku sedang menggodamu?”
tanyanya tertarik.
Kenesha memutar matanya. “Tidak perlu ada
yang memberitahuku apa yang sedang kau rencanakan, Cho Kyuhyun-ssi. Mana
mungkin kau berbuat seperti ini—mencoba terlihat penuh gaya dengan wine, dan berdiri
di balkon saat aku muncul—kalau bukan ingin pamer pesona. Tapi, tunggu. Kita di
mana?”
Kyuhyun tesenyum geli mendengar Kenesha mencibir
penuh semangat. Tapi perhatiannya terpusat penuh pada ekspresi Kenesha yang
berubah-ubah. Nada suara gadis itu naik-turun, terdengar seperti aksen Seoul
yang nyentrik.
“Ini rumah orangtuaku.” Jawab Kyuhyun
santai. Dari sudut mata ia melihat Kenesha yang berubah syok. “Tenang saja,
tidak ada siapapun di rumah malam ini. Eomma dan Abeoji-ku sedang mengunjungi
Ahra Eonni.”
Kenesha terdiam mengangguk kecil, kendati
wajahnya memerah dengan cepat. Ia tak berani melirik Kyuhyun yang menyesap wine merah di tangannya. “Ka—kamarmu
bagus.” Bisik Kenesha mencairkan suasana.
“Benar. Tapi tempat tidurku lebih bagus.”
Gadis di sebelah Kyuhyun terbatuk canggung
dan mengipasi dirinya dengan tangan. Kyuhyun menatapnya geli. Pikirannya berjalan
melampaui kesadarannya sekarang. Ia harus mengakui bahwa wajah Kenesha sangat
menarik ketika gadis itu tersipu, merona semerah tomat.
“Ngomong-ngomong, Kenesha-ssi,” ujar
Kyuhyun. “Kau bekerja di mana?”
Kenesha memandang Kyuhyun penuh curiga, meski
akhirnya ia tetap bercerita pada pria itu. Tapi Kyuhyun juga tidak memberinya
kesempatan untuk menarik napas, sebab Kyuhyun terus-terusan bertanya segalanya pada Kenesha. Apa yang dia
lakukan, hobinya, kesukaannya, makanan favoritnya, bahkan kenapa Kenesha
menyukai Lee Donghae.
“Dia tampan,” aku Kenesha dengan wajah berkilau
terang.
“Aku juga tampan,” sambar Kyuhyun tak mau
kalah.
Kenesha mendengus kecil. “Mungkin, tapi
sifatmu menyebalkan.” Kata Kenesha.
Kyuhyun berbalik, mengernyit menatap
Kenesha. “Kenapa kau bilang begitu?”
“Karena itulah yang aku tahu.” Jawab
Kenesha berkeras. “Kau memiliki image
seperti itu. Dan menurutku kau benar-benar menyebalkan.”
“Astaga—itu hanya akting! Para talenta
harus memiliki ciri khas tersendiri kalau tetap ingin bertahan di dunia
hiburan, kau tahu? Lagipula aku sebenarnya baik—”
“Tidak ada orang baik yang mengatakan pada
orang lain kalau ia orang baik.” Sela Kenesha. Kyuhyun mengatupkan bibirnya
berang.
“Baik, menurutmu aku menyebalkan. Dan
menurutku kau juga menyebalkan.”
Kenesha membuang mukanya, menolak menatap
Kyuhyun yang kini memandangnya geram. Separuh hatinya mengerut jengkel dan
separuhnya bertanya-tanya mengapa ia bisa ada di sini.
Kyuhyun menuangkan wine dalam gelas dan menghabiskannya dalam sekejap—seakan ia sedang
minum soju, bukannya anggur mahal milik
Ayahnya.
Angin berhembus semakin dingin, menyusup
ke dalam setiap celah di kedua piyama mereka. Masing-masing menggigil dalam
diam, masih di penuhi emosi yang melingkupi perasaan mereka. Kenesha berusaha
menutup mulutnya rapat-rapat, bersumpah dalam hati kalau ia tidak akan pernah kembali
meskipun pria itu bakal mengancam akan memberi tahu presiden Korea sekalipun.
Sementara Kyuhyun merasa aneh dengan
pikirannya. Ia menolak mengakui bahwa harga dirinya terluka saat Kenesha lebih menyukai
Donghae daripada dirinya dan bahkan menganggapnya menyebalkan. Kyuhyun mengutuk
Donghae dalam hati, sedikit kesal kenapa Hyungnya memperoleh seorang fans
menyebalkan seperti Kenesha. Lagi, Kyuhyun mengisi gelasnya, membiarkan cairan
merah itu mengisi lambungnya hingga kepalanya terasa sakit.
“Sudah hampir 45 menit. Aku akan segera pergi.”
Kata Kenesha mendadak. Kyuhyun menoleh padanya. “Kuharap ini pertemuan terakhir
kita. Aku tidak akan kembali lagi ke si—”
“Jangan pergi.” Bisik Kyuhyun nyaris
teredam hembusan angin. Ia tidak menyadari perkataan—sekaligus perbuatannya. Tangannya
meraih lengan Kenesha. Kepalanya mulai sakit, tapi jantungnya berdetak sekeras
batu. Dan tiba-tiba Kenesha yang merona terlihat begitu cantik di matanya.
“Kyuhyun-ssi—”
“Jangan pergi.” Ulang Kyuhyun lagi.
Kenesha merasakan cengkraman Kyuhyun yang hangat
di lengannya. Piyamanya bergemerisik saat tiupan angin mengitari mereka. Ada
sesuatu dalam tatapan Kyuhyun yang membuatnya tak bisa bergerak. Semuanya
terjadi begitu mendadak, saat kedua mata Kyuhyun mengunci tubuh Kenesha tanpa
bisa bergerak kemanapun saat wajah Kyuhyun mendekat padanya.
