Sabtu, 21 Juni 2014

FANFIC: 4 Minutes In Memory [8]

TITLE                : 4 Minutes in Memory [8]
Alternative title     : 기다리고 있었어요! 봐지? (Kidarigo Isseosseoyo! Bwaji?)
GENRE               : Action-Romance, AU (Alternate Universe)
RATING              : NC-21
CAST                  : Lee Dong Hae [ 이동해 ]
                            Youra Leavanna [ 요우라 리판나 ]
                             Kim Kyung Dae [ 김경대 ]
                             Park Chae Rin [ 박채린 ]
Author                 : @Aoirin_Sora
                

                Note:

Hallo!
Maaf ya, sepertinya perkiraanku meleset. Adegan action-nya di undur sampe next chapter (yang kemungkinan jadi last chapter). Kali ini aku mau menunjukkan kehebatan Youra sebagai hacker *eaaah* Jangan tanya apa arti dalam setiap syntax (kode pemrograman) yang ada dalam cerita ini ya, karena pasti bakal bikin aku kena demam seminggu penuh =w=;;) sebenarnya syntax-nya ga sependek itu. Tapi karena aku ga sanggup ngetikin semua kodenya, jadi aku singkat deh hehe *author males*
Chapter ini udah cukup rumit dengan semua kode hacking itu, jadi di chapter berikutnya aku bakal full ke action. Nah, selamat menikmati! (^^)/~

With Love,

Aoirin_Sora


Chapter  8


Merindumu,
    Bagai menenggak racun.
    Menyiksa dalam asa,
    Namun juga mempercepat kematianku..




Suasana Club Ellui amat sangat menyesakkan.
Berulang kali Youra harus menutup telinganya dan menyipit ketakutan ketika dia kehilangan sosok Park Chae Rin yang berjalan di depannya. Sebenarnya mereka nyaris tidak bisa disebut ‘berjalan’, Youra harus menghimpit tubuhnya di antara ratusan tubuh yang berdesakkan di dance floor. Bau alkohol menguap di udara, membungkus seluruh oksigen dengan kombinasi asap rokok dan peluh orang-orang yang menari gila-gilaan. Hingga detik ini Youra tidak habis pikir, mengapa begitu banyak manusia ‘tumpah ruah’ di sini. Sebab dia sendiri sudah pasti tidak sudi untuk berlama-lama kalau bukan karena misi mereka.
Misi.
Kedengarannya terlalu berlebihan dan terkesan serius. Tetapi mereka berdua setuju untuk membuatnya menjadi hal yang harus di prioritaskan dalam dua hari belakangan ini. Kemarin sore Park Chae Rin berhasil memaksa Gong Il Sun—pria separuh baya dengan perut buncit dan kumis menjijikan—untuk memberitahu mereka seluruh informasi yang dia berikan kepada Donghae. Tentu saja pria itu tidak sukarela membocorkan hal sepenting itu. Dia baru membuka mulutnya setelah Chae Rin menyodorkan sekoper uang tepat di bawah hidungnya dan ancaman deportasi karena pria itu adalah  buronan dari Korea Utara.
Donghae ternyata sudah mengenal Gong Il Sun selama lebih dari empat tahun. Dan berdasarkan pengakuannya, ia sama sekali tidak mengetahui kehidupan Donghae karena ia berkeras bahwa hubungan mereka hanya sekedar bisnis dan tidak ada latar belakang lain yang membuat Gong Il Sun mau bekerja sama dengan Donghae selain karena uang. Pria itu juga mengatakan bahwa Donghae hanya memintanya mencarikan informasi yang berhubungan dengan mafia obat-obatan dari luar negeri terutama benua Amerika dan tidak berminat pada dunia kriminal di negaranya sendiri.
“Kalian tidak tahutentu saja tidaktapi belakangan ini situasi memanas. Terjadi pertikaian antara mafia-mafia besar karena beredar obat-obatan yang masih di rahasiakan siapa produsennya dan hal itu membuat TRIADmafia Cina—, Mikio Ono dari Jepang dan bahkan A-Team dari Inggris, menjadi gelisah. Ada beberapa kabar yang menyebutkan bahwa El-Chapo dari Meksiko adalah pemilik dari LADNarkotika jenis halusionogen yang berbahayadan dia menyebarkan obat itu hingga ke Asia. Tapi sepertinya semua tuduhan itu tidak pernah terbukti sebab menurut informasi yang kudapat, El-Chapo sendiri malah berusaha menyaingi LAD dengan menciptakan semacam Narkotika baru yang sayangnya tidak sebaik LAD. Sebenarnya aku sudah menginformasikan pada Donghae bahwa Oh Ye-Sun, Pemimpin tertinggi TRIAD berada di Seoul selama seminggu. Aku tidak tahu apakah Donghae sudah mendapatkan informasi penting itu, karena kalau sampai besok malam dia tidak juga bertindak, dia akan kehilangan kesempatan terbesarnya.”
Kening Youra berkerut lebih dalam ketika dia mengingat-ingat seluruh perkataan Gong Il Sun kemarin. Sejujurnya dia tidak terlalu percaya dengan apa yang didengarnya. Kalau dia boleh memilih, Youra bahkan tidak ingin repot-repot untuk memikirkan sedetik saja tentang apa itu LAD, TRIAD ataupun El-Chapo. Tapi dia harus. Karena hanya dengan begitu dia bisa mencari tahu apa yang dicari Donghae dan apa yang disembunyikan Kyung Dae. Demi pria itu juga, Youra rela berdesak-desakan di antara orang-orang setengah mabuk dan nyaris muntah di atas kemejanya yang mulai basah.
Siluet Chae Rin yang kini menaiki tangga membuat Youra melangkah lebih cepat. Dia tidak boleh terlambat atau aktingnya sebagai sekretaris wanita itu akan tidak berguna. Satu jam sebelumnya mereka sudah sepakat untuk membuat semacam penyamaran untuk menjalankan misi mereka. Karena Youra menolak dengan tegas seluruh pakaian seksi yang di sodorkan Chae Rin padanya, Chae Rin memutuskan bahwa Youra akan lebih mudah menjadi sekretaris pribadinya, dengan begitu Youra bisa tetap memasuki Club dan mengenakan pakaian yang disebut Chae Rin ‘amat sangat kuno’.
Ada sekitar lima orang penjaga dengan wajah tipikal; mata sipit dan rahang keras yang berdiri tepat di depan pintu masuk. Youra buru-buru menyusul Chae Rin yang sedang berbicara pada mereka dengan bahasa asing yang tidak di mengertinya. Sempat terjadi perdebatan, namun Chae Rin akhirnya berhasil memastikan para penjaga itu dan mengijinkan mereka berdua masuk.
Lebih banyak lagi asap rokok yang menggantung di udara, membuat Youra harus menarik napasnya dalam-dalam sebelum dia terkurung di ruangan itu bersama dengan sepuluh pasang mata yang menatap mereka tajam. Lagi-lagi Chae Rin berbicara dalam bahasa asing dan Youra hanya bisa memasang wajah datar ketika dia mengamati sekelilingnya.
Dia tidak tahu siapa orang-orang ini, namun dia bisa mengenali Oh Ye-Sun. Pria itu duduk di tengah-tengah sofa, diapit dua orang wanita dan sedang mengamati Chae Rin dari atas sampai bawah. Tampak jelas auranya mengisi ruangan hingga ke sudut tergelap, dan walaupun sama sekali tidak ada guratan kejahatan di wajah pria itu, Youra yakin, kekejaman bersembunyi di balik sepasang mata ramah Oh Ye-Sun.

