Alternative title :
기다리고 있었어요! 봐지? (Kidarigo Isseosseoyo! Bwaji?)
GENRE :
Action-Romance, AU (Alternate Universe)
RATING :
NC-21
CAST :
Lee Dong Hae [ 이동해 ]
Youra Leavanna [ 요우라 리판나 ]
Kim Kyung Dae [ 김경대 ]
Park Chae Rin [ 박채린 ]
Author :
@Aoirin_Sora
Note:
Hallo!
Maaf ya, sepertinya perkiraanku meleset. Adegan action-nya
di undur sampe next chapter (yang kemungkinan jadi last chapter). Kali ini aku
mau menunjukkan kehebatan Youra sebagai hacker
*eaaah* Jangan tanya apa arti dalam setiap syntax (kode pemrograman) yang ada dalam cerita ini ya, karena pasti
bakal bikin aku kena demam seminggu penuh =w=;;) sebenarnya syntax-nya ga sependek itu. Tapi karena aku
ga sanggup ngetikin semua kodenya, jadi aku singkat deh hehe *author males*
Chapter ini udah cukup rumit dengan semua kode hacking itu,
jadi di chapter berikutnya aku bakal full ke action. Nah, selamat menikmati!
(^^)/~
With Love,
Aoirin_Sora
Chapter 8
『Merindumu,
Bagai menenggak racun.
Menyiksa dalam asa,
Namun
juga mempercepat kematianku..』
Suasana Club Ellui amat
sangat menyesakkan.
Berulang kali Youra harus
menutup telinganya dan menyipit ketakutan ketika dia kehilangan sosok Park Chae
Rin yang berjalan di depannya. Sebenarnya mereka nyaris tidak bisa disebut ‘berjalan’,
Youra harus menghimpit tubuhnya di antara ratusan tubuh yang berdesakkan di dance floor. Bau alkohol menguap di
udara, membungkus seluruh oksigen dengan kombinasi asap rokok dan peluh
orang-orang yang menari gila-gilaan. Hingga detik ini Youra tidak habis pikir, mengapa
begitu banyak manusia ‘tumpah ruah’ di sini. Sebab dia sendiri sudah pasti
tidak sudi untuk berlama-lama kalau bukan karena misi mereka.
Misi.
Kedengarannya terlalu
berlebihan dan terkesan serius. Tetapi mereka berdua setuju untuk membuatnya
menjadi hal yang harus di prioritaskan dalam dua hari belakangan ini. Kemarin sore
Park Chae Rin berhasil memaksa Gong Il Sun—pria separuh baya dengan perut
buncit dan kumis menjijikan—untuk memberitahu mereka seluruh informasi yang dia
berikan kepada Donghae. Tentu saja pria itu tidak sukarela membocorkan hal sepenting
itu. Dia baru membuka mulutnya setelah Chae Rin menyodorkan sekoper uang tepat
di bawah hidungnya dan ancaman deportasi karena pria itu adalah buronan dari Korea Utara.
Donghae ternyata sudah
mengenal Gong Il Sun selama lebih dari empat tahun. Dan berdasarkan pengakuannya,
ia sama sekali tidak mengetahui kehidupan Donghae karena ia berkeras bahwa hubungan
mereka hanya sekedar bisnis dan tidak ada latar belakang lain yang membuat Gong
Il Sun mau bekerja sama dengan Donghae selain karena uang. Pria itu juga mengatakan
bahwa Donghae hanya memintanya mencarikan informasi yang berhubungan dengan mafia
obat-obatan dari luar negeri terutama benua Amerika dan tidak berminat pada dunia
kriminal di negaranya sendiri.