Bibir pria itu menekan bibirnya. Terasa hangat,
tetapi juga penuh hasrat. Kenesha mendengar suara gelas yang jatuh, hancur
berkeping-keping di atas lantai karena kedua tangan Kyuhyun kini berada di
wajahnya—menangkup pipinya yang dingin. Seluruh indra Kenesha terbangun
mendadak, seakan tersengat oleh listrik statis yang memercik di ujung-ujung jari
Kyuhyun. Bibir pria itu mendesaknya perlahan, penuh kelembutan. Dan Kenesha
hanya bisa terdiam. Wajah Kyuhyun memiring ke kiri, napasnya menggema dalam
pendengaran Kenesha. Lalu semuanya lenyap.
Kenesha berdiri di dalam kamarnya dengan
napas terengah-engah. Matanya memandangi sekitar dengan bingung. Jantungnya
bertalu-talu, terasa ingin melompat keluar.
‘Ya
Tuhan.’ Bisiknya tak percaya. Ciumannya—ciuman pertamanya dengan seorang idol yang ia benci, Cho Kyuhyun. ‘Astaga.’
***
Sudah satu minggu sejak kejadian itu dan
Kenesha masih belum membalas pesan-pesan Kyuhyun yang memenuhi kotak masuknya. Pria
itu mengirimkan permintaan maaf, bujukan, serta ancaman yang mengharuskannya
untuk segera kembali. Tapi Kenesha bergeming. Ia mengacuhkan semuanya. Biarpun begitu, Kenesha tidak
bisa berhenti memikirkan Cho Kyuhyun. Di bawah sinar bulan, hembusan angin, dan
kedua tangan pria itu di pipinya. Kejadian itu berputar tanpa henti di
kepalanya, membuat Kenesha selalu berakhir dengan bibir terkulum—karena ia
masih ingat dengan jelas bagaimana rasanya bibir seorang Cho Kyuhyun yang digilai
banyak wanita.
“Kenapa kau terlihat kacau sekali, sih?”
tanya Sae Rin penasaran. Gadis itu mengayunkan tangannya di depan wajah Kenesha
yang segera tersadar. “Apa ada sesuatu yang terjadi selama aku di Jeju?”
“Tidak ada,” kilah Kenesha. Ia menghindari
tatapan Sae Rin yang mendelik tajam.
“Kau bohong.” Katanya cepat.
“Tidak.” Kenesha berkeras. Ia bangkit dan
menuju konter dapurnya. “Kau mau minum apa?”
Sae Rin masih memandangi Kenesha curiga. Ia
tahu ada yang disembunyikan gadis itu, tapi memilih untuk tidak mendesaknya. “Kopi
dengan krim.” Jawabnya kemudian. Tapi pandangannya segera beralih pada ponsel
Kenesha yang tergeletak di atas meja. “Ken, kau dapat pesan.”
“Biarkan saja,” kata Kenesha tak peduli. Ia
terlihat sibuk menyalakan mesin pembuat kopi. “Pasti dari orang yang sama.”
“Aiguuu…
Uri Kenesha,” ejek Sae Rin tersenyum. “Memangnya dari siapa? Pria?” tetapi sebelum
sempat Kenesha mencegahnya, Sae Rin telah berhasil membuka pesan itu.
“Dari… Cho Kyuhyun?” tanyanya bingung. Cepat-cepat
Kenesha meraih ponselnya, menghindari tatapan penasaran Sae Rin. “Cho Kyuhyun siapa?
Super Junior—?”
“Mana mungkin ada yang lain,” bisik
Kenesha lirih. Ia menghela napas panjang, bersiap-siap menceritakan seluruh
detail pada Sae Rin. Karena ia tahu Sae Rin tidak akan membiarkannya begitu
saja.
Sementara sedikit demi sedikit cangkir
mereka mulai kosong, Kenesha tetap melanjutkan ceritanya sambil memain-mainkan ponsel
di tangannya. Sae Rin mendengar seluruh cerita Kenesha dalam diam. Sesekali
gadis itu mengernyit, lalu bertanya beberapa hal yang tidak di mengertinya. Ia
juga berkeras untuk melihat kertas panduan yang Kenesha simpan di kamarnya. Dan
terlihat terpukau pada robekan kertas itu.
“Rasanya seperti
mustahil,” bisik Sae Rin kagum. “Tapi, kau benar-benar beruntung, Ken.”
Kenesha berdiam di
depan pintu kamarnya. “Kau.. percaya padaku? Kau tidak berpikir kalau aku
berbohong?” katanya tak percaya. Ia setengah berharap kalau Sae Rin akan
tertawa dan menganggapnya sinting. Mana mungkin ada yang bisa berpindah tempat.
Sae Rin mendengus geli.
“Aku tahu imajinasimu tidak sebagus itu, Ken,” gelaknya. “Sebenarnya aku Cuma
punya dua pilihan; mempercayaimu atau menganggapmu gila. Dan karena aku tahu
kau memang sudah gila, jadi, tentu saja aku mempercayaimu.”
“Terima kasih sudah
menganggapku gila,” ujar Kenesha masam.
“Coba pikir, perempuan
mana yang menolak Cho Kyuhyun selain kau?
Itulah kenapa kubilang kau gila.” Kata Sae Rin menyikutnya. “Tapi, jujur padaku.
Kau sebenarnya menyukainya, kan?”
Kenesha mengulum
bibirnya. “Tidak.” Sanggahnya terdengar hampa.
“Yak, Park Kenesha! Kau
itu benar-benar payah dalam berbohong. Jujur saja, apa yang kau rasakan saat berciuman
dengannya?”
Wajah Kenesha berubah merah
secepat kilat. Kilasan mengenai kejadian itu berkelebat begitu jelas di
kepalanya, membuat Sae Rin tersenyum lebar. “Jadi kau menyukai ciumannya? O-ho!”
“Bukan! Dia tiba-tiba—maksudku,
aku tidak tahu kalau dia akan menciumku—”
“Tapi kalau kau memang
membencinya, kau seharusnya
menolaknya. Mendorongnya menjauh lalu menamparnya!”
Kenesha terpaku.
Mendadak terpikir olehnya, kalaupun ia punya waktu seharian saat itu, ia tidak
akan pernah terpikir untuk melakukan apa yang Sae Rin katakan. Malah kalau ia
bisa jujur pada perasaannya, Kenesha merasa sedikit kecewa kenapa ia harus
kembali secepat itu. Seharusnya ia mengambil waktu lebih lama. Dan bisa
merasakan ciuman Cho Kyuhyun—
‘Astaga.’