***

“Selamat malam.” Ucap Chae Rin bermanis-manis, meskipun dia benar-benar ingin muntah sekarang.
Oh Ye-Sun menatapnya dari seberang meja. Menilai tubuhnya dari atas sampai bawah dan dia harus menahan kepalan tangannya yang mulai berkedut, gatal untuk memberikan bekas luka di wajah pria sialan itu. “Berapa hargamu?”
Chae Rin mendesis. “Berapa banyak uangmu?” tantang Chae Rin dengan senyuman mengejek. Dia mendengar Oh Ye-Sun tertawa dan mengambil kesempatan untuk mengamati sekelilingnya secepat kilat. Ada lima orang penjaga di seluruh penjuru ruangan. Empat orang wanita penghibur dan enam botol vodka Absolut Ruby Red yang separuhnya kosong. Semua penjaga tampaknya mengantongi paling tidak sebuah pistol semi otomatis dan sama sekali bukan pertanda bagus. Chae Rin sendiri memang sudah bersiap untuk menghadapi keadaan terburuk—mengingat hanya dialah yang bisa menyelamatkan mereka berdua jika keadaan semakin genting. Dia tahu Youra bergerak gelisah di belakangnya dan Chae Rin menahan keinginan untuk menggertakkan gigi. Tidak bisakah wanita itu berakting lebih baik lagi?
“Kenapa kau ingin tahu?” tanya Oh Ye-Sun dengan senyum miring. Matanya mulai mengikuti kedua kaki Chae Rin yang semakin dekat padanya.
Minggir.” Chae Rin menarik rambut seorang wanita di sisi kanan Oh Ye-Sun dan tidak mempedulikan sumpah serapah wanita itu. Matanya menujukkan rasa lapar dan senyumnya terukir tidak sabaran. Dia harus menyelesaikan misi ini secepat mungkin.
Kedua tangan Oh Ye-Sun langsung menyambutnya dengan gembira. Tentu saja, sebab pria mana yang sanggup menolak pesonanya? Yah, kecuali Donghae. Ingin sekali Chae Rin meremukkan wajah mesum itu menjadi berkeping-keping tapi dia menahannya. “Kau cantik sekali.” Desah Oh Ye-Sun. “Katakan berapa banyak yang kau mau.”
Chae Rin mendekatkan bibirnya di telinga pria itu dan berbisik dengan sangat menggoda. “Aku tidak ingin uangmu. Aku menginginkan informasi.” Dia bisa merasakan tubuh Oh Ye-Sun mengejang dan raut wajahnya berganti menjadi waspada.
“Siapa kau?” tanyanya masih dengan nada membujuk yang palsu.
“Seorang gadis cantik yang haus informasi.” Jawab Chae Rin berdiplomasi.
Oh Ye-Sun tertawa dan menggeleng takjub ke arahnya. “Aku benar-benar menyukaimu.” Ujarnya menyeringai. “Apa yang ingin kau ketahui, cantik?”
“Aku yakin kau tahu siapa pemilik LAD. Berikan aku satu nama.”
Pernyataan Chae Rin mengubah seluruh ruangan menjadi hening. Bahkan tak terdengar sebuah tarikan napas pun, selain dentuman musik yang merambat dari sela-sela dinding. Oh Ye-Sun menatapnya dengan pandangan yang menyiratkan seribu arti. Pria itu menyesap vodkanya sebelum mendengus heran. “Kenapa aku harus memberitahumu? Apa untungnya buatku?”
“Sayang sekali kau tidak punya pilihan lain, Tuan Oh Ye-Sun. Aku sedang tidak ingin berbasa-basi lebih lama. Berikan aku satu nama atau.. kau lebih suka mendekam di penjara?”
Kali ini Oh Ye-Sun tertawa lebih keras, seakan menganggap semua perkataan Chae Rin adalah gurauan. Dia tidak menghentikan tawanya sampai ketika Chae Rin mulai berbicara lagi. “Satu panggilan sederhana akan membuat Interpol langsung mengerubungimu detik ini juga.”
“Kau pikir aku bodoh? Kenapa aku harus mempercayai ucapanmu—”
“Karena aku tahu kau baru saja menyelundupkan obat-obatan ke Negara ini. Jangan khawatir, aku punya bukti. Saksi mata. Jadi, membuktikanmu bersalah adalah hal yang gampang bagiku.”
Tangan-tangan para pengawal itu sudah menyelinap masuk ke dalam saku jas mereka, berjaga dengan pistol. “Suruh orang-orangmu tenang. Aku tidak ingin ada keributan yang tak perlu. Akan kukatakan dengan jelas. Aku sudah menghubungi pengacaraku sebelum ke sini. Kalau aku tidak kembali dalam..ah, sepuluh menit lagi, dia harus segera menghubungi Interpol dan mengamankan saksi kami. Jadi, kalau kau ingin membunuhku, atau menahanku lebih lama, aku berani menjamin masa kurunganmu akan sangat tidak menyenangkan.”
Diluar dugaannya, Oh Ye-Sun tersenyum. Pria itu sama sekali tidak menunjukkan ketakutan atau kecemasan apapun. Wajahnya terlihat tenang dan dia menyalakan sebatang cerutu. “Aku sama sekali tidak takut dengan ancamanmu nona. Aku tahu kau hanya menggertak. Sebab mudah sekali untuk membunuhmu tanpa takut akan ancaman kurungan itu. Tapi ada satu hal yang menarik perhatianku, kenapa kau sangat ingin tahu siapa pemilik LAD?”
Chae Rin mencelos dalam hati. Apakah niatnya terbaca sejelas itu? Perlahan ujung jarinya mulai dingin dan dia tidak punya pilihan lain selain mengandalkan kemampuan berdiplomasinya sekarang. “Aku ingin membalas dendam.” Jawab Chae Rin pendek. Dia melihat mata Oh Ye-Sun berkilat penasaran dan menyambar kesempatan itu. “Aku sudah menunggu begitu lama dan aku ingin mereka semua mati.”
Satu hal yang di pelajari Chae Rin adalah, di manapun semua orang berbisnis memiliki pola pikir yang mirip; mereka akan bersuka cita saat mendengar lawan bisnis mereka jatuh. Dia tidak heran bila akhirnya Oh Ye-Sun mengangkat alisnya tinggi, terlihat senang dengan tujuan Chae Rin.
“Aku tidak pernah bertemu langsung dengan mereka. Tapi sejauh ini informanku menyebutkan bahwa ada sebuah organisasi gelap di Brazil yang memproduksi LAD dalam skala kecil dan merahasiakannya agar tak tercium siapapun. Mereka menyebutnya PCC—Primerio Comando da Capital.”
Chae Rin segera merekam kata-kata pria itu dengan sekuat tenaga dan dia tahu Youra juga akan melakukan hal yang sama dengannya. Dia melirik Youra, yang masih berdiri kikuk di seberang meja dan mengangguk tak kentara. Chae Rin yakin Youra sedang mempersiapkan benda itu.
“Aku tak berharap banyak padamu karena aku ragu, apakah tanganmu yang indah itu bisa membunuh seseorang. Tapi kalau kau bisa, aku tak keberatan kalau kau menghabisi semuanya, sayang.” Oh Ye-Sun berbisik dan mendekatkan tubuhnya. “Nah sekarang, bagaimana kalau kau membayar informasiku barusan? Aku tidak menolak jika kau menggantinya dengan tubuhmu—”
Pria itu tidak sempat menyelesaikan kalimatnya karena Chae Rin tertawa histeris sekarang. “Maafkan aku, tapi sepertinya aku tak bisa melakukannya. Selamat tinggal.” Bisiknya tepat ketika raut wajah Oh Ye-Sun membelalak kaget. Detik berikutnya pria itu ambruk ke lantai, bersama dengan seluruh orang yang berada di ruangan ini—minus dirinya dan Youra.
Chae Rin mengangguk dan bergegas meninggalkan ruangan yang seluruh penghuninya sudah tertidur pulas. Dia tersenyum puas pada Youra yang juga terlihat senang atas apa yang baru saja mereka lakukan. Menggelikan sekali, bahwa sebuah alat kecil bernama nose-sterile—tadinya di gunakan Chae Rin ketika dia berada di Bangkok untuk menghindari asap polusi yang menyesakkan—ternyata tidak hanya bisa menyaring udara bersih tetapi juga gas tidur. Mereka sudah menyisipkan alat itu tepat di bawah hidung sebelum mereka masuk. ketika Chae Rin memberikan tanda, Youra melepaskan gas tidur di dalam mini pouch-bag yang dibawanya dan dalam hitungan detik, seluruh ruangan telah berhasil mengunjungi alam mimpi tanpa sadar bahwa dua orang wanita cantik baru saja kabur dari genggaman salah satu mafia paling ditakuti di Asia.

***

“Ini, cepat ambil.” Seru Chae Rin tergesa-gesa. Youra meraih sebuah kertas yang disodorkan Chae Rin dan bingung ketika dia menyadari bahwa itu adalah sebuah tiket pesawat.
“Kita mau kemana?” tanyanya bingung. Dia mendengar Chae Rin mendesah tidak sabar tetapi tidak memalingkan pandangannya dari layar laptop.
“Tentu saja kita akan ke Brazil.” Jawabnya enteng, mengabaikan seruan kaget Youra. “Kita harus cepat, Youra-ssi. Donghae Oppa dan Kyung Dae Oppa dalam bahaya jika mereka benar-benar terlibat dengan organisasi itu.” imbuhnya jelas-jelas panik.
Ketakutan Chae Rin seakan ikut mengalir pada Youra, membuatnya mengacuhkan akal sehat dan mulai mempertimbangkan untuk menyusul Donghae. Karena sejujurnya dia sangat merindukan pria itu. Semua ingatan akan setiap sentuhan dan tatapan Donghae yang dalam benar-benar tak bisa berhenti berputar di kepalanya. Dia merindukan sauhnya, kedua bola mata cokelat sempurna yang membuat dadanya kesusahan bernapas. Dia merindukan bisikan sensual pria itu, tarikan napasnya bahkan pertengkaran-pertengkaran mereka. Dia ingin memastikan bahwa Donghae baik-baik saja. Sebab dia belum menemukan satu kabar pun baik dari Donghae ataupun Kyung Dae. Keberadaan mereka berdua sama misteriusnya saat ini.
“Aneh.” Ucap Chae Rin tiba-tiba. “Menurut Gong Il Sun-ssi, organisasi itu sudah nyaris di bubarkan empat belas tahun lalu. Tapi karena beberapa alasan mereka tetap bertahan dan selama sepuluh tahun belakangan, organisasi itu menutup diri dari semua kegiatan. Tetapi sepertinya dalam lima tahun ini mereka sudah bergerak perlahan-lahan, menguasai beberapa pasar Narkotika di dunia dan mulai memperluas wilayah kekuasaan mereka di bawah pimpinan Isaías "Esquisito" (Weird) Moreira do Nascimento—Isaías si Aneh.” Chae Rin membacakan balasan e-mail Gong Il Sun dengan cepat dan tanpa jeda.
“Kalau begitu semuanya cocok!” seru Chae Rin keras. Youra terlonjak dan menatapnya penuh tanya. “Aku yakin itulah alasan kenapa Kyung Dae Oppa menolak untuk menyetujui usul Donghae Oppa yang menginginkan investasi pelabuhan Busan. Dia pasti tahu bahwa Organisasi itu ingin menyelundupkan LAD ke Korea melalui pelabuhan dan Kyung Dae Oppa tidak mau hal itu terjadi. Aku rasa karena itulah dia pergi ke Brazil.”
Perlahan-lahan kesadaran itu menghantam Youra dan Chae Rin benar, semuanya berhubungan. Tentu saja Donghae tidak mengetahui kenyataan ini. “Apakah kau juga berpikir.. mungkin saja organisasi itu adalah mafia yang membunuh orangtua Donghae-ssi?” suara Youra bergetar saat dia bertanya. Ketakutan semakin membuncah di dadanya ketika melihat wajah Chae Rin yang memucat.
“Kalau itu benar, berarti Donghae Oppa benar-benar butuh pertolongan.” Jawabnya lirih.