“Kalian tidak tahu—tentu saja
tidak—tapi belakangan ini situasi
memanas. Terjadi pertikaian antara mafia-mafia besar karena beredar obat-obatan
yang masih di rahasiakan siapa produsennya dan hal itu membuat TRIAD—mafia Cina—, Mikio Ono dari Jepang dan bahkan A-Team dari Inggris, menjadi gelisah. Ada
beberapa kabar yang menyebutkan bahwa El-Chapo dari Meksiko adalah pemilik dari
LAD—Narkotika jenis halusionogen yang
berbahaya—dan dia menyebarkan obat
itu hingga ke Asia. Tapi sepertinya semua tuduhan itu tidak pernah terbukti
sebab menurut informasi yang kudapat, El-Chapo sendiri malah berusaha menyaingi
LAD dengan menciptakan semacam Narkotika baru yang sayangnya tidak sebaik LAD. Sebenarnya
aku sudah menginformasikan pada Donghae bahwa Oh Ye-Sun, Pemimpin tertinggi TRIAD
berada di Seoul selama seminggu. Aku tidak tahu apakah Donghae sudah mendapatkan
informasi penting itu, karena kalau sampai besok malam dia tidak juga
bertindak, dia akan kehilangan kesempatan terbesarnya.”
Kening Youra berkerut lebih
dalam ketika dia mengingat-ingat seluruh perkataan Gong Il Sun kemarin. Sejujurnya
dia tidak terlalu percaya dengan apa yang didengarnya. Kalau dia boleh memilih,
Youra bahkan tidak ingin repot-repot untuk memikirkan sedetik saja tentang apa
itu LAD, TRIAD ataupun El-Chapo. Tapi dia harus. Karena hanya
dengan begitu dia bisa mencari tahu apa yang dicari Donghae dan apa yang
disembunyikan Kyung Dae. Demi pria itu juga, Youra rela berdesak-desakan di
antara orang-orang setengah mabuk dan nyaris muntah di atas kemejanya yang
mulai basah.
Siluet Chae Rin yang kini
menaiki tangga membuat Youra melangkah lebih cepat. Dia tidak boleh terlambat
atau aktingnya sebagai sekretaris
wanita itu akan tidak berguna. Satu jam sebelumnya mereka sudah sepakat untuk membuat
semacam penyamaran untuk menjalankan misi mereka. Karena Youra menolak dengan
tegas seluruh pakaian seksi yang di sodorkan Chae Rin padanya, Chae Rin memutuskan
bahwa Youra akan lebih mudah menjadi sekretaris pribadinya, dengan begitu Youra
bisa tetap memasuki Club dan mengenakan pakaian yang disebut Chae Rin ‘amat
sangat kuno’.
Ada sekitar lima orang
penjaga dengan wajah tipikal; mata sipit dan rahang keras yang berdiri tepat di
depan pintu masuk. Youra buru-buru menyusul Chae Rin yang sedang berbicara pada
mereka dengan bahasa asing yang tidak di mengertinya. Sempat terjadi
perdebatan, namun Chae Rin akhirnya berhasil memastikan para penjaga itu dan
mengijinkan mereka berdua masuk.
Lebih banyak lagi asap
rokok yang menggantung di udara, membuat Youra harus menarik napasnya
dalam-dalam sebelum dia terkurung di ruangan itu bersama dengan sepuluh pasang
mata yang menatap mereka tajam. Lagi-lagi Chae Rin berbicara dalam bahasa asing
dan Youra hanya bisa memasang wajah datar ketika dia mengamati sekelilingnya.
Dia tidak tahu siapa
orang-orang ini, namun dia bisa mengenali Oh Ye-Sun. Pria itu duduk di
tengah-tengah sofa, diapit dua orang wanita dan sedang mengamati Chae Rin dari
atas sampai bawah. Tampak jelas auranya mengisi ruangan hingga ke sudut
tergelap, dan walaupun sama sekali tidak ada guratan kejahatan di wajah pria
itu, Youra yakin, kekejaman bersembunyi di balik sepasang mata ramah Oh Ye-Sun.
***
“Selamat malam.” Ucap Chae
Rin bermanis-manis, meskipun dia benar-benar ingin muntah sekarang.
Oh Ye-Sun menatapnya dari
seberang meja. Menilai tubuhnya dari atas sampai bawah dan dia harus menahan kepalan
tangannya yang mulai berkedut, gatal untuk memberikan bekas luka di wajah pria sialan
itu. “Berapa hargamu?”