“Aku tidak akan menyuruhmu
jujur padaku lagi. Tapi aku mau kau jujur pada perasaanmu, Ken.” Kata Sae Rin
penuh simpati. Ia sebenarnya tidak tega melihat wajah Kenesha yang kelihatan
bingung. Sae Rin tahu gadis itu pasti belum siap dengan perasaannya sendiri.
“Tapi, seandainya malam
itu aku bertemu dengan Lee Donghae, pasti semuanya tidak akan seperti ini.”
“Kalau kau berkeras
menginginkannya, kenapa tidak mencoba lagi? Kau bisa memastikannya sendiri.
Apakah kau masih menyukai Lee Donghae atau..” Sae Rin berhenti saat Kenesha
memandangnya galak. Ia tersenyum geli melihat kebodohan Kenesha.
“Aku memang ingin
melakukannya tapi kalau aku mengirim sesuatu, Kyuhyun pasti akan mengambil
benda itu dari Donghae. Dia sendiri yang mengatakannya padaku.”
“Keurom, kita gunakan namaku. Kyuhyun pasti tidak akan curiga, kan?”
Kenesha terlihat
bersemangat dengan usulan Sae Rin, tapi sedetik kemudian ia kembali murung. “Meskipun
itu kau, Kyuhyun tetap akan sadar
kalau aku mengirimkannya piyama lagi.”
Sae Rin terkekeh lama
sekali saat mendengar ucapan Kenesha. Baru setelah Kenesha mengancam untuk
menyiramnya dengan air, ia menghentikan tawanya dan berkata dengan napas satu-satu.
“Kau bodoh sekali, Ken. Ya ampun—aku dari tadi bertanya-tanya kenapa kau
mengirimkan piyama dan gelang. Padahal kemungkinan untuk dipakai Lee Donghae
kecil sekali.”
“Jadi apa yang harus
kukirimkan padanya?” tanya Kenesha dengan raut bingung yang tampak jelas.
“Apa yang akan
digunakan untuk tidur? Jawabannya mudah sekali; tentu saja bantal.” Ucap Sae
Rin semringah, diikuti wajah Kenesha yang berubah semangat.
***
Kyuhyun mengecek
ponselnya untuk ke seribu kalinya dalam seharian ini. Wajahnya terlihat kusut,
meski hair styler dan make up artist sudah membuat
penampilannya tampak mengagumkan. Ia mendesah, meletakkan—nyaris membanting—ponselnya
ke atas meja dengan separuh frustasi. Sudah tiga hari yang lalu ia berhenti
mengirim pesan pada Kenesha. Dan jangankan membalasnya, gadis itu juga tidak
menjawab panggilannya.
‘Dasar gadis gila,’ rutuk Kyuhyun dalam hati. Itu benar. Mana
mungkin ada gadis yang bisa mengacuhkannya. Tidak pernah sekalipun Kyuhyun
ditolak oleh seorang wanita. Kebanyakan malah bertekuk lutut di hadapannya. Tapi,
Kenesha cuma cuma gadis biasa! Itulah alasan mengapa Kyuhyun lebih kesal
daripada sebelumnya. Apakah gadis itu tidak sadar kalau ada ribuan penggemarnya
yang siap antri untuk mendapatkan perhatian seorang Cho Kyuhyun?
“Kau lapar?” tanya Eunhyuk
di belakangnya. Pria itu mengulurkan kimbab tapi Kyuhyun menggeleng. “Jadi
kenapa kau kelihatan resah sekali?”
Kyuhyun memandanginya
untuk sejenak, mencoba memutuskan apakah ia bisa memberitahu Eunhyuk atau
tidak. “Tidak apa-apa.” Katanya dengan wajah datar.
“Aiguu. Aku tahu. Pasti masalah cewek, kan? Ayo, ceritakan padaku.
Aku akan membantumu.”
Bibir Kyuhyun mendesis
kesal. “Aish, mana mungkin kau bakal
mengerti. Kau sebaiknya mencari pacar lebih dulu, baru boleh menawarkan bantuan.”
“YAK!” teriak Eunhyuk
tepat di telinga Kyuhyun. Hyung-nya melotot marah, mengacungkan tangannya ke
udara tapi Kyuhyun tahu itu hanya gertakan. “Dasar bangsat kecil.” Makinya pelan.
“Yak! Yak! Apa yang
kalian lakukan?” Donghae datang dan menengahi mereka, tanpa tahu kalau
kehadirannya malah membuat Kyuhyun semakin kesal. “Kalian seharusnya
bersiap-siap. Sebentar lagi mereka akan memanggil kita—”
“Hyung,” potong Kyuhyun
tiba-tiba.Dari balik cermin di depan mereka, Kyuhyun menatap Donghae. Hyung-nya
itu benar-benar tampan. Wajahnya tampak tanpa cela. Alisnya melengkung hitam, tajam
tetapi memesona. Hidung Donghae sangat indah, mancung sempurna tanpa bantuan meja
operasi. Dan rahangnya yang tegas membuat Kyuhyun tenggelam dalam kecemburuan. “Kau..
bagaimana hubunganmu dengan pacarmu?”
Donghae terlihat
bingung dengan pertanyaan Kyuhyun. Ditambah dengan tatapan tajamnya, ia sedikit
gagap saat menjawab. “Err.. yah, baik—baik-baik saja. Kenapa?”
“Tidak,” kata Kyuhyun
menggeleng. “Apa kalian nanti akan bertemu di sana?”
“Sepertinya begitu. Tapi
aku tidak bisa berharap banyak. Kau tahu kan, jadwal kita di Los Angeles sangat
singkat.”
Kyuhyun mengangguk. “Benar.”
Katanya sejurus kemudian. “Kupikir setelah pulang dari Los Angeles, aku akan menginap
di apartemen kalian beberapa saat.”
Eunhyuk memajukan
bibirnya, mencibir dengan sengaja. “Apa itu alasannya kenapa kau membawa tas
itu?”