Kurang dari dua jam kemudian, mereka sudah memasuki Incheon International Airport dengan terburu-buru. Sudah lewat tengah malam dan tidak ada tanda-tanda bahwa bangunan ini akan beristirahat meski matahari telah kembali ke peraduannya. Di sana-sini terlihat orang-orang yang hilir mudik, penjaga berseragam, petugas bandara dan pramugari-pramugari yang baru pulang dari perjalanan udara. Youra merapatkan mantelnya dan memperbaiki poninya dengan canggung. Chae Rin mengusulkan agar mereka mengganti penampilan karena dia yakin anak buah Oh Ye-Sun sedang mencari mereka ke seluruh penjuru kota. Jadi dengan segala fasilitas kelas satu, Chae Rin mendatangkan dua orang make up artist dan dalam waktu dua puluh menit, Youra sudah menjadi seseorang yang berbeda.
Hanya dalam kurun waktu tiga jam setelah berhasil memperoleh informasi, mereka berdua sudah bersiap untuk meninggalkan Korea. Youra sendiri tidak mengerti bagaimana Chae Rin bisa menyiapkan semuanya. Mereka setuju untuk berangkat ke Brazil dan Youra mengeluh bahwa waktu mereka tidak akan cukup untuk mengajukan visa ke Brazil. Tetapi kemudian Chae Rin malah menyuruhnya berdiri lalu mengambil foto wajahnya yang baru selesai di make up. Dan setengah jam kemudian, sebuah paspor baru sekaligus kartu identitas baru atas nama Cavida Raxland telah aman di sakunya.
Dia ingat ketika Chae Rin menjelaskan bahwa pekerjaan ayahnya yang selaku pengacara terkenal telah membuatnya bertemu dengan berbagai orang dengan berbagai profesi. Termasuk pemalsu KTP, Paspor dan bahkan pengedar obat bius. Chae Rin berkilah bahwa kali ini mereka dalam keadaan darurat, jadi mereka tidak memiliki pilihan lain. Meskipun begitu Youra yakin ini bukan kali pertama Chae Rin memiliki paspor palsu.
 Pesawat yang mereka tumpangi berhenti di Hongkong delapan jam kemudian. Youra berpikir mereka hanya akan transit, tetapi Chae Rin malah menariknya masuk ke dalam toilet bandara. “Berikan paspor dan kartu identitasmu, Youra-ssi.” Perintahnya dengan bisikan cepat. Dia menyerahkan benda itu pada Chae Rin yang segera membakarnya dengan pemantik.
Kejadian itu terlalu cepat hingga Youra sama sekali tidak bisa berkata apapun. Dia hanya bisa menyaksikan Chae Rin membuang sisa paspor mereka berdua ke dalam toilet dan bertanya-tanya kegilaan apa lagi yang akan dilakukan Chae Rin.
“Sekarang simpan ini. Kita harus mengganti paspor lagi supaya Oh Ye-Sun tidak bisa menemukan kita. Oh, kau juga sebaiknya mengganti pakaian itu, Youra-ssi. Cepatlah, kita tidak punya banyak waktu.” Sergah Chae Rin gusar sembari menjejalkan paspor dan KTP baru padanya. Youra menurutinya dan segera berganti pakaian secepat mungkin. Mereka keluar dari toilet dengan kecemasan dua kali lebih banyak dari pada sebelumnya.
Beruntung, Youra dan Chae Rin berhasil duduk dalam kursi penumpang kelas bisnis satu jam kemudian. Pesawat kali ini membawa mereka langsung ke bandara Galeao International Airport di Rio de Janeiro dengan jarak tempuh lebih dari dua belas jam nonstop. Youra melirik jam di pergelangan tangan kirinya yang menunjukkan pukul sebelas pagi KST. Membayangkan dia pasti sedang bergelut dengan tumpukan laporan di meja kerjanya seandainya Youra masih berada di Seoul. Di sebelahnya, Chae Rin sedang tertidur dengan wajah gelisah dan Youra baru menyadari bahwa dia sudah terjaga semalaman dan telah melewatkan jam tidurnya.
Tidak ada satupun yang bisa mengalihkannya dari perasaan cemas. Seluruh sel-sel otaknya benar-benar telah kehabisan ide untuk menghentikan bayangan Lee Donghae yang berulang kali muncul. Youra memejamkan matanya dan mendesah. Berapa lama lagi hatinya akan sanggup menahan seluruh perasaan ini? ketakutan, kecemasan, kerinduan serta beberapa perasaan bersalah bergumul di otaknya yang menggemakan percakapan terakhirnya dengan Chae Rin sebelum gadis itu tertidur.

“Kenapa kau menyukai Donghae Oppa?” tanyanya tanpa berbasa-basi. Youra bisa merasakan jantungnya berjumpalitan ketika mendengar pertanyaan itu.
Butuh waktu lama bagi pipinya untuk berhenti merona dan lebih lama lagi bagi pita suaranya untuk menjawab pertanyaan Chae Rin. “Aku tidak tahu. Semuanya terjadi begitu saja. Nyaris tanpa aba-aba dan aku bahkan tidak tahu kapan dan bagaimana perasaan itu bisa muncul..”
Chae Rin terdiam untuk beberapa saat. Menatap ke arah pramugari yang sedang menawarkan Koran bisnis ke penumpang yang masih terjaga dan menghindari tatapan Youra yang melirik ke arahnya dua menit sekali. “Aku sudah mengenal Donghae Oppa sejak umurku empat tahun.” Ujarnya memecah keheningan. “Aku menyukainya sejak saat itu. Dia berjanji untuk menikahiku jika umurku sudah enam belas tahun dan mengatakan bahwa aku akan menjadi pengantin wanita tercantik di seluruh dunia.” Sebuah senyum pahit terukir di wajah Chae Rin dan dia melanjutkan ceritanya.
“Karena Ayahku adalah pengacara keluarga Lee, aku menggunakan kesempatan itu untuk semakin dekat dengannya. Tetapi ketika Donghae Oppa pergi berlibur ke Brazil dan pulang dengan tubuh penuh luka, aku tahu aku sudah kehilangan dia. Tidak ada lagi Donghae yang mencintaiku. Tatapan matanya telah berubah dingin dan dia sama sekali tak pernah melihatku. Aku berusaha untuk mengembalikan dirinya seperti dulu tetapi tampaknya dia semakin menjauh dariku. Begitu jauh, hingga terasa berat untuk menggapainya meskipun dia sedang berada tepat di depanku.”
“Kau tahu,” sela Youra di antara diamnya Chae Rin. “Kalau kau memang mencintainya, itu berarti kau harus menerima semua bagian dari dirinya. Perasaan terlukanya, masa-masa sedihnya, bahkan masa depannya yang masih misteri. Kau tidak bisa mencintai dirinya sementara kau menolak untuk menerima keadaannya yang sekarang. Cinta tidak segampang itu, Chae Rin-ssi. Harus ada pengorbanan dan pengertian.” Jelas Youra dengan nada tulus. Dia bisa melihat gadis di sebelahnya tertegun. Wajahnya tampak kosong dan dia menarik napas panjang.
“Tapi tetap saja aku tidak akan menyerah. Jangan berbesar hati dulu, Youra-ssi. Donghae Oppa tetap masih milikku.” Serunya keras kepala. “Aku menyeretmu kemari karena hanya kau yang mengetahui rahasinya, bukan karena aku sudah menyerah. Jadi, jangan melupakan fakta itu.” imbuhnya lagi, menambah lubang di hati Youra. Menabur garam pada luka baru yang belum sepenuhnya tertutup.

Benar. Cinta harus memiliki pengorbanan dan pengertian. Dan Youra harus menahan kepedihannya dalam-dalam, tahu bahwa semakin banyak dia terlibat dengan semua ini, semakin besar kekecewaannya nanti.

***
               

“Matahari!” pekik Chae Rin gembira. Dia menunjuk bulatan kuning Maha Besar yang bergantung di langit Rio De Janeiro. Ratusan orang-orang dengan pakaian tipis dan nyaris transparan berlalu-lalang di jalanan. Samar-samar tercium bau garam, dengungan ombak dan musik rap yang menjadi pertanda; laut Copacabana hanya beberapa blok jauhnya dari Hotel mereka. Turis-turis dengan rambut pirang dan bikini two-piece seakan menjadi pemandangan umum di sini. Penduduk asli yang rata-rata berkulit hitam terlihat berbaur dengan pendatang, meskipun kesenjangan sosial masih terlihat jelas di antara mereka.
 Youra melangkahkan kakinya mengikuti Chae Rin yang berjalan penuh percaya diri. Mengetahui bahwa gadis itu menguasai tidak hanya bahasa Inggris tetapi juga Jepang dan Mandarin sudah membuatnya terpana. Dan sekarang Chae Rin sedang berbicara pada seseorang menggunakan bahasa Portugis. Mau tak mau Youra mengagumi gadis itu kali ini. kemampuannya berdiplomasi benar-benar di luar dugaan. Karena dalam waktu beberapa jam, Chae Rin berhasil menemukan di mana hotel terakhir kali Donghae menginap.
“Kau yakin?” tanya Youra sedikit ragu.
Mata Chae Rin terpaku pada sebuah bangunan kecil berlantai empat dan mereka berdua beranggapan bahwa tempat itu nyaris disebut sebagai “penampungan” dibandingkan hotel. Begitu kumuh dengan batu bata berwarna merah darah dan kepulan asap yang lolos dari retakan-retakan di sepanjang dinding sebelah utara. “Aku juga tidak tahu. Satu-satunya cara adalah menunggunya.” Jawab Chae Rin bimbang.
Informan terakhir mengatakan bahwa dia pernah melihat Donghae memasuki bangunan itu tengah hari dua hari lalu. Mereka sepakat untuk menunggu Donghae di kafe Minoseta yang terletak berhadapan dengan bangunan kumuh itu. Chae Rin segera memesan makan siang untuk mereka berdua dan bergantian mengamati seluruh orang-orang yang lewat di depan mereka dalam keheningan.