Chae Rin mendesis. “Berapa
banyak uangmu?” tantang Chae Rin dengan senyuman mengejek. Dia mendengar Oh
Ye-Sun tertawa dan mengambil kesempatan untuk mengamati sekelilingnya secepat
kilat. Ada lima orang penjaga di seluruh penjuru ruangan. Empat orang wanita penghibur
dan enam botol vodka Absolut Ruby Red yang separuhnya kosong. Semua
penjaga tampaknya mengantongi paling tidak sebuah pistol semi otomatis dan sama
sekali bukan pertanda bagus. Chae Rin sendiri memang sudah bersiap untuk
menghadapi keadaan terburuk—mengingat hanya dialah yang bisa menyelamatkan
mereka berdua jika keadaan semakin genting. Dia tahu Youra bergerak gelisah di
belakangnya dan Chae Rin menahan keinginan untuk menggertakkan gigi. Tidak
bisakah wanita itu berakting lebih baik lagi?
“Kenapa kau ingin tahu?” tanya
Oh Ye-Sun dengan senyum miring. Matanya mulai mengikuti kedua kaki Chae Rin
yang semakin dekat padanya.
“Minggir.” Chae Rin menarik rambut seorang wanita di sisi kanan Oh
Ye-Sun dan tidak mempedulikan sumpah serapah wanita itu. Matanya menujukkan rasa
lapar dan senyumnya terukir tidak sabaran. Dia harus menyelesaikan misi ini
secepat mungkin.
Kedua tangan Oh Ye-Sun
langsung menyambutnya dengan gembira. Tentu saja, sebab pria mana yang sanggup
menolak pesonanya? Yah, kecuali Donghae. Ingin sekali Chae Rin meremukkan wajah
mesum itu menjadi berkeping-keping tapi dia menahannya. “Kau cantik sekali.” Desah
Oh Ye-Sun. “Katakan berapa banyak yang kau mau.”
Chae Rin mendekatkan
bibirnya di telinga pria itu dan berbisik dengan sangat menggoda. “Aku tidak
ingin uangmu. Aku menginginkan informasi.” Dia bisa merasakan tubuh Oh Ye-Sun
mengejang dan raut wajahnya berganti menjadi waspada.
“Siapa kau?” tanyanya masih
dengan nada membujuk yang palsu.
“Seorang gadis cantik yang
haus informasi.” Jawab Chae Rin berdiplomasi.
Oh Ye-Sun tertawa dan
menggeleng takjub ke arahnya. “Aku benar-benar menyukaimu.” Ujarnya menyeringai.
“Apa yang ingin kau ketahui, cantik?”
“Aku yakin kau tahu siapa pemilik
LAD. Berikan aku satu nama.”
Pernyataan Chae Rin mengubah
seluruh ruangan menjadi hening. Bahkan tak terdengar sebuah tarikan napas pun,
selain dentuman musik yang merambat dari sela-sela dinding. Oh Ye-Sun
menatapnya dengan pandangan yang menyiratkan seribu arti. Pria itu menyesap vodkanya
sebelum mendengus heran. “Kenapa aku harus memberitahumu? Apa untungnya buatku?”
“Sayang sekali kau tidak
punya pilihan lain, Tuan Oh Ye-Sun. Aku sedang tidak ingin berbasa-basi lebih lama.
Berikan aku satu nama atau.. kau lebih suka mendekam di penjara?”
Kali ini Oh Ye-Sun tertawa
lebih keras, seakan menganggap semua perkataan Chae Rin adalah gurauan. Dia
tidak menghentikan tawanya sampai ketika Chae Rin mulai berbicara lagi. “Satu
panggilan sederhana akan membuat Interpol langsung mengerubungimu detik ini
juga.”
“Kau pikir aku bodoh? Kenapa
aku harus mempercayai ucapanmu—”
“Karena aku tahu kau baru
saja menyelundupkan obat-obatan ke Negara ini. Jangan khawatir, aku punya
bukti. Saksi mata. Jadi, membuktikanmu bersalah adalah hal yang gampang bagiku.”