Donghae melirik ke arah
tas milik Kyuhyun yang setengah terbuka. Alisnya bertaut saat menyadari sesuatu
yang tak asing di dalam tas itu. “Bukankah itu piyamaku? Kenapa kau membawanya?”
“Ceritanya panjang,” ujar
Kyuhyun beralasan. Ia menutup tasnya lalu kabur ke luar tepat sebelum Donghae
dan Eunhyuk memanggilnya.
“Awas kau Park Kenesha,” bisiknya dalam hati. Kyuhyun tidak akan pernah mencoba menghubungi gadis itu
lagi. Apapun alasannya. Kenapa seorang hallyu
star sepertinya harus memusingkan gadis aneh seperti Kenesha? Tidak ada
alasan yang bagus. Kyuhyun tidak tertarik padanya. Kenesha Cuma gadis biasa
yang sedikit ajaib.
Itu saja.
***
“Kau yakin kali ini?”
tanya Sae Rin terdengar ragu. Di depannya Kenesha mengangguk penuh semangat. Sae
Rin mendesah pelan. Ia sebenarnya tak ingin melihat Kenesha kecewa seperti dua
malam sebelumnya, karena gadis itu tidak bisa berpindah tempat.
“Aku sudah mengecek jadwal
mereka. Seharusnya Donghae Oppa sudah kembali dari Los Angeles pagi tadi.” Jawab
Kenesha terdengar yakin. Kedua lengannya memeluk sebuah bantal berukuran besar yang
berwarna biru cerah dengan lukisan awan-awan kecil di seluruh permukaannya.
Sae Rin tersenyum pada
gadis itu dan berharap kalau Kenesha benar-benar bisa bertemu Donghae kali ini.
Satu minggu yang lalu, mereka mengirimkan hadiah berupa bantal besar untuk Donghae
setelah tiga hari membuat sendiri bantal-bantal itu. Sae Rin bahkan membantu
Kenesha memilih motif dan menjahit bantalnya. Melihat Kenesha tersenyum senang
saat melakukan semua itu membuat Sae Rin bertanya apakah gadis itu memang
sedang jatuh cinta. Tapi terkadang Kenesha memandangi ponselnya. Wajahnya melamun
sendu, menerawang menatap ponselnya yang tak berdering lagi.
“Bersiaplah, sudah
hampir pukul dua belas.” Kata Sae Rin lagi. Kenesha mengangguk dan memeluk
bantalnya semakin erat. Kali ini ia mengatur waktu tiga puluh menit. “Tapi,
Ken, aku ingin kau bersiap pada kemungkinan terburuk.”
“Kemungkinan terburuk?”
tanya Kenesha bingung.
Sae Rin menghela napas
panjang. “Mungkin kau tak seharusnya melakukan ini. Aku takut kau akan terluka—”
“Tenang saja, aku sudah
pernah berpindah tempat dua kali, ingat?” sela Kenesha riang.
“Bukan itu maksudku,
tapi—”
“Ah! Sudah waktunya!”
potong Kenesha nyaris menjerit. Gadis itu lalu memeluk bantalnya semakin erat
dan berbisik penuh keyakinan.
‘Tolonglah, aku ingin bertemu Lee Donghae. Lee Donghae. Lee Donghae.’
Sensasi aneh di perutnya
membuatnya tersentak. Kepalanya berputar saat melihat kelebatan yang secara
ajaib berganti begitu saja. Sedetik yang lalu ia melihat raut wajah Sae Rin
yang terpana dan detik berikutnya ia memandang seseorang yang memunggungi dirinya.
Kenesha menahan teriakan
gembiranya. Ia bisa memastikan kalau seseorang itu bukan Kyuhyun. Dengan rambut
hitam berkilau, punggung kokoh yang mengesankan dan suara yang dalam dan merdu,
Kenesha yakin pria itu adalah Lee Donghae.
Lee Donghae memeluk
bantal pemberian Kenesha. Ujung-ujung bantal itu mencuat keluat dari kedua
lengannya. Tapi tampaknya pria itu sedang menghubungi seseorang karena ia
memakai earphone.
“Arasseo, arasseo. Na do saranghae, Youva-ya. Eum.. Jaljayong~” perkataan
Donghae begitu jelas hingga mengaburkan seluruh kegembiraan Kenesha. Menggantinya
menjadi luapan tanda tanya.
“Op—Oppa..” panggilnya
lirih.
Donghae berbalik dan nyaris
melompat di tempat tidurnya begitu menemukan tubuh Kenesha yang berdiri
mematung. Belum lagi ia sempat bertanya apapun ketika gadis di hadapannya memandangnya
dengan tatapan terluka dan berkata. “Siapa Youva? Dia.. pacarmu?”
Kini keterkejutan
Donghae bergeser menjadi kebingungan. Ia semakin kalut ketika wajah Kenesha berubah
memerah dan matanya mulai berair.
“Dia pacarmu?” ulang Kenesha.
Donghae menatapnya lebih lama, mencoba memastikan kalau gadis itu benar-benar nyata.
“Ya—”
Jawaban Donghae membuat
Kenesha tercabik dalam pusaran kekecewaan. Air matanya meledak turun tanpa bisa
di cegah dan ia langsung berputar, berlari ke luar dari kamar Donghae tanpa melihat
sekitarnya. Kenesha memeluk bantalnya yang besar dan menahan isakannya. Ia
tidak percaya kalau pria itu sudah punya pacar. Malah sebetulnya, Kenesha-lah
yang bodoh, kegirangan seperti gadis sinting tanpa pernah mempertimbangkan
kalau Donghae sudah memiliki pacar.
Apakah ini saatnya ia
patah hati?
***
Kyuhyun membiarkan shower mengalir di setiap permukaan kulitnya.
Kehangatan air yang menetes dari pancuran itu membuatnya tenang. Tapi ia
sedikit berharap kalau ketenangan itu bakal menembus tengkoraknya dan menetap
di dalam rongga kepalanya. Kyuhyun mengepalkan tangan. Bagaimana ia bisa
melupakan gadis itu? Wajah Kenesha yang termanggu ketika Kyuhyun menciumnya
tidak pernah bisa hilang dari benaknya. Kyuhyun ingat setiap detail wajahnya. Bulu
matanya yang panjang, bibirnya yang tipis, dan desahan napasnya yang hangat
sekali. Tapi ia segera menggeleng. Mencoba membuyarkan bayangan itu jauh-jauh
dari kepalanya.