Saat itu matahari sudah mulai tergelincir, tenggelam melewati laut Copacabana yang luar biasa indah. Kilauan oranye memenuhi pemandangan sejauh yang bisa mereka lihat. Chae Rin baru saja menggumam betapa dia ingin sekali berada di pantai dan menikmati keindahan sunset Copacabana. Saat itu pula, mata Youra menangkap siluet seseorang yang membuat dadanya berdebar keras. Dia tidak terlalu yakin pada awalnya, namun ketika sosok itu bergerak mendekat, Youra semakin percaya bahwa pria itu adalah Donghae.
Mereka berlari. Nyaris terjungkal karena menabrak pejalan kaki lain tetapi mereka tidak peduli. Chae Rin ternyata seorang pelari yang hebat dan gadis itu sudah mendahului Youra yang tertinggal hampir sepuluh langkah di belakang. Youra sedang berusaha memfokuskan pikirannya karena dia ragu bahwa ini semua hanyalah ilusinya.
Tapi ini nyata. Dia melihat ekspresi Donghae yang syok ketika Chae Rin menerjang pria itu dan segera memeluknya eraterat. “Apa yang kau lakukan di sini?” Youra bahkan bisa mendengar suara Donghae yang bercampur antara kekagetan dan ketakutan. Pria itu masih belum menyadari kehadiran Youra yang sekarang sedang mengatur napasnya—malah sebenarnya dia sedang berusaha bernapas.
Kemudian kedua bola mata cokelat sempurna itu menatapnya. Youra merasa kedua kakinya bergetar, terpancang kuat dalam bumi dan tak bisa bergerak satu sentipun. Itu Donghae-nya. Astaga, pria itu menatapnya dengan tatapan paling memesona yang pernah dilihatnya. Seluruh emosinya saat ini melompat tak terkendali. Terlebih ketika bibir Donghae menyerukan namanya.
“Youra-ya..” panggil Donghae dalam bisikan. Terlihat jelas bahwa dia sedang berusaha meyakinkan dirinya bahwa Youra bukanlah bagian dari ilusi.
Bibir Youra terkulum dan dia berjuang menahan airmatanya. Mereka terus bertatapan tanpa mengucapkan sepatah katapun. Sepertinya sudah berabad-abad lalu ketika Donghae mencium dahinya dan mengatakan untuk menunggunya di Seoul. Tetapi kerinduan ini begitu menyiksa, melesak ke pembuluh darah dengan amat menyakitkan. Hingga Youra memilih untuk menyimpan seluruh perasaannya dalam-dalam. Dia tidak bisa mengabaikan fakta bahwa Chae Rin sedang memeluk Donghae-nya.
Deburan ombak dari kejauhan membuat semuanya menjadi jelas; cintanya harus berkorban lebih banyak lagi..

***

Chae Rin berkeras agar Donghae segera pindah ke hotel tempat mereka menginap. Donghae menolak dengan cepat tetapi kemudian dia mengalah dan mengatakan akan pindah besok siang. Alih-alih pindah, Donghae setuju untuk mengantar mereka berdua kembali ke hotel.
Sepanjang jalan Chae Rin terus menggandeng lengan Donghae dan itu membuat situasi semakin tidak nyaman—setidaknya bagi Youra. Donghae hanya menggumamkan beberapa jawaban dengan enggan ketika Chae Rin menanyakan kabarnya tetapi suaranya menjadi tegang ketika Chae Rin bertanya dimana Kyung Dae.
“Kyung Dae Hyung.. Dia menghilang.” Bisik Donghae sepelan mungkin. Sebenarnya hal itu tidak perlu, mengingat mereka sedang berada di pusat kota yang tingkat polusi suaranya sudah mencapai angkat delapan puluh lima persen.
Chae Rin yang lebih dulu bereaksi dari pada Youra. Gadis itu menghentikan langkahnya dan menatap Donghae bingung. “Apa maksudmu dengan menghilang? Bukankah kau mengikutinya kemari?”
Donghae menggeleng resah. “Aku kehilangan jejaknya satu hari setelah aku tiba di sini. Dengar, sebaiknya kita membicarakan masalah ini besok. Ada begitu banyak telinga yang bisa mendengarkan pembicaraan kita dan kalian harus tahu bahwa Rio De Janeiro tidak seaman Seoul.” Tandasnya dalam bisikan. Chae Rin mengangguk patuh meski airmatanya mulai merebak.
“Istirahatlah, Chae Rin-ah. Besok akan menjadi hari yang melelahkan..” bujuk Donghae sambil menyeka airmata Chae Rin di sudut pipinya. “Masuklah.” Pintanya lagi. Lalu pria itu menghadap Youra yang segera menjadi kaku dan salah tingkah.
“Selamat malam Youra-ssi.. sampai jumpa lagi..” bisiknya pelan.
Youra bahkan tak mampu untuk membalas ucapan Donghae. Dia hanya terdiam dan memandangi punggung Donghae yang menjauh, menghilang ditelan ratusan orang yang memadati jalan.
“Cepatlah, Youra-ssi.” Seru Chae Rin dari depan lift dan dengan berat hati, Youra berbalik, melangkahkan kakinya menuju lift.
Kondisi hati Chae Rin buruk sekali malam itu. dia terus-terusan menangis dan ketika Youra berusaha menghibur, gadis itu menyuruhnya tutup mulut. Tetapi satu jam kemudian, Chae Rin telah tertidur dengan kedua tangan yang masih memegangi tisu. Youra baru akan membereskan kekacauan itu ketika dia mendengar telepon di kamarnya berdering.
Sebersit perasaan ragu memperingati otaknya untuk mengabaikan panggilan itu. Tapi sebagian lagi dipenuhi rasa penasaran karena dia yakin tidak ada yang mengetahui nomor telepon kamar ini. setelah dering kelima, Youra memutuskan untuk mengangkatnya.
Tidak ada salam, tidak ada perkenalan diri atau bahkan permintaan maaf. Kata-kata yang didengar Youra hanyalah sebuah permohonan singkat;
“BIsakah kau ke tempatku dengan taksi sekarang juga?”
Youra tidak perlu bertanya lagi sebab dia sudah tahu siapa penelpon itu. Dan hal berikutnya yang dia ketahui, Youra sedang berada di dalam taksi.



Napasnya nyaris tercekat saat melihat wajah Donghae yang berada di depannya. Kedua tangan Donghae langsung mendekapnya erat. Pelukannya masih sehangat terakhir kali, membuatnya di banjiri perasaan lega.
“Ayo naik.” Usul pria itu sedetik kemudian. Youra mengangguk dan membiarkan Donghae menuntunnya masuk ke bangunan terlantar itu dengan enggan.
Keadaan di dalam bangunan itu sama buruknya dengan penampilan luar. Hanya ada beberapa kursi reyot dan sofa bulukan di sudut ruangan. Resepsionisnya seorang wanita, duduk di belakang meja panjang kusam dan berulang kali menekan remote dengan tampang masam. Wanita afro itu melirik Donghae sekilas lalu beralih kembali pada sebuah tivi di sudut atas, sama sekali mengacuhkan Youra.
Mereka menaiki tangga—tidak ada lift, tentu—yang pegangannya sudah berkarat. Samar-samar tercium bau alkohol dan Youra merasa mual. Tempat ini benar-benar berbau tidak menyenangkan. Dia baru akan bertanya bagaimana bisa Donghae tinggal di tempat ini, ketika mereka tiba di tingkat dua dan Donghae mendorong sebuah pintu yang terletak lima meter dari ujung tangga.
Kamar yang di tempati Donghae seakan berbanding terbalik dengan seluruh bau memuakkan itu. Ruangannya bersih dan rapi. Sama sekali tidak ada sentuhan-sentuhan pribadi kecuali sebuah koper kecil dan sebuah jaket cokelat muda yang tergantung di balik pintu.
Tetapi semua pertanyaannya terjawab. Donghae membuka tirai jendelanya dan dia terperangah menatap pemandangan di depannya. Nyaris seperti lukisan. Hanya saja, Tuhan-lah yang membuatnya menjadi seindah dan senyata ini. Bentangan laut Copacabana yang terhampar jauh, menghitam dengan sedikit cahaya bulan dan lebih banyak cahaya yang memancar dari lampu-lampu kota, membuat Youra tak bisa memalingkan wajahnya sedetikpun. Kilauan cahaya yang memantul di atas air laut yang tak bisa tenang itu bagaikan jutaan berlian yang terpendam jauh di dasarnya. Indah, memesona, menggetarkan  hati.
“Aku tahu kau pasti menyukainya.” Bisik Donghae membuyarkan lamunannya. Dengan perlahan, kedua tangannya mendekap tubuh Youra dari belakang dan jantungnya langsung marathon keliling dunia.
“Katakan seseuatu.” Pinta Donghae kemudian. “Aku harus memastikan bahwa kau bukan khayalanku lagi.”
Pipi Youra bersemu dengan cepat. Suaranya menghilang entah kemana dan dia ragu dia tidak bisa mengucapkan sepatah kata pun selain berbisik. “Kenapa kau mengkhayalkan aku?”
Donghae membalikkan tubuh Youra hingga mereka praktis saling berhadapan. Youra membenci pertahanan dirinya yang lemah, yang tidak pernah bisa berhenti bersemu setiap kali Donghae menatapnya seperti ini.
Mereka bertatapan selama semenit penuh sebelum akhirnya Donghae tersenyum padanya. “Karena aku merindukanmu.” Bisiknya bersungguh-sungguh. “Apa kau tidak merindukanku?” tanya Donghae.
Youra memperhatikan sepasang mata cokelat itu. Ada ketakutan, kecemasan dan emosi-emosi lain yang tersembunyi. Tapi dari semuanya, Youra bisa melihat bahwa pria itu berkata jujur. “Aku juga, Donghae-ssi. Aku selalu, selalu merindukanmu.” Ucap Youra lirih, dan seperti saat-saat sebelumnya, Youra mengenal dengan baik gerakan Donghae sehingga dia bisa jauh lebih siap sekarang.
Bibir Lee Donghae mengulum bibirnya lembut, meninggalkan beribu gelora di dasar hatinya. Kedua tangan Donghae menyusup di antara rambut-rambut Youra, sementara tubuhnya mendorong Youra ke dinding. Sepertinya dia menabrak sesuatu karena terdengar bunyi berderak namun akal sehatnya sedang hibernasi sekarang. Bibir Donghae yang melumatnya garang adalah yang paling penting.
Mereka menghirup napas dan membuangnya dengan tergesa-gesa, seolah tak pernah ada cukup oksigen bagi mereka berdua. Youra mendesah keras ketika napas Donghae menggelincir turun ke lehernya, menghirup aroma rambutnya yang masih berbau shampoo.
“Jangan mengujiku, Youra.” Geram Donghae tiba-tiba lalu melepaskan pelukannya. Youra menatap Donghae bingung dan pria itu menunjukk ke bawah dengan dagunya.
“Oh, maafkan aku.” Ujar Youra cepat. Dia tidak tahu bagaimana dia bisa menarik lepas seluruh kancing kemeja Donghae tanpa sadar. Youra melepas cengkramannya dari ujung kemeja itu dan keningnya berkerut heran.
“Sayang sekali aku harus membuatmu kecewa. Karena sialnya, aku mengenakan kaus tambahan,” ujar Donghae sambil nyengir. Wajah Youra benar-benar merah padam sekarang. Dia yakin warnanya mampu menerangi seisi ruangan.
“Jangan tergesa-gesa,” bisiknya di telinga Youra. “Aku tahu kau mengalami jetlag. Jam berapa kalian tiba di sini?”
Otak Youra macet total. Dia sedang berusaha mengingat sekaligus memerintahkan seluruh syarafnya untuk berhenti bersorak gembira. Setelah terdiam cukup lama—ditambah Donghae yang terus menerus mengelus pipinya—Youra akhirnya menjawab dengan keadaan disorientasi yang lumayan parah. “Err.. sekitar pukul dua dini hari.”
Donghae menatapnya terkejut. Lalu perlahan raut wajahnya berubah simpati dan penuh kasih. “Tidakkah kau ingin beristirahat? Ayo kita tidur.” Ujarnya lembut, membuat tubuh Youra langsung berlubang bahagia.
Tetapi dia nyaris melihat makna lain dari ajakan Donghae barusan. Suhu tubuhnya tiba-tiba memanas tak terkendali. “Tidur?” ulangnya tak yakin, sementara rasa panas tiba di kedua pipinya.
Pria itu terkekeh geli dan menatap Youra dengan pandangan kau-manis-sekali. “Benar. Kita Cuma akan tidur. Aku janji.” Jawab Donghae dengan jarinya menempel di dada sebagai tanda sumpah.
‘Dasar idiot mesum!’ maki Youra untuk dirinya sendiri. Tetapi Donghae segera menariknya ke atas tempat tidur dan mendekapnya hangat. Perasaan nyaman langsung menyelubungi Youra dan dia tersadar bahwa dia benar-benar lelah.
“Tidurlah. Dan jangan cemaskan apapun.” bisik Donghae di sampingnya. Pria itu tidak mengetahui, betapa Youra berharap kata-katanya menjadi nyata..