Tangan-tangan para pengawal
itu sudah menyelinap masuk ke dalam saku jas mereka, berjaga dengan pistol. “Suruh
orang-orangmu tenang. Aku tidak ingin ada keributan yang tak perlu. Akan
kukatakan dengan jelas. Aku sudah menghubungi pengacaraku sebelum ke sini. Kalau
aku tidak kembali dalam..ah, sepuluh menit lagi, dia harus segera menghubungi
Interpol dan mengamankan saksi kami. Jadi, kalau kau ingin membunuhku, atau
menahanku lebih lama, aku berani menjamin masa kurunganmu akan sangat tidak
menyenangkan.”
Diluar dugaannya, Oh
Ye-Sun tersenyum. Pria itu sama sekali tidak menunjukkan ketakutan atau kecemasan
apapun. Wajahnya terlihat tenang dan dia menyalakan sebatang cerutu. “Aku sama
sekali tidak takut dengan ancamanmu nona. Aku tahu kau hanya menggertak. Sebab
mudah sekali untuk membunuhmu tanpa takut akan ancaman kurungan itu. Tapi ada
satu hal yang menarik perhatianku, kenapa kau sangat ingin tahu siapa pemilik
LAD?”
Chae Rin mencelos dalam
hati. Apakah niatnya terbaca sejelas itu? Perlahan ujung jarinya mulai dingin
dan dia tidak punya pilihan lain selain mengandalkan kemampuan berdiplomasinya
sekarang. “Aku ingin membalas dendam.” Jawab Chae Rin pendek. Dia melihat mata
Oh Ye-Sun berkilat penasaran dan menyambar kesempatan itu. “Aku sudah menunggu
begitu lama dan aku ingin mereka semua mati.”
Satu hal yang di pelajari
Chae Rin adalah, di manapun semua orang berbisnis memiliki pola pikir yang mirip;
mereka akan bersuka cita saat mendengar lawan bisnis mereka jatuh. Dia tidak heran bila akhirnya Oh
Ye-Sun mengangkat alisnya tinggi, terlihat senang dengan tujuan Chae Rin.
“Aku tidak pernah bertemu
langsung dengan mereka. Tapi sejauh ini informanku menyebutkan bahwa ada sebuah
organisasi gelap di Brazil yang memproduksi LAD dalam skala kecil dan
merahasiakannya agar tak tercium siapapun. Mereka menyebutnya PCC—Primerio Comando da Capital.”
Chae Rin segera merekam kata-kata
pria itu dengan sekuat tenaga dan dia tahu Youra juga akan melakukan hal yang
sama dengannya. Dia melirik Youra, yang masih berdiri kikuk di seberang meja
dan mengangguk tak kentara. Chae Rin yakin Youra sedang mempersiapkan benda itu.
“Aku tak berharap banyak padamu
karena aku ragu, apakah tanganmu yang indah itu bisa membunuh seseorang. Tapi kalau
kau bisa, aku tak keberatan kalau kau menghabisi semuanya, sayang.” Oh Ye-Sun berbisik
dan mendekatkan tubuhnya. “Nah sekarang, bagaimana kalau kau membayar informasiku barusan? Aku tidak
menolak jika kau menggantinya dengan tubuhmu—”
Pria itu tidak sempat menyelesaikan
kalimatnya karena Chae Rin tertawa histeris sekarang. “Maafkan aku, tapi
sepertinya aku tak bisa melakukannya. Selamat tinggal.” Bisiknya tepat ketika raut
wajah Oh Ye-Sun membelalak kaget. Detik berikutnya pria itu ambruk ke lantai, bersama
dengan seluruh orang yang berada di ruangan ini—minus dirinya dan Youra.
Chae Rin mengangguk dan bergegas
meninggalkan ruangan yang seluruh penghuninya sudah tertidur pulas. Dia tersenyum
puas pada Youra yang juga terlihat senang atas apa yang baru saja mereka lakukan.