Setelah selesai mengguyur
tubuhnya dengan air hangat, Kyuhyun mengambil handuk. Ia mengenakan pakaiannya
dan mengeringkan rambutnya yang basah lalu berjalan keluar dari kamar mandi
tepat ketika ia mendengar suara Donghae dan langkah kaki yang tergesa-gesa.
“Hei! Hei! Tunggu dulu—”
Kyuhyun mendongak dan melihat
seseorang melewatinya. Ia terpaku. Rahangnya
nyaris jatuh dan sebagian otaknya mengatakan bahwa tidak mungkin itu Kenesha. Tapi ego-nya lah yang menang. Dalam
sedetik Kyuhyun menyusul gadis itu—yang kini sedang berlari mengarah pintu
depan—dan menangkap pergelangan tangannya.
“Ap—” ia nyaris
mengatakan ‘Apa yang kau lakukan di sini?’
Tapi gagal. Air mata yang membanjiri wajah Kenesha membungkamnya dalam kebisuan
mendadak.
“Lepas!” isak Kenesha
menyedihkan. Di belakangnya, ia mendengar langkah kaki Donghae yang mendekat.
“Kyuhyun-ah—gadis itu,
gadis itu sepertinya—”
“Hyung, tinggalkan
kami.” Kata Kyuhyun tegas. Nyaris garang. Lalu ia menarik Kenesha dalam satu
hentakan kuat hingga gadis itu meronta. Donghae sendiri terlihat tidak percaya
dengan apa yang ia lihat. Bibirnya membulat heran saat Kyuhyun melewatinya sambil
menarik gadis itu—yang terus melawan namun akhirnya pasrah—masuk ke dalam
kamar.
Kyuhyun mengunci
kamarnya, menyalakan lampu dan melempar Kenesha ke atas tempat tidur. Napasnya
sedikit terengah namun ia mencoba mengendalikan amarahnya.
“Sekarang kau bisa
menjelaskan apa yang terjadi.”
Kenesha memandanginya dengan
marah, tapi dengan segera wajahnya berubah nelangsa. “Jadi, Donghae Oppa sudah
punya pacar?” katanya berupa gumaman rendah.
Kyuhyun menelan ludah lalu
menarik napas panjang. “Benar.” Jawabnya enggan. Ia melihat Kenesha menggigit
bibir dan entah mengapa ekspresi wajahnya yang terluka mengganggu Kyuhyun.
“Baiklah kalau begitu.”
Gumam gadis itu putus asa. Air mata turun di sudut pipinya. Kenesha tak
bergerak, meski Kyuhyun kini telah duduk di sampingnya. Tangannya yang besar
menepuk puncak kepala Kenesha dengan canggung.
“Kau.. sakit hati?”
tanya Kyuhyun. Ia merasa gusar dengan sikap Kenesha yang berubah sentimentil. Kyuhyun
menarik napas bingung tapi sialnya saat itu Kenesha tengah menggeleng, membuat
rambutnya yang panjang mengibas di udara dan mengirimkan sejuta aroma stroberi pada
Kyuhyun. Ia mengernyit saat ledakan aroma stroberi mengambil alih separuh
kesadarannya.
“Cuma kecewa.” Jawab
Kenesha, ia mengusap air matanya yang terus turun. “Sedikit.”
Kyuhyun menahan
tangannya di udara. Jantungnya bertalu-talu. Kasar dan penuh desakan. Ia
menelan ludah dengan gugup. “Ngomong-ngomong, kenapa kau tidak membalas
pesanku?” suara Kyuhyun terdengar parau.
Kenesha berpaling
menatapnya. Mata gadis itu basah oleh air mata, tapi ada raut bingung di
parasnya yang cantik.
“Memangnya kau berharap
aku membalas apa?”
“Apa saja! Apa kau tahu
bagaimana rasanya jika permintaan maafmu tidak ditanggapi?”
“Kau ingin aku
mengatakan, ‘ya, aku memaafkanmu karena
telah menciumku’, seperti itu?”
Kyuhyun menatap Kenesha
tak percaya. “N—Ne! Ap—Apa susahnya mengatakan itu, sih?” jawabnya gelagapan.
“Maaf karena aku tidak
memaafkanmu! Kau puas sekarang?” ujar Kenesha marah. Ia menatap pria itu dengan
jengah. Bagaimana bisa Kyuhyun meminta maaf karena telah menciumnya? Karena itu
berarti pria itu sebenarnya tidak ingin menciumnya, kan?
Dalam satu gerakan
tiba-tiba, Kyuhyun menarik bantal yang dari tadi di peluk Kenesha. Ia melempar
bantal itu ke tengah ruangan dengan berang. Kenesha menatapnya marah, namun
ketika bibirnya membuka untuk berteriak kesal, Kyuhyun telah lebih dulu
menutupnya dengan sebuah ciuman.
‘Kyuhyun-ah, kau sudah gila!’ bentaknya dalam hati. Tapi ia menolak
mendengarkan apapun. Ketika itu tangannya telah menggenggam rahang Kenesha,
mengunci wajah gadis itu dengan kuat dalam telapak tangannya.
Kenesha berjengit dalam
ciuman Kyuhyun. Tapi ia sama sekali tidak berusaha melawan. Dari tadi aroma
Kyuhyun yang luar biasa wangi mengganggu konsentrasinya dan rambut Kyuhyun yang
menetesi air terlihat menggoda. Mana mungkin ia bisa melakukan hal lain selain terdiam
dalam ciuman pria itu. Dadanya berdebar keras hingga ia kesakitan, tapi Kenesha
nyaris tak mampu merasakannya sebab ia tenggelam dalam pesona Kyuhyun yang
tiba-tiba mengurungnya begitu saja.