***


Mereka bertiga duduk di sebuah lounge di Hotel tempat Chae Rin dan Youra menginap. Chae Rin berdekap marah dari sofanya, menatap Youra dan Donghae penuh emosi. Gadis itu memberondong Youra dengan sejuta pertanyaan sengit mengapa Youra tidak ada di kamarnya dan semakin marah saat Donghae yang menjawab semuanya. Meskipun wajahnya terlihat lelah dan pucat, Chae Rin bersikeras mereka harus mengadakan sesi tanya jawab. Donghae rupanya sudah mengantisipasi hal itu dan mengancam Chae Rin untuk tidak bertanya apapun lagi mengenai apa yang dia dan Youra lakukan semalaman.
Masih dengan wajah cemberut, Chae Rin mencegah Youra untuk menceritakan hal yang mereka temukan di Seoul pada Donghae. Mereka bertengkar cukup lama, hingga akhirnya Donghae berteriak frustasi dan memerintahkan mereka berdua untuk memberitahunya tentang apapun yang di sembunyikan Youra dan Chae Rin.
Chae Rin menolak membuka mulutnya sedikitpun, tetapi tidak melarang Youra menceritakan seluruh detail cerita yang terjadi. Perlahan-lahan raut wajah Donghae berubah. Air mukanya menunjukkan kekterkejutan dan ia meletakkan tangannya di pelipis, memijat keningnya dengan gusar.
“Jadi maksudmu, Kyung Dae sudah merencanakan semua ini? Menyembunyikanku dari para pembunuh meski dia tahu aku mencari mereka seumur hidupku?”
“Itu karena dia ingin melindungimu, Oppa.” Sahut Chae Rin tiba-tiba.
Donghae memelototi Chae Rin dengan garang. “Dan kau, bagaimana mungkin kau merahasiakan itu semua dariku?”
“Aku tidak ingin kau terluka! Lagipula aku sudah bersumpah pada Kyung Dae Oppa—”
“Dan kau membuatku menjadi orang buangan! Kau senang, Chae Rin? Aku yakin kau pasti tertawa melihatku harus meringkuk di bawah selimut sepanjang hari, bukan? Tidak ada yang pernah memanggilku Lee Donghae. Tapi Raveiden Haenoki. Itu yang kau harapkan?”
Chae Rin menggigit bibirnya dan kedua matanya memerah. Gadis itu sudah bersiap melemparkan jawaban dan Donghae juga sudah tak sabar ingin mematahkan seluruh pembelaannya. Ini tidak bagus. Youra buru-buru menengahi mereka dan mencoba berkata sehalus mungkin.
“Itu bukan poin utamanya, Donghae-ssi. Kita tidak bisa membahas masa lalu terus menerus. Sebaiknya kita mulai memikirkan apa yang terjadi pada Kyung Dae-ssi sekarang. Apa kau punya bayangan dimana dia?”
Donghae menarik napasnya dalam-dalam dan menatap Youra lama. Youra tahu pria itu sedang berusaha mengontrol emosinya dan kembali berpikir jernih. “Kau benar.” Ujarnya pasif lalu mulai bercerita.
“Aku tiba di sini lima hari yang lalu dan langsung mengikuti Kyung Dae Hyung. Dia menginap di hotel Royal Suite Tulip di dekat pantai. Karena aku tak mau dia mengetahui niatku, aku menyewa kamar di penginapan dua blok dari hotelnya. Sepanjang hari aku mengawasinya dari sebuah parkiran di depan kafe, tapi tidak sekalipun aku melihatnya keluar hotel. Jadi aku kembali ke kamarku ketika malam hari dan mencoba menunggu lagi di tempat yang sama keesokan harinya. Tetapi karena curiga, aku mendatangi resepsionis hotelnya dan bertanya mengenai Kyung Dae. Mereka mengatakan bahwa Hyung sudah keluar pagi-pagi sekali dengan membawa seluruh barangnya. Sejak saat itu aku sudah kehilangan dirinya.”
Youra dan Chae Rin memandangi Donghae dan wajah mereka berdua sama pucatnya sekarang. Mereka tahu ketiganya pasti memikirkan satu hal; Kyung Dae mendatangi PCC. Tak ada yang mengucapkan satu patah katapun untuk sejenak. Hanya ada keheningan. Dan Chae Rin lah yang merusak keheningan itu.
“Kita harus mencarinya, Oppa.” Ujarnya penuh tekad.
Donghae mengangguk pasif, namun menghela napasnya dalam-dalam. “Itulah yang persisnya sedang kulakukan, Chae Rin-ah. Tapi tidak satu petunjukpun kutemukan.”
“Oppa, apa kau mencarinya secara acak?”
“Yah.. benar. Aku menyisiri daerah pantai dan bertanya pada semua orang yang kutemui beberapa hari belakangan. Aku tidak berani memasuki Favela, terlalu beresiko jika aku pergi kesana tanpa senjata.”
Youra bergidik ngeri membayangkan Donghae memegang senjata apapun. Bagaimana caranya untuk bisa menemukan Kyung Dae dengan aman?
“Kau tidak bisa, tapi aku bisa.” Senyum Chae Rin mengembang dan dia menatap dua orang di hadapannya dengan wajah puas. “Aku punya rencana.”
“Apa maksudmu? Tunggu—tidak ada rencana apapun yang akan melibatkan kalian berdua. Kalian harus pulang ke Seoul hari ini juga.”
Chae Rin membelalak pada Donghae. Bibirnya terkatup dan detik berikutnya mereka mulai bersiteru lagi.
“Tidak! Aku tidak akan kembali ke Seoul tanpa kau dan Kyung Dae Oppa! Aku tidak mau—”
“Aku tidak akan mengijinkanmu, Chae Rin—”
“Aku tidak butuh ijinmu, Oppa!”
“DENGARKAN AKU!” teriak Donghae kehilangan kendali. Seluruh pengunjung menatapi mereka terkejut dan Youra lah yang buru-buru mengangkat kedua tangannya, meminta maaf. “Dengar, Chae Rin. Apapun gagasan konyolmu itu tidak akan pernah terjadi. Yang akan kalian lakukan adalah pulang dengan pesawat ke Seoul hari ini juga. Aku tidak mau ada kata tidak—”
“Kau yang harus mendengarkan aku, Oppa. Kau tidak bisa memasuki Favela, bukan? Aku bisa. Aku memiliki akses kesana dan itu akan mempercepat segala hal. Kau tidak bisa menolak ini. Oppa, kumohon, mengertilah. Aku juga ingin menyelamatkan Kyung Dae Oppa..”
Donghae menatap Chae Rin dengan pandangan penuh intimidasi, tetapi Chae Rin balas menatapnya. Dalam banyak hal, Youra cenderung memihak pada Chae Rin. Sebab dia tidak mungkin bisa meninggalkan Donghae sendiri di sini sementara mereka menunggu kabar dari Donghae dengan cemas setiap detiknya. Youra berdeham tak nyaman dan berbicara setenang mungkin. “Itu benar, Donghae-ssi. Kami tak mungkin meninggalkanmu sendiri di sini, sementara pembunuh-pembunuh itu mengincarmu.”
“Tapi aku lebih tidak ingin kalian menjadi target mereka!
“Aku tahu.” Jawab Youra tetap tenang. “Tapi kau harus bekerja sama dengan kami, Donghae-ssi. Kita buat ini menjadi mudah. Chae Rin akan membantumu untuk mendapatkan informasi, dan kalau dengan informasi itu kita tidak menemukan apapun, kami berjanji untuk segera pulang.”
“Tidak, aku tidak akan pu—” Chae Rin langsung protes tetapi Youra menangkap mata gadis itu dan memelototinya garang. Chae Rin terlihat bingung namun dia kembali bungkam. Setidaknya dia harus meyakinkan Donghae untuk membiarkan mereka tinggal.
Sepertinya membutuhkan waktu lebih dari sepuluh menit bagi Donghae untuk menyerah dan mendesah kesal. “Baiklah. Setidaknya aku harus mendapatkan informasi keberadaan Hyung dulu. Chae Rin-ah, apa rencanamu?”
Bibir Chae Rin melengkung membentuk senyuman percaya diri.