Menggelikan sekali, bahwa sebuah alat kecil bernama nose-sterile—tadinya di gunakan Chae Rin ketika dia berada di Bangkok
untuk menghindari asap polusi yang menyesakkan—ternyata tidak hanya bisa
menyaring udara bersih tetapi juga gas tidur. Mereka sudah menyisipkan alat itu
tepat di bawah hidung sebelum mereka masuk. ketika Chae Rin memberikan tanda, Youra
melepaskan gas tidur di dalam mini pouch-bag
yang dibawanya dan dalam hitungan detik, seluruh ruangan telah berhasil
mengunjungi alam mimpi tanpa sadar bahwa dua orang wanita cantik baru saja kabur
dari genggaman salah satu mafia paling ditakuti di Asia.
***
“Ini, cepat ambil.” Seru Chae
Rin tergesa-gesa. Youra meraih sebuah kertas yang disodorkan Chae Rin dan bingung
ketika dia menyadari bahwa itu adalah sebuah tiket pesawat.
“Kita mau kemana?” tanyanya
bingung. Dia mendengar Chae Rin mendesah tidak sabar tetapi tidak memalingkan
pandangannya dari layar laptop.
“Tentu saja kita akan ke
Brazil.” Jawabnya enteng, mengabaikan seruan kaget Youra. “Kita harus cepat, Youra-ssi.
Donghae Oppa dan Kyung Dae Oppa dalam bahaya jika mereka benar-benar terlibat dengan
organisasi itu.” imbuhnya jelas-jelas panik.
Ketakutan Chae Rin seakan
ikut mengalir pada Youra, membuatnya mengacuhkan akal sehat dan mulai
mempertimbangkan untuk menyusul Donghae. Karena sejujurnya dia sangat
merindukan pria itu. Semua ingatan akan setiap sentuhan dan tatapan Donghae
yang dalam benar-benar tak bisa berhenti berputar di kepalanya. Dia merindukan sauhnya,
kedua bola mata cokelat sempurna yang membuat dadanya kesusahan bernapas. Dia merindukan
bisikan sensual pria itu, tarikan napasnya bahkan pertengkaran-pertengkaran
mereka. Dia ingin memastikan bahwa Donghae baik-baik saja. Sebab dia belum
menemukan satu kabar pun baik dari Donghae ataupun Kyung Dae. Keberadaan mereka
berdua sama misteriusnya saat ini.
“Aneh.” Ucap Chae Rin
tiba-tiba. “Menurut Gong Il Sun-ssi, organisasi itu sudah nyaris di bubarkan empat
belas tahun lalu. Tapi karena beberapa alasan mereka tetap bertahan dan selama
sepuluh tahun belakangan, organisasi itu menutup diri dari semua kegiatan. Tetapi
sepertinya dalam lima tahun ini mereka sudah bergerak perlahan-lahan, menguasai
beberapa pasar Narkotika di dunia dan mulai memperluas wilayah kekuasaan mereka
di bawah pimpinan Isaías "Esquisito" (Weird) Moreira do Nascimento—Isaías si Aneh.” Chae Rin membacakan balasan e-mail Gong Il Sun dengan cepat dan tanpa jeda.
“Kalau begitu semuanya cocok!”
seru Chae Rin keras. Youra terlonjak dan menatapnya penuh tanya. “Aku yakin
itulah alasan kenapa Kyung Dae Oppa menolak untuk menyetujui usul Donghae Oppa yang
menginginkan investasi pelabuhan Busan. Dia pasti tahu bahwa Organisasi itu
ingin menyelundupkan LAD ke Korea melalui pelabuhan dan Kyung Dae Oppa tidak
mau hal itu terjadi. Aku rasa karena itulah dia pergi ke Brazil.”
Perlahan-lahan kesadaran
itu menghantam Youra dan Chae Rin benar, semuanya berhubungan. Tentu saja Donghae
tidak mengetahui kenyataan ini. “Apakah kau juga berpikir.. mungkin saja organisasi
itu adalah mafia yang membunuh orangtua Donghae-ssi?” suara Youra bergetar saat
dia bertanya. Ketakutan semakin membuncah di dadanya ketika melihat wajah Chae
Rin yang memucat.
“Kalau itu benar, berarti Donghae
Oppa benar-benar butuh pertolongan.” Jawabnya lirih.