Bibir Kyuhyun bergerak
maju lebih lembut, ia menahan perasaannya namun semuanya seakan terbuyarkan
bagai tiupan debu di pantai saat Kyuhyun merasakan kedua tangan Kenesha naik ke
lehernya—jari-jari Kenesha yang kurus terbenam dalam rambutnya yang basah. Kyuhyun
menggeram senang. Perasaannya meledak begitu rupa hingga ia tidak bisa
menjelaskan seperti apa rasanya. Hanya ada dua hal yang memenuhi rongga dadanya
saat ini; aroma stroberi Kenesha yang begitu manis dan bibirnya yang berusaha
mencari udara di sela-sela ciuman mereka.
Tapi Kenesha mendorong tubuh
Kyuhyun menjauh, ia melemparkan pandangan cemas pada jam yang menggantung di atas
dinding. “Aku—harus kembali—” katanya terengah-engah. Semula Kyuhyun tidak tahu
apa yang ia bicarakan. Kedua mata pria itu terlihat menggelap karena gairah.
“Ap—” perkataan Kyuhyun
menggantung begitu saja di udara karena tepat setelahnya Kenesha berlari meraih
bantalnya dan menghilang dalam sekejap.
Lagi-lagi ciumannya
terganggu.
‘Sial.’ Rutuknya dalam hati. Kyuhyun mengepalkan tangannya emosi. ‘Akan kupastikan kau tidak bisa kabur
kemanapun, Park Kenesha.’
***
“Kenapa? Ada apa?” sembur
Sae Rin saat melihat Kenesha muncul di tengah lingkaran dengan mata sembab dan
wajah merah padam. “Kau kenapa, Ken?”
“Aku—aku—” racau
Kenesha bingung. “Astaga, Sae Rin-ah. Dia menciumku lagi—”
“OMO! OMO! Siapa? Siapa?
Cho Kyuhyun? atau Lee Donghae?”
Begitu Sae Rin
menyebutkan nama Lee Donghae, seketika itu juga hatinya berubah murung. Kenesha
memandang Sae Rin dengan wajah sendu. Ia membungkam untuk beberapa saat lalu akhirnya
bercerita ketika Sae Rin nyaris menjerit frustasi karena kebisuan yang ia
ciptakan.
“Dan bagaimana
perasaanmu sekarang?” tanya Sae Rin hati-hati. Ia melihat Kenesha yang terbagi
oleh perasaannya.
“Tidak tahu,” aku gadis
itu jujur. Sae Rin lalu menariknya dalam pelukan hangat.
“Kau pasti akan
baik-baik saja, Ken.” Ucap Sae Rin berharap penuh. Kenesha mengangguk dalam dekapan
Sae Rin. “Mungkin sekarang kau bisa menurunkan poster-poster itu..”
Setengah jam kemudian, Kenesha
telah selesai mengepak seluruh poster Donghae di dalam sebuah kardus. Ia
menatap rindu pada posternya, pada wajah Donghae yang selama ini selalu memberinya
kekuatan. Tapi ia memutuskan untuk tidak lagi memikirkan pria itu. Lee Donghae kini
akan menjadi masa lalunya. Sae Rin benar. Kenesha tidak boleh terus mencampuri
hidupnya dengan kehidupannya sebagai seorang fangirl.
Park Kenesha harus
menjalani hidupnya mulai sekarang.
Dalam satu minggu,
Kenesha sudah mampu tersenyum kembali. Gadis itu membungkuk pada atasannya di
kantor dan berjalan menuju halte bis. Tapi langkahnya terhenti ketika melihat sebuah
lorong yang berisi deretan toko-toko yang tampaknya tidak pernah buka. Pandangannya
tertuju pada toko paling ujung, dengan kanopi kecil dan dinding merah bata yang
cantik. Kenesha ingin kembali ke toko itu untuk mengembalikan kertas yang ia
robek dengan sengaja. Tapi baru satu langkah, dan ponselnya berdering.
“Di manapun kau berada, cepat pulang, Ken! Atau apartemenmu dalam
bahaya.” Suara Sae Rin terdengar begitu kalut hingga Kenesha berdebar
ketakutan.
“Ada apa? Apa yang
terjadi?” tanyanya sambil berlari menuju halte bus. Tapi Sae Rin sudah
mematikan ponselnya, mengirim Kenesha ke dalam perasaan mencekam.
Setelah tiba di gedung
Apartemennya, Kenesha langsung masuk ke dalam lift dan menekan tombol di pintu
lift dengan kekuatan berlebihan. Laju lift terasa sangat lama baginya. Ia berlari,
menyusuri koridor apartemen setelah lift membuka dan melihat Sae Rin yang
berdiri di depan pintu apartemennya dengan gelisah.
“Oh! Sebelah sini, Ken!
Di sini!” Sae Rin berteriak dan menarik Kenesha tanpa menjawab pertanyaannya.
Mereka masuk ke dalam
apartemen Sae Rin yang dipenuhi rak buku dan deretan kaset di setiap lemari. Ada
Young Jin di sana, duduk dengan wajah penuh ingin tahu. Tapi begitu Kenesha
mencapai ruang tengah Sae Rin, ia terkejut saat menemukan seseorang di sudut ruangan.
“Ini dia si gadis ‘seenaknya saja’.” Kata Kyuhyun menggeram.
Ia terlihat tampan dalam balutan mantel cokelat muda yang di kenakannya. “Muncul
sesuka hati dan kemudian menghilang tanpa pernah memberi kabar.”
Kenesha merasa
jantungnya berpacu lebih keras. Ia menatap Kyuhyun yang memandangnya galak. Di
sebelahnya Sae Rin berbisik pada Young Jin lalu bersama-sama meninggalkan mereka
berdua.
“Jadi kau masih hidup? Aku
kira kau sudah mati.” Ucap Kyuhyun kasar. Pria itu bersedekap. Wajahnya
benar-benar murka sekarang.
‘Ia
pasti menahan emosinya di depan Sae Rin’, pikir Kenesha. Tapi gadis itu
memilih untuk diam saja. Dalam kebisuannya ia memperhatikan Kyuhyun lebih seksama.