Jarum jam benar-benar bergerak lambat. Rasanya Youra sudah membusuk di kursi ini dan berulang kali berganti posisi. Donghae sama gelisahnya dengan dirinya. Tapi pria itu lebih mahir mengendalikan ekspresinya sekarang. Dia terduduk kaku di sudut jendela tanpa mengucapkan sepatah katapun dan memusatkan kedua pandangannya ke seberang jalan.
Chae Rin terlambat. Apapun yang sedang gadis itu kerjakan saat ini, dia terlambat dua puluh menit dari waktu perjanjian mereka. Chae Rin meyakinkan Youra dan Donghae untuk tetap tinggal di kamar hotelnya selagi dia mencari informasi dari informan terpercaya­nya. Tetapi gadis itu memperingatkan Youra dengan keras bahwa dia tidak boleh berdekatan dengan Donghae dalam jarak tiga meter. Youra sama sekali tidak berkomentar apapun, sebab dia sendiri tidak yakin apakah pelukan Donghae bisa menenangkan hatinya.
“Itu dia!” seru Donghae keras. Suaranya bercampur kelegaan dan kekalutan.
Youra bangkit dan ikut melihat ke arah yang di tunjukkan Donghae di jendela. Benar, itu Chae Rin. Gadis itu terlihat baik-baik saja dan berjalan dengan langkah ringan. Jelas sekali dia telah mendapatkan sesuatu.
Sepuluh menit kemudian, gadis itu telah berada di depan pintu kamar hotel dan Youra segera memberikannya pelukan erat. Chae Rin sempat bimbang sesaat, tapi dia menepuk punggung Youra dan tersenyum. “Aku bawa oleh-oleh.” Ujarnya senang.
Tiga buah ponsel canggih diletakkan Chae Rin di atas meja dan dia mengeluarkan sebuah map berwarna putih. “Kupikir kita sebaiknya tetap saling berhubungan. Jadi, aku membeli ponsel ini dan memastikan setiap ponsel memiliki alat pelacak terbaru.”
Bagaimanapun, dia gadis yang cerdas. Batin Youra mengakui.
Setelah menggumamkan terima kasih padanya, Youra memperhatikan ekspresi Chae Rin yang berubah murung. “Ada yang aneh.” Kata gadis itu menghela napas. Segera saja Youra dan Donghae menjadi waspada.
“Aku mendapatkan informasi ini dari salah satu kenalan yang pernah bekerja sama denganku ketika di Hawaii. Aku memohon padanya untuk mencari tahu tentang Kyung Dae Oppa di Favela dan menyertakan fotonya. Selama empat jam lebih dia menghubungi teman-temannya yang memiliki akses di Favela dan akhirnya dia memberiku kabar yang mengejutkan.
“Tidak ada yang bernama Kim Kyung Dae di sana. Tetapi mereka mengenalinya dari foto itu. Mereka bilang dia bukan Kim Kyung Dae, tetapi Kim Tae Hoon. Aku benar-benar bingung, dan sebagai jalan pintas, aku mencari nama Kim Kyung Dae di Universtias Federal Rio De Janeiro—Universitas Kyung Dae Oppa dulu—tetapi aku tidak menemukannya. Malah tidak ada satupun orang Korea yang yang lulus dari tahun yang sama dengan Kyung Dae Oppa selain Kim Tae Hoon.”
Chae Rin mendesah dan memijit pelipisnya gusar. Donghae membeku di kursinya, dan alis Youra berkerut bingung. Kyung Dae-ssi merubah namanya? Apa maksudnya semua ini?
“Apa kau berhasil mendapatkan jejaknya, Kim Tae Hoon itu?” tanya Donghae dengan wajah masih syok.
“Mereka malah bertanya dari mana informanku mengenal Kim Tae Hoon, karena keberadaannya masuk dalam top secret. Jadi yang bisa kupastikan adalah, Kyung Dae Oppa sedang berada di kediaman PCC.”
“Baiklah.” Ujar Donghae tiba-tiba, bangkit dari kursinya dan menatap Youra dan Chae Rin tegas. “Kalau begitu selesai. Kalian harus kembali sekarang.”
Mereka berdua terperangah dan Chae Rin kembali memuntahkan argumennya pada Donghae yang tetap berkeras bahwa mereka tidak bisa tinggal lebih lama. Sementara Youra mulai ketakutan, bagaimana jika terjadi apa-apa pada Donghae? Dia tidak bisa meninggalkan pria itu disini. Dia tidak mau.
Namun semuanya menjadi jelas. Tiba-tiba saja otak Youra berhasil menemukan sebuah cara—cara paling efektif sekaligus berisiko. Kenapa dia tidak menyadarinya sejak awal? Bodoh sekali.
“Tunggu—dengarkan aku!”
Dua pasang mata menatap Youra dengan marah dan terengah-engah. “Kau tidak bisa memulangkan kami, Donghae-ssi. Sebab aku tahu bagaimana menemukan Kim Kyung Dae-ssi atau Kim Tae Hoon-ssi.”
Lagi, kedua manusia itu menatapnya dengan tanda tanya tergambar di wajah mereka.

***

Youra membuka laptopnya dan menyalakannya dengan euforia aneh. Sudah beberapa hari dia tidak merasa berguna namun kali ini dia akan berusaha. Jelas sekali cara termudah adalah melacak falcon_33, hacker Brazil yang dulu pernah mengusiknya di K-Fashion.
Donghae dan Chae Rin duduk tegang dan gelisah di belakangnya. Tapi kali ini Youra sedikit percaya diri, dia punya kesempatan untuk menerobos balik user itu dari sini, di negaranya sendiri. Ponsel yang dibeli Chae Rin juga berkontribusi besar memberikan akses internet pada laptopnya. Youra segera menyambungkan laptopnya dengan komputer kerjanya di K-Fashion melalui Remote Access.
Dia mulai mengetikkan beberapa baris perintah di program itu, mencari riwayat kali terakhir dia berkoresponden dengan Falcon_33.
> Last login:
> yrlvn@loc-sys: ~$ ssh –wX yrlvn@ipgeoloc-sys
> yrlvn: /home/yrlvn# mount –ro,noexec/dev/sdb1/mnt
>yrlvn: /home/yrlvn# mkdir/home/yrlvn/falcon_33_files
>yrlvn: /home/yrlvn# cp/mnet/home/falcon_33/ .bash_history  falcon_33_files.txt
Reading ‘falcon_33.txt’ . . .
Uploading . . . . .

 Youra membaca dan mengurai setiap jejak yang di tinggalkan Falcon_33. Mencari posisi hacker itu memang sulit jika dia hanya menggunakan satu IP Address. Tentu saja niatnya akan segera ketahuan dan itu membuat Falcon_33 akan segera memutuskan akses dan membangun dinding baru dengan bounce—lompatan—baru dari berbagai IP Address. Tetapi kini Youra mengikuti langkahnya yang cukup cerdas. Dia harus menyelinap, bergerak secara perlahan dan menemukan setiap bounce yang pernah di singgahi Falcon_33. Jika Youra melakukannya dengan kecepatan 1GHz, dia baru akan berhasil meretas Falcon_33 seratus tahun kemudian. Jadi, kali ini Youra akan memanfaatkan cukup banyak PC atau Laptop yang sedang online di dunia ini untuk membantunya menemukan Falcon_33.
 >C:\WINDOWS\system32> ipconfig. . .
0+0 records out
0 bytes (0 B) copied, 4.9e-05 seconds, 0.0kB/s
Ethernet adapter
                Connection-specific DNS Suffix.:
                IP Address . . . . . .  . . . . . . . . . . . .
                Subnet Mask . . . . . . . . . . . . . . . .

>yrlvn: /home/yrlvn# cd bot
>yrlvn: /home/yrlvn/bot#. /irclient --config- /ipaddress
                |yrlvn > .login ch494no@hello

[ FYrbJpA4 ]        [ QgXCZ1nK ]     [ Onwy69bF ]
[ siKtX4BU ]        [ T8GC7Utn ]      [ RM8JOF5B ]
[ PYtbJlA2 ]         [ Ds8APkJK ]       [ Vvn3BdnL ]
[ KLtV4VU ]         [ E3V4kRTn ]       [ MKjL9Bna ]
[ zERT6bP ]          [ Wnb6NMu ]    [ GrCHT8vA ]
[ L9HkBrQ ]         [ iPC1DSqW ]      [ kRrTM2Nm ]

. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
E312 ATTENTION : latitude/longitude
[Country_name] => India
[City] => Bombay
[Latitude] => 18.9750003815
[Longitude] => 72.8257980347

Itu adalah salah satu bounce Falcon_33 yang berhasil di bongkar Youra dalam dua jam belakangan dan dia melanjutkan pencariannya hingga mendekati Negara ini, Brazil. Berikutnya Youra mulai menerobos satu persatu bounce dengan bantuan lebih dari seratus ribu PC milik orang lain dan ketika targetnya mulai dekat, Youra mengetik baris perintah pemrogramannya dengan sedikit panik.
>yrlvn: ^0 ssh -2vX –i/home/yrlvn/.ssh/ t_ld_rsa –p2222 yrlvn@home-gps
>yrlvn: ^0 ssh -2vX –i/home/yrlvn/.ssh/ t_ld_rsa:
                Welcome to Falcon_33 System (Falcon_33-rev-br)
>yrlvn: Fuzz_packets (filter(lambda x)):
Injecting pseudo-random data . . . . . . .
>import fpga_dev as accel:accel
Reading ‘Kim_Tae_Hoon.bin’ Ok. Uploading . . . . . . . . . .
>Find_key (fuzz_result, accelerated accel:accel p2222)
Starting random generator. . . . . . . Ok. . . .
Finding uniform data . . . .
PCC_Primerio Comando de Capital . .