Kurang dari dua jam
kemudian, mereka sudah memasuki Incheon International Airport dengan
terburu-buru. Sudah lewat tengah malam dan tidak ada tanda-tanda bahwa bangunan
ini akan beristirahat meski matahari
telah kembali ke peraduannya. Di sana-sini terlihat orang-orang yang hilir
mudik, penjaga berseragam, petugas bandara dan pramugari-pramugari yang baru pulang
dari perjalanan udara. Youra merapatkan mantelnya dan memperbaiki poninya dengan
canggung. Chae Rin mengusulkan agar mereka mengganti penampilan karena dia
yakin anak buah Oh Ye-Sun sedang mencari mereka ke seluruh penjuru kota. Jadi
dengan segala fasilitas kelas satu, Chae Rin mendatangkan dua orang make up artist dan dalam waktu dua puluh
menit, Youra sudah menjadi seseorang yang berbeda.
Hanya dalam kurun waktu
tiga jam setelah berhasil memperoleh informasi, mereka berdua sudah bersiap
untuk meninggalkan Korea. Youra sendiri tidak mengerti bagaimana Chae Rin bisa menyiapkan
semuanya. Mereka setuju untuk berangkat
ke Brazil dan Youra mengeluh bahwa waktu mereka tidak akan cukup untuk mengajukan
visa ke Brazil. Tetapi kemudian Chae Rin malah menyuruhnya berdiri lalu
mengambil foto wajahnya yang baru selesai di make up. Dan setengah jam kemudian, sebuah paspor baru sekaligus kartu
identitas baru atas nama Cavida Raxland telah aman di sakunya.
Dia ingat ketika Chae Rin
menjelaskan bahwa pekerjaan ayahnya yang selaku pengacara terkenal telah
membuatnya bertemu dengan berbagai orang dengan berbagai profesi. Termasuk
pemalsu KTP, Paspor dan bahkan pengedar obat bius. Chae Rin berkilah bahwa kali
ini mereka dalam keadaan darurat, jadi mereka tidak memiliki pilihan lain. Meskipun
begitu Youra yakin ini bukan kali pertama Chae Rin memiliki paspor palsu.
Pesawat yang mereka tumpangi berhenti di Hongkong
delapan jam kemudian. Youra berpikir mereka hanya akan transit, tetapi Chae Rin
malah menariknya masuk ke dalam toilet bandara. “Berikan paspor dan kartu
identitasmu, Youra-ssi.” Perintahnya dengan bisikan cepat. Dia menyerahkan benda
itu pada Chae Rin yang segera membakarnya dengan pemantik.
Kejadian itu terlalu cepat
hingga Youra sama sekali tidak bisa berkata apapun. Dia hanya bisa menyaksikan Chae
Rin membuang sisa paspor mereka berdua ke dalam toilet dan bertanya-tanya
kegilaan apa lagi yang akan dilakukan Chae Rin.
“Sekarang simpan ini. Kita
harus mengganti paspor lagi supaya Oh Ye-Sun tidak bisa menemukan kita. Oh, kau
juga sebaiknya mengganti pakaian itu, Youra-ssi. Cepatlah, kita tidak punya banyak
waktu.” Sergah Chae Rin gusar sembari menjejalkan paspor dan KTP baru padanya. Youra
menurutinya dan segera berganti pakaian secepat mungkin. Mereka keluar dari toilet
dengan kecemasan dua kali lebih banyak dari pada sebelumnya.
Beruntung, Youra dan Chae
Rin berhasil duduk dalam kursi penumpang kelas bisnis satu jam kemudian. Pesawat
kali ini membawa mereka langsung ke bandara Galeao International Airport di Rio
de Janeiro dengan jarak tempuh lebih dari dua belas jam nonstop. Youra melirik jam
di pergelangan tangan kirinya yang menunjukkan pukul sebelas pagi KST. Membayangkan
dia pasti sedang bergelut dengan tumpukan laporan di meja kerjanya seandainya Youra
masih berada di Seoul. Di sebelahnya, Chae Rin sedang tertidur dengan wajah gelisah
dan Youra baru menyadari bahwa dia sudah terjaga semalaman dan telah melewatkan
jam tidurnya.