Pria itu memiliki kulit yang seakan bersinar, begitu putih di bawah sinar
matahari yang menyirami tubuhnya. Rambutnya terlihat kacau, entah karena memang
begitulah style-nya hari ini, atau
memang karena ia lupa menyisir rambutnya. Alis matanya yang tebal membingkai
kedua mata Kyuhyun yang tajam, yang kini tengah menatap Kenesha dengan garang. Bibirnya
yang sensual itu sedang mengatup, menahan amarahnya dalam-dalam.
“Apakah kau tahu aku
menunggumu seperti orang gila?!” bentak Kyuhyun frustasi. Pria itu bersedekap. Tatapannya
berubah kusut, memperlihatkan kejujuran di balik perkataannya barusan.
“Kenapa kau menungguku?”
Kyuhyun mendesah begitu
keras dan jengkel. Pria itu menatap Kenesha seakan gadis itu memiliki empat kepala
tambahan di lehernya. “Menurutmu kenapa?” dengusnya tak percaya.
“Kau ingin meminta maaf
karena telah menciumku dua kali?”
“Yak, Park Kenesha, kau
benar-benar gadis paling bodoh sedunia.” katanya menggeleng.
“Jadi kenapa? Kenapa
kau menungguku?” tanya Kenesha dengan suara bergetar.
“Kau pikir apa
alasannya selain karena aku menyukaimu?”
Kenesha terpaku. Lidahnya
dengan kejam kehilangan kemampuan untuk menjawab pria itu. Sementara Cho
Kyuhyun menatapnya dengan ekspresi separuh kesal dan setengah sinting. Pria itu
mendekat, berdiri persis di depan Kenesha dengan tangan masih terlipat di dada.
“Ke—kenapa kau
menyukaiku?”
“Itu,” jawab Kyuhyun penuh
penekanan. “Yang juga ingin kucari tahu.” Matanya berkilat tajam, mendesak
Kenesha hingga gadis itu kehilangan kesadarannya yang melayang. Aroma parfum
Cho Kyuhyun tercium begitu kuat, mempengaruhi konsentrasinya yang sangat lemah.
“Sekarang cepat
beritahu aku perasaanmu karena kalau tidak aku bisa segera keluar dari sini.” Sambung
Kyuhyun lagi.
“Kalau aku juga
menyukaimu..?” bisik Kenesha lirih. Ia menelan ludah, menatap Kyuhyun dengan
jantung berdebar seperti orang gila.
Kyuhyun mengamati
Kenesha beberapa saat, ekspresi wajanya tak terbaca, tapi hatinya memikirkan
kemungkinan. “Kau bisa datang dalam pelukanku.”
Kenesha merasakan kedua
kakinya goyah. Tidak pernah sekalipun dalam seminggu ini ia membayangkan kalau
Kyuhyun sungguh-sungguh menyukainya. Kenesha
berusaha meyakinkan dirinya kalau Kyuhyun hanya berbaik hati, mencoba menghiburnya dengan ciuman. Ia menolak
percaya pada perasaannya sendiri dan berpikir bahwa semuanya sudah berakhir.
Meskipun begitu, dalam
seminggu belakangan, entah kenapa Kenesha mulai memperhatikan Kyuhyun. Ia
menonton ulang seluruh video di dalam ponsel dan laptopnya dan beberapa kali
mendapati bahwa dirinya terpesona oleh pria itu. Senyum Cho Kyuhyun terasa
berbeda. Ia mungkin sengaja menggunakan topeng evil-nya dalam setiap variety
show atau music video Super
Junior, tapi Kenesha bisa membayangkan tatapan Kyuhyun yang berubah lembut saat
menghiburnya dan bahkan ketika bibir pria itu melekat pada bibirnya.
Ia tahu apa jawabannya.
“Aku juga menyukaimu, Cho
Kyuhyun-ssi.” Bisik Kenesha dengan wajah merah terang. Itu benar, ironisnya Kenesha
memang menyukai pria itu.
Begitu mendengar
jawaban Kenesha, Kyuhyun menarik gadis itu dalam pelukannya. Tubuh Kenesha yang
beraroma Stroberi menghantamnya begitu keras, membuat Kyuhyun goyah dan
mendekapnya lebih erat sebagai gantinya.
“Dasar gadis bodoh. Sebenarnya
apa yang kau makan? Kenapa kau beraroma seperti stroberi?”
Kenesha tersenyum dalam
dada Kyuhyun yang hangat. “Kalau kau mau menemaniku ke suatu tempat, aku akan
memberitahumu.”
Kyuhyun memandang
Kenesha penuh tanya. “Kemana?” tanyanya penasaran. Tapi Kenesha hanya tersenyum
sebagai jawabannya.
***
Ruangan Toko Buku Antik
itu masih semanis dalam ingatan Kenesha. Warna dinding toko itu seluruhnya tertutup
cat burgundy. Ada beberapa hiasan seperti
lukisan dan petak-petak pigura foto yang memenuhi dinding. Aroma cokelat
menguar di udara, membentuk perasaan hangat dan nyaman di sudut hati Kenesha.
“Kau kembali lagi,” ujar
Gil Po Nam. Pria tua itu tersenyum menatap kedatangan Kenesha.
Kenesha membalasnya
senyumnya ragu, tapi akhirnya ia memutuskan untuk mengatakan semuanya pada Gil Po Nam. Pria tua
dengan kerutan-kerutan usia di wajahnya itu hanya menatapnya teduh, seakan merasa
senang akan kejujuran yang di paparkan Kenesha.
“Maafkan aku, Paman.” Bisik
Kenesha separuh takut. Ia menyerahkan kertas yang telah robek itu pada Gil Po
Nam.
“Apa sekarang kau
mempercayaiku, Nona?” tanyanya dengan alis terangkat jail. Sudut matanya berkedip
penuh arti.
Kenesha tersenyum malu.
“Tentu saja, Paman. Aku sudah membuktikannya sendiri.”
“Bolehkah aku bertanya
kenapa apakah kau akan terus menggunakan cara ini?”
Kenesha menggeleng
pelan. “Tidak,” jawabnya. “Karena aku tidak lagi memerlukan cara itu agar bisa
bertemu dengannya.”
“Kenapa?” tanya Gil Po
Nam lagi, merasa tertarik dengan ekspresi wajah Kenesha yang tersipu.