Tangannya bergetar hebat saat menanti perpindahan file yang berhasil dicurinya dari Falcon_33. Dia yakin, cukup yakin, bahwa hacker itu memperhatikannya tetapi Falcon_33 masih bungkam. Dia tidak menginterupsi perpindahan data itu sama sekali dan membiarkan Youra mengambil seluruhnya dengan lancar. Apakah hacker itu memang sengaja membiarkannya ataukah memang ada jebakan lain?
Lima menit kemudian, perpindahan data selesai dan Youra buru-buru menutup semua aksesnya dari PC Falcon_33. Tapi tiba-tiba saja Falcon_33 mengirim sebuah tulisan untuknya, persis ketika dia akan menekan tombol Enter.
Congratulation. Enjoy it!
Tubuh Youra kaku seketika dan firasatnya benar, hacker itu sudah mengetahui langkahnya tetapi tetap membiarkan Youra mengambil semua data itu. Dan tanpa menunggu lebih lama lagi, Youra memutuskan semua bounce yang di pakainya serta menonaktifkan seluruh PC yang dia gunakan dan tentu saja, menghentikan Remote Access di kantornya. Dia sama sekali tidak ingin Falcon_33 mengobrak-abrik data K-Fashion.
Napasnya sedikit terengah ketika memutus koneksi internet di ponselnya dan dia mendesah keras. “Aku sudah menemukannya.” Bisik Youra masih tegang. Dari balik punggungnya, dia bisa merasakan atmosfir Donghae dan Chae Rin yang terus menanti dengan gelisah.
“Bukalah.” Kata Donghae cukup tenang.
Youra menurutinya dan membuka file yang dia curi sambil menahan napas. Isinya cukup membingungkan, tetapi mereka harus terus membaca semuanya..
I have promised you that I will reveal the truth whenever you catch me out. So, as what I have said, here’s the fact of things you may desire so much.
Tampak sebuah foto Kim Kyung Dae yang terlihat beberapa tahun lebih muda—dan tanpa kacamata—sedang duduk menatap kamera dengan wajah datar. Pria itu memakai kemeja dengan dalaman kaus berlengan pendek dan rambutnya yang di potong pendek sedikit kacau. Tidak hanya ekspresi, wajah oriental Kyung Dae terasa sangat kontras di antara beberapa orang berkulit hitam dan putih yang memiliki karakter keras dan arogan yang mengapit dirinya. Di sebelah kiri Kyung Dae, seorang lelaki tua dengan rambut nyaris putih seluruhnya dan guratan keriput di wajahnya duduk dan tersenyum menyipitkan mata. Sementara seseorang di sebelah kanan Kyung Dae bahkan sama sekali tidak berusaha terlihat senang pada saat pengambilan foto itu. Wajahnya terus memberengut marah dan ada luka sayatan di pipi kanannya, menambah kesan sangar di keseluruhan penampilannya.
Rio de Janeiro, June 19th, 1996.
Gambar ini di ambil pada perayaan ulang tahun Moies Joalo Alemeide ke 69, ketua organisasi Primerio Comando de Capital di dekat pantai Copacabana.
Tulisan itu terletak persis di bawah gambar itu dan mereka mulai membaca satu persatu kalimat di bawahnya:
Kim Tae Hoon’s Top Secret File:
1992 ----------- Moies mengangkat Kim Tae Hoon sebagai putra bungsunya dan menimbulkan kontroversi di antara para pendiri organisasi. Kim Tae Hoon berasal dari keluarga pelarian dari Korea Selatan sebelumnya di kenal sebagai budak PCC yang dijual oleh kedua orangtuanya. Orangtua Kim Tae Hoon bunuh diri seminggu sebelum Moeis mengangkatnya secara resmi dan meninggalkan hutang sebanyak $20000.
1993 ----------- Adik laki-laki Kim Tae Hoon, Kim Tae Yang, mati overdosis di salah satu rumah di Favela.
1994 ----------- Kim Tae Hoon mengambil jurusan Administratif Bisnis di Universitas Federal Rio de Janeiro atas perintah Moeis.
1996 ----------- Karena pertikaian antar fraksi pendiri PCC semakin memanas, Moeis meminta Kim Tae Hoon yang baru saja menyelesaikan pendidikannya di Universitas segera kembali ke markas.
1999 ----------- Salah satu mitra kerja PCC, keluarga Lee dari Korea Selatan, memutuskan untuk mengakhiri kerja sama dan menolak membantu PCC untuk menyelundupkan seratus ton Opium ke Negara tersebut.
1999 -----------Tiga hari setelah tiba di Brazil, seluruh Keluarga Lee berhasil di bunuh di hutan Curtiba.
1999 ----------- Perpecahan antar fraksi pendiri dan hilangnya keberadaan Kim Tae Hoon secara misterius. Moeis meninggal sebulan kemudian dan kekuasaan PCC resmi berpindah pada Isaías Moreira do Nascimento.
 2009 ----------- Jejak Kim Tae Hoon akhirnya ditemukan di Korea Selatan. Berganti nama menjadi Kim Kyung Dae dan menjabat sebagai CEO dari sebuah perusahaan konfeksi besar di Seoul.
2010  ----------- Penciptaan narkotika jenis baru dan rencana penyelundupan ke Korea Selatan di mulai.
2013 ----------- Organisasi melakukan negoisasi dengan Kim Tae Hoon yang menolak untuk membantu PCC, namun setelah akhirnya keberadaan putra tunggal Keluarga Lee ditemukan, Kim Tae Hoon setuju untuk berdamai.
2014  ----------- Korespondensi antara Isaias dan Kim Tae Hoon membuahkan kesepakatan baru. Pengiriman LAD akan dilakukan pada akhir tahun.
Additional (Tambahan):
Aku tidak tahu apa yang kau inginkan dari data ini, tapi karena kau telah berhasil mengambilnya, aku akan memberitahumu satu fakta lagi: Kim Tae Hoon di tahan di Rio de Janeiro karena berusaha melakukan kudeta terhadap kekuasaan Isaias. Isaias memberikan hukuman mati padanya jika tetap bersikeras untuk menolak kerja sama.
Nah, selamat berusaha!
Falcon_33

Ketiganya memandangi layar dengan perasaan ngeri. Tidak ada satupun yang terdengar selain detak jantung mereka. Jari Youra bergetar, dia seperti memakan buah simalakama, tidak tahu harus berkomentar apapun sebab keterkejutannya masih terasa jelas. Dia bahkan tidak berani melirik Donghae. Youra cukup yakin pria itu terlalu syok untuk bereaksi. Tetapi dugaannya salah. Donghae malah berkata persis di sisinya dengan gusar.
“Bisakah kau mencari dimana markas PCC?”
Youra mengangguk sedikit ragu. Dia bisa mendengar nada putus asa dari suara Donghae dan memutuskan untuk menuruti permintaan pria itu. Youra memasang kembali sambungan internetnya dan dadanya berdebar keras. Entah hal gila apa yang sedang menanti mereka saat ini..
Setelah sepuluh menit loading, laptopnya akhirnya berhasil menemukan dimana markas PCC dan dia berusaha melacak seluruh sistem pengamanan. Dugaannya benar, jika PCC bahkan mempekerjakan seorang hacker untuk menerobos paksa situs K-Fashion, sudah pasti pengamanan di kediaman mereka akan sangat ketat. Youra mengerutkan dahinya berulang kali. Dia sedikit tak yakin dengan kemampuannya untuk bisa meretas sistem keamanan PCC. Tapi Chae Rin dan Donghae menyemangatinya dan bersikap luar biasa tenang, tanpa sekalipun menginterupsi kerja Youra dengan pertanyaan-pertanyaan tidak penting.

Youra mencari pusat kendali keamanan di markas itu dan berencana untuk menyusup ke dalamnya. Ada begitu banyak pengaman yang mengatur akses di setiap ruang dan semuanya memerlukan password paling sedikitnya delapan karakter di berbagai port. Dengan kecepatan internet yang dimilikinya, Youra yakin dia akan segera ketahuan dalam waktu singkat jika dia tidak menemukan bounce untuk melompat masuk ke sistem keamanan mereka. Jadi selama hampir tiga puluh menit, Youra mencari IP Address dari kota sebelah, Sao Paulo, yang membantunya untuk menerobos PCC.
Dengan bantuan beberapa IP Address itu, Youra berhasil menyusup masuk dalam sistem keamanan mereka, namun masalahnya adalah, dia akan membutuhkan waktu lama jika harus membuat ratusan bounce untuk setiap satu akses. Youra memutar otaknya lebih keras. Ini pertama kalinya dia meretas sebuah gedung dan menjadi hacker bukanlah perkara mudah. Lalu tiba-tiba dia menemukan akses wireless dan sebuah ide berkelebat di kepalanya. Dia harus mereta wireless mereka lebih dulu, lalu memutuskan akses internet mereka yang akan memberikannya kemudahan untuk mengakses ruangan lain tanpa terdeteksi. Benar.


Dia menunggu dua puluh detik perjalanan programnya memecahkan sandi router wireless PCC dengan gugup. Youra telah memakai alarm security sebagai lompatan tetapi dia masih takut seandainya koneksinya tidak cukup cepat dan PCC akan menangkapnya. Dua puluh detik kemudian ketakutannya sirna. Youra berhasil mendapatkan sandi wireless dan memutuskan sambungan mereka. Dia juga menemukan cara pintas untuk mengetahui setiap ruang tanpa harus memeriksanya satu persatu.
Ruangan itu diberi nama UxxHz dan keterangan di bawahnya cukup mengejutkan:
Tahanan 01   | Reyez P. Jeandona | Hidup
Tahanan 02   | Monika Rebeque    | Mati
Tahanan 03   | Nevela Fertuyez      | Mati
Tahanan 04   | Dominique Neves   | Hidup
……………………………………………………………
Tahanan 09   | Kim Tae Hoon          | Hidup

Seluruhnya berjumlah dua belas tahanan dan yang paling penting adalah status Kim Tae Hoon yang masih hidup. Youra mendesah lega, begitu pula dengan Donghae dan Chae Rin yang langsung rileks di belakangnya. Mengetahui fakta ini membuat Youra menjadi sedikit bersemangat dan mulai berencana mencari akses ke ruang tahanan itu lalu mengintip melalui kamera pengawasnya.
“Istirahatlah, Youra-ya,” bisik Donghae di sebelah kirinya. Bibirnya mengecup pipi Youra dengan perlahan, seakan memberi apresiasi atas semua hal yang dilakukan Youra beberapa jam belakangan ini. Jantungnya langsung bersalto gembira dan setiap sentuhan Donghae seakan bergelenyar di tubuhnya. Pria itu kini memainkan rambut Youra yang jatuh bebas melewati pundak dan dia bertanya-tanya apakah Chae Rin mengetahui hal ini.
“Chae Rin sedang mencari makanan.” Ujar Donghae seolah menjawab kecemasan Youra yang terlihat jelas dan dia tersenyum malu. “Dia tidak akan kembali setidaknya dalam dua puluh menit.” Lanjut Donghae lagi, membuat wajah Youra menghangat.
Donghae bangkit dan merentangkan tangannya. “Biarkan aku memelukmu sebentar..”
Youra melingkarkan kedua tangannya cepat-cepat. Dia bisa mendengar detak jantungnya, detak jantung Donghae, yang berdegup secara konsisten dan mendadak dia merasa luar biasa lelah. Dari balik punggung Donghae, Youra bisa melihat warna langit Rio de Janeiro sudah berubah gelap. Berapa jam tepatnya dia berkutat di depan laptopnya?
“Terima kasih.” Bisik Donghae tulus. “Kau benar-benar sangat membantuku.”
Youra tersenyum dan mendekap Donghae lebih erat. “Donghae-ssi? Bolehkan aku bertanya sesuatu?”
“Apa?”
“Apa itu favela?”
Dada Donghae bergetar karena tertawa begitu keras. Youra merasa lebih malu lagi sekarang. Selama seharian ini dia mendengar bagaimana Donghae dan Chae Rin berdebat tentang pergi ke Favela tetapi dia sama sekali apa dan dimana itu. Dia ingin bertanya, tetapi melihat emosi keduanya yang tak kunjung mereda, Youra menahan rasa penasarannya hingga sekarang.
Favela adalah sebuah kawasan perumahan kumuh di Rio de Janeiro, Youra-ya. Disana nyaris tidak ada ekstradisi karena hampir seluruh penduduknya memiliki pekerjaan illegal. Favela berarti kawasan perjudian, seks bebas, narkoba, dan pembunuhan. Tidak ada satu hal pun yang bisa dikaitkan dengan kata-kata positif jika menyangkut Favela. Itu sebabnya aku tidak ingin kalian berada di sini lebih lama. Rio de Janeiro tidak seaman Seoul.”
‘Dan kau yang akan menghadapi semua bahaya itu sendirian?’ Youra menahan kata-katanya dalam hati. Dia tidak ingin berdebat dengan Donghae untuk saat ini. Memikirkan Donghae berada di Favela sudah membuatnya ketakutan, apalagi membayangkan tubuh pria itu tergeletak berlumuran darah..
Youra memperat pelukannya agar bayangan itu berhenti mengusiknya. Donghae yang tidak mengetahui apapun, berpikir bahwa Youra ketakutan akan penjelasannya dan balas memeluk Youra dan menghirup puncak kepalanya. “Tenang saja, kau akan aman.” Janjinya yakin. Meskipun Youra tidak merasa seyakin itu.


Chae Rin kembali dan membawa sekotak besar pizza dan beberapa bungkus nasi ayam serta yang mengejutkan, dia berhasil menemukan restoran yang menyajikan bibimbap, kimbab dan kimchi. Donghae segera mengambil sebungkus kimbab dan membaginya pada Youra. Chae Rin memberengut dan merebut kimbap itu dari tangan Youra dengan paksa.
“Ya, Chae Rin-ah, Berhentilah bersikap kekanakan!” Ujar Donghae kesal.
“Aku hanya mengambil hakku. Kau masih milikku, Oppa.” Balasnya sengit. Youra memilih mengambil sebungkus nasi ayam dan menyantapnya dalam diam, sama sekali tidak berniat ikut campur dalam pertengkaran mereka kali ini.
“Dengar. Sampai kapan kau mau bersikap seakan sangat mencintaiku?”
“Apa maksudmu, Oppa?”
Donghae mendengus marah. “Aku tidak tahu apa yang membuatmu bersikap begitu. Tapi, Chae Rin-ah, aku tahu kau tidak benar-benar mencintaiku. Ayolah, mengaku saja. Kau mencoba mencintaiku karena kau sebenarnya menyukai Kyung Dae Hyung, bukan?” kata-kata Donghae membuat Chae Rin terperanjat dan dia mengerjapkan matanya gugup.
“Aku—Aku tidak—”
“Jangan bohong.” Geram Donghae mengancam. Chae Rin kelihatan sangat gelisah dan dia mulai menyerang Donghae dengan pertanyaan-pertanyaannya. Dari sudut ruangan, Youra hanya memperhatikan bagaimana Donghae melemparkan semua bukti-bukti yang tak terbantahkan dan bagaimana Chae Rin memberikan alasan-alasan pada semua perkataan Donghae.
Lama-kelamaan Youra merasa jemu dengan pemandangan yang dilihatnya dan dia beralih kembali ke laptopnya begitu selesai menghabiskan nasi ayamnya. Laptopnya dalam keadaan stand by dan Youra hanya perlu mengetik satu baris perintah pada program hackingnya untuk bisa mengakses kamera pengawas di ruang tahanan Kyung Dae.
>C:\WINDOWS\system32> nslookup camera1.roost.br
Layar laptopnya langsung menampilkan rekaman sebuah ruangan sempit, gelap dan kosong, kecuali seseorang yang duduk di kursi di tengah-tengahnya. Youra menjerit dan menutup mulutnya ketakutan. Dia bisa mendengar Donghae dan Chae Rin buru-buru menghentikan argumen-argumen mereka dan mendatanginya.
Donghae terkesiap dan jeritan ketakutan keluar dari bibir Chae Rin. Seseorang yang tengah duduk di kursi kayu kecil dan kedua tangan terikat di belakangnya adalah Kyung Dae.
Keadaannya mungkin yang paling mengejutkan. Pria itu tak lagi memakai kacamata perseginya dan darah menetes dari setiap sudut wajahnya. Pelipis, kening, bibir, hidung, serta rahangnya penuh darah. Begitu mengenaskan dan mengerikan. Tubuhnya terlihat tak bertenaga, kepalanya menengadah ke atas dengan lebam di mata dan pipinya. Tidak hanya tangan, tetapi kakinya juga terikat pada kursi. Untuk sejenak, mereka yakin bahwa Kyung Dae sudah tak bernyawa kalau tidak melihat tarikan napasnya yang kesusahan.
“Oppa! Oppa! Gwaenchanha?! OPPA!” teriak Chae Rin tersedu-sedu. Dia mengguncang Laptop Youra dengan keras dan menepis tangan Donghae yang mencoba menenangkannya. “Oppa, ayo kita pergi. Kyung Dae Oppa dalam bahaya! Palli—Cepat! Palli Kajja!!” teriaknya lagi.
Donghae memeluk Chae Rin yang sudah merosot ke lantai dan mencoba berbisik dengan tubuhnya yang gemetaran. “Tenanglah, Chae Rin-ah. Aku janji, aku janji akan menyelamatkannya. Tenanglah.”
Youra yakin bisikan itu lebih kepada menenangkan Donghae, bukan Chae Rin. Kendati demikian, Youra mencoba menguatkan hatinya dan melirik lagi ke arah laptopnya sambil menggigit bibir. Dia menganalisis ruangan itu dengan seksama dan mengernyit melihat wajah Kyung Dae yang penuh luka. Tidak ada apapun di ruangan itu termasuk jendela. Dia yakin di bawah kamera pengawas ini adalah pintu masuk dan itu artinya tidak ada kesempatan untuk kabur. Sialnya kamera yang di pasang di ruangan itu bukanlah kamera pengintai, yang bisa bergerak Sembilan puluh derajat secara berkala, melainkan hanya kamera pengawas yang diam di tempatnya, mengamati ruangan yang berisikan tahanan..
Tunggu. Dia punya ide. Dan dia bisa saja menyelamatkan  Kyung Dae dengan idenya ini.

***


Tidak ada kata,
Tidak ada cerita.
Romansa kita 
Hanya gurauan.
Tak mungkin jadi nyata.
Benarkah aku?

Falling – 21 Juni 2014


5 komentar:

  1. Omigod! Gag bisa komentar banyak selain bilang kalo kamu itu 'hebat'. Hebat damal mengobrak-abrik hati seorang perempuan #nangis dipojokan #peluk bantal Donge :'(

    Disaat kata END muncul disamping judul, disaat itulah aku bakalan membaca ulang ff ini dari chapter 1 sebelum membaca last chapternya. Jadi aku hapar lanjutan chapternya gag terlalu lama yaa...soale aku udah kepo setengah mati sama endingnya :D :3

    BalasHapus
    Balasan
    1. hati aku juga potek-potek karena Donge (T.T) *kobokin akuarium*

      huhuhu doakan saja yaa :')) semuanya tergantung kondisi dan waktuku di bulan puasa. apalagi aku udah cuti puasa(?) *apaini*

      Hapus
    2. Cuti puasa? *sama* aku juga gag bisa ikut puasa dari hari pertama gegara periodeku datengnya pas 1hari sebelumnya *hah, apaini?* #abaikan :D :))

      Hapus
  2. Duh! Komentarku ada typonya :D harap dimengerti, soalnya pas ngetik ini dikolom komentar juga harus pake ganjelan mata :D ;3

    BalasHapus
  3. Kamu ini progammer atau apa ya author? Kok hebat banget :3 kode"nya itu ak aja smpe mudeng dan di skip :v *reader malas mwuahahaha
    Ughhh Donghae co cuit de sma Youra :3 >< tpi kurang banyak :p hahahaa
    Jdi.. Kyungdae itu sbnrnya ga berniat jahat kn? Malahn dia mau nyelamatin Donghae..
    Huaaa penasaran sma last chap.. Lanjut dlu ya author~ fighting <3

    BalasHapus