Tidak ada satupun yang
bisa mengalihkannya dari perasaan cemas. Seluruh sel-sel otaknya benar-benar
telah kehabisan ide untuk menghentikan bayangan Lee Donghae yang berulang kali
muncul. Youra memejamkan matanya dan mendesah. Berapa lama lagi hatinya akan
sanggup menahan seluruh perasaan ini? ketakutan, kecemasan, kerinduan serta
beberapa perasaan bersalah bergumul di otaknya yang menggemakan percakapan
terakhirnya dengan Chae Rin sebelum gadis itu tertidur.
“Kenapa kau menyukai Donghae Oppa?” tanyanya tanpa berbasa-basi. Youra
bisa merasakan jantungnya berjumpalitan ketika mendengar pertanyaan itu.
Butuh waktu lama bagi pipinya untuk berhenti merona dan lebih lama lagi
bagi pita suaranya untuk menjawab pertanyaan Chae Rin. “Aku tidak tahu. Semuanya
terjadi begitu saja. Nyaris tanpa aba-aba dan aku bahkan tidak tahu kapan dan
bagaimana perasaan itu bisa muncul..”
Chae Rin terdiam untuk beberapa saat. Menatap ke arah pramugari yang sedang
menawarkan Koran bisnis ke penumpang yang masih terjaga dan menghindari tatapan
Youra yang melirik ke arahnya dua menit sekali. “Aku sudah mengenal Donghae
Oppa sejak umurku empat tahun.” Ujarnya memecah keheningan. “Aku menyukainya
sejak saat itu. Dia berjanji untuk menikahiku jika umurku sudah enam belas tahun
dan mengatakan bahwa aku akan menjadi pengantin wanita tercantik di seluruh dunia.”
Sebuah senyum pahit terukir di wajah Chae Rin dan dia melanjutkan ceritanya.
“Karena Ayahku adalah pengacara keluarga Lee, aku menggunakan
kesempatan itu untuk semakin dekat dengannya. Tetapi ketika Donghae Oppa pergi
berlibur ke Brazil dan pulang dengan tubuh penuh luka, aku tahu aku sudah
kehilangan dia. Tidak ada lagi Donghae yang mencintaiku. Tatapan matanya telah
berubah dingin dan dia sama sekali tak pernah melihatku. Aku berusaha untuk
mengembalikan dirinya seperti dulu tetapi tampaknya dia semakin menjauh dariku.
Begitu jauh, hingga terasa berat untuk menggapainya meskipun dia sedang berada
tepat di depanku.”
“Kau tahu,” sela Youra di antara diamnya Chae Rin. “Kalau kau memang
mencintainya, itu berarti kau harus menerima semua bagian dari dirinya. Perasaan
terlukanya, masa-masa sedihnya, bahkan masa depannya yang masih misteri. Kau
tidak bisa mencintai dirinya sementara kau menolak untuk menerima keadaannya
yang sekarang. Cinta tidak segampang itu, Chae Rin-ssi. Harus ada pengorbanan
dan pengertian.” Jelas Youra dengan nada tulus. Dia bisa melihat gadis di
sebelahnya tertegun. Wajahnya tampak kosong dan dia menarik napas panjang.
“Tapi tetap saja aku tidak akan menyerah. Jangan berbesar hati dulu,
Youra-ssi. Donghae Oppa tetap masih milikku.” Serunya keras kepala. “Aku menyeretmu
kemari karena hanya kau yang mengetahui rahasinya, bukan karena aku sudah
menyerah. Jadi, jangan melupakan fakta itu.” imbuhnya lagi, menambah lubang di
hati Youra. Menabur garam pada luka baru yang belum sepenuhnya tertutup.
Benar. Cinta harus memiliki
pengorbanan dan pengertian. Dan Youra harus menahan kepedihannya dalam-dalam,
tahu bahwa semakin banyak dia terlibat dengan semua ini, semakin besar
kekecewaannya nanti.
***
“Matahari!” pekik Chae Rin
gembira. Dia menunjuk bulatan kuning Maha Besar yang bergantung di langit Rio
De Janeiro. Ratusan orang-orang dengan pakaian tipis dan nyaris transparan berlalu-lalang
di jalanan. Samar-samar tercium bau garam, dengungan ombak dan musik rap yang menjadi
pertanda; laut Copacabana hanya beberapa blok jauhnya dari Hotel mereka. Turis-turis
dengan rambut pirang dan bikini two-piece
seakan menjadi pemandangan umum di sini. Penduduk asli yang rata-rata berkulit
hitam terlihat berbaur dengan pendatang, meskipun kesenjangan sosial masih
terlihat jelas di antara mereka.
Youra melangkahkan kakinya mengikuti Chae Rin
yang berjalan penuh percaya diri. Mengetahui bahwa gadis itu menguasai tidak
hanya bahasa Inggris tetapi juga Jepang dan Mandarin sudah membuatnya terpana. Dan
sekarang Chae Rin sedang berbicara pada seseorang menggunakan bahasa Portugis. Mau
tak mau Youra mengagumi gadis itu kali ini. kemampuannya berdiplomasi
benar-benar di luar dugaan. Karena dalam waktu beberapa jam, Chae Rin berhasil
menemukan di mana hotel terakhir kali Donghae menginap.
“Kau yakin?” tanya Youra sedikit
ragu.
Mata Chae Rin terpaku pada
sebuah bangunan kecil berlantai empat dan mereka berdua beranggapan bahwa
tempat itu nyaris disebut sebagai “penampungan” dibandingkan hotel. Begitu
kumuh dengan batu bata berwarna merah darah dan kepulan asap yang lolos dari retakan-retakan
di sepanjang dinding sebelah utara. “Aku juga tidak tahu. Satu-satunya cara
adalah menunggunya.” Jawab Chae Rin bimbang.
Informan terakhir mengatakan
bahwa dia pernah melihat Donghae memasuki bangunan itu tengah hari dua hari lalu.
Mereka sepakat untuk menunggu Donghae di kafe Minoseta yang terletak berhadapan dengan bangunan kumuh itu. Chae
Rin segera memesan makan siang untuk mereka berdua dan bergantian mengamati seluruh
orang-orang yang lewat di depan mereka dalam keheningan.
Saat itu matahari sudah mulai
tergelincir, tenggelam melewati laut Copacabana yang luar biasa indah. Kilauan
oranye memenuhi pemandangan sejauh yang bisa mereka lihat. Chae Rin baru saja menggumam
betapa dia ingin sekali berada di pantai dan menikmati keindahan sunset
Copacabana. Saat itu pula, mata Youra menangkap siluet seseorang yang membuat
dadanya berdebar keras. Dia tidak terlalu yakin pada awalnya, namun ketika
sosok itu bergerak mendekat, Youra semakin percaya bahwa pria itu adalah
Donghae.
Mereka berlari. Nyaris
terjungkal karena menabrak pejalan kaki lain tetapi mereka tidak peduli. Chae
Rin ternyata seorang pelari yang hebat dan gadis itu sudah mendahului Youra
yang tertinggal hampir sepuluh langkah di belakang. Youra sedang berusaha
memfokuskan pikirannya karena dia ragu bahwa ini semua hanyalah ilusinya.
Tapi ini nyata. Dia
melihat ekspresi Donghae yang syok ketika Chae Rin menerjang pria itu dan
segera memeluknya erat-erat. “Apa yang kau lakukan di sini?” Youra bahkan bisa
mendengar suara Donghae yang bercampur antara kekagetan dan ketakutan. Pria itu
masih belum menyadari kehadiran Youra yang sekarang sedang mengatur napasnya—malah
sebenarnya dia sedang berusaha bernapas.
Kemudian kedua bola mata
cokelat sempurna itu menatapnya. Youra merasa kedua kakinya bergetar, terpancang
kuat dalam bumi dan tak bisa bergerak satu sentipun. Itu Donghae-nya. Astaga, pria
itu menatapnya dengan tatapan paling memesona yang pernah dilihatnya. Seluruh