“Karena ia ada di sana.”
Kenesha menunjuk Kyuhyun yang tengah berdiri di depan etalase toko, mengamati
buku-buku tua yang berjejalan dalam rak.
Gil Po Nam tersenyum
lebar. “Cukup bijaksana.” Katanya dengan anggukan kecil. “Karena, Kenesha-ssi,
aku yakin kau belum membaca keseluruhan panduan ini sampai habis. Sebab kalau
kau menggunakannya lebih dari tujuh kali, kau tidak akan pernah kembali.”
Senyum Kenesha memudar
dengan cepat. “Maksudnya?”
“Dimensi yang terus
menerus dibuka akan semakin susah di tutup. Efeknya akan membuat penggunanya terjebak
dalam lubang dimensi yang terbuka. Itu sebabnya kau merasakan sensasi aneh saat
berpindah tempat, kan?”
Kenesha mengangguk
mengiyakan. Ia teringat sentakan di dasar perutnya dan tiba-tiba perasaannya
tidak enak.
“Yah, meski begitu,
tetap saja buku ini paling banyak dicari.”
Kata Gil Po Nam lagi, mengedipkan matanya pada Kenesha dan beralih pada Kyuhyun
yang sekarang berdiri di belakang gadis itu. “Ada yang memenuhi seleramu, anak
muda?”
“Kupikir buku-buku di
sana sedikit menarik—”
“Sepertinya kami tidak
akan membeli apapun kali ini, paman.” Potong Kenesha cepat-cepat, merasa takut
dengan kemungkinan yang akan terjadi jika ia berani berlama-lama di toko ini.
Gil Po Nam tertawa
keras, membuat gusi-gusinya terlihat jelas. “Tentu, tentu, tidak masalah.” Katanya
baik hati. Kyuhyun mengerutkan kening saat melihatnya. Tapi Kenesha telah
menyeretnya keluar dari toko itu diiringi permintaan maaf.
“Kenapa? Ada sesuatu
yang terlewat olehku?” tanyanya bingung.
“Kau tidak akan membeli
sesuatu di sana.” Ujar Kenesha tegas. Ia terdengar seperuh memerintah sekarang.
“Tapi kenapa?”
“Karena,” katanya
menarik napas. “Mungkin saja kepalamu bisa berlipat ganda. Atau tanganmu
mengkerut seperti biji bayam. Atau hal-hal mengerikan lain. Buku-buku di sana pasti
punya caranya.”
Kyuhyun menatap Kenesha
heran bercampur geli. Ia mengacak rambut Kenesha dengan sebelah tangan. “Aku
masih tetap tampan dengan kepala tambahan atau tangan sebesar biji bayam, kan?”
ujarnya mengerling.
Wajah Kenesha berubah
merah dan ia mendorong tangan Kyuhyun menjauh dari kepalanya. Kenesha
memperhatikan keadaan di sekitar mereka yang terlihat sepi. Ia lalu berbisik
pada Kyuhyun. “Bagaimana kalau ada yang lihat? Kau mau jadi bahan pemberitaan?”
Kyuhyun maju, wajahnya
terlihat licik dengan senyumnya yang terkembang penuh arti. “Tidak ada
siapa-siapa di sekitar sini, Ken. Cuma ada sebuah toko buku aneh yang buka di—”
Ia menghentikan suaranya saat melihat ke belakang Kenesha dengan tatapan
bingung. “Bukannya toko itu ada di sana?”
Kenesha segera berbalik
dan melihat ke arah pandangan Kyuhyun tapi ia langsung berubah syok. Tak ada
apapun di ujung lorong itu sekarang. Tak ada kanopi cokelat yang menggantung di
atas atap toko, ataupun dinding merah bata yang berwarna kontras di antara toko-toko
yang lain. Ujung lorong yang kini mereka lihat hanya berupa petak kecil sudut
lorong yang hanya muat oleh dua orang. Sama sekali tak ada tanda-tanda sebuah
toko pernah ada di ujungnya. Kenesha
menggigil di tengah hari, di saat sinar matahari menyengatnya. Ia memandangi
Kyuhyun yang juga sedang menatapnya bingung.
“Kalau begitu..” katanya
terpenggal. “Itu benar-benar sihir.” Bisik Kenesha setelah ia menarik napas
dalam-dalam.
Kyuhyun mengamit
lengannya dan menarik Kenesha ke mobil. “Sihir yang bagus.” Gumam pria itu tak
kentara. “Yang untungnya membawamu padaku.”
Kenesha mendengus mendengar
ucapan Kyuhyun. Ia berbalik pada pria itu, menatapnya lekat-lekat sementara
lengannya bertautan di leher Kyuhyun. “Dan membawamu padaku.” Tandasnya percaya
diri lalu menarik Kyuhyun dalam ciumannya.
Tapi baik Kenesha maupun Kyuhyun sama-sama tidak menyadari, bahwa Gil
Po Nam masih ada di sana. Pria tua itu memandangi pasangan itu dari balik
etalase tokonya dengan penuh senyum dan rasa haru, bahwa akhirnya mereka berdua
bisa di pertemukan. Gil Po Nam mengambil robekan kertas itu dan menyisipkannya
dalam buku—buku yang tak pernah Kenesha
ketahui judulnya, karena tulisannya
hanya bisa dibaca saat seseorang itu telah menemukan cintanya.
Bukunya berjudul, “How To Find Your Destiny.”
***
Sihir itu ada, dan bekerja tanpa kita sadari. Berputar di sekeliling
kita sambil terus mengamati, kapan dan di mana sihir itu memutuskan
untuk bekerja. —Ravi de Angelica.
Salam kenal eon, ^^
BalasHapusSy pmbaca bru di blog ini, Dan Saya penggemar FF yg bercast kyuhyun. Hihi... Maaf bru bisa komen sekarang, Tadinya sy nmemuin ff ini dari google Jadi gk bisa ngomen.
FF ny seru.... Barukali ini sy baca ff yg genre ny fantasy tp feel ny dpet. :) Jangan bosen2 buat ff yg cast ny kyuhyun ya eonn... :)
Keep Writing!!! Fightinggg... :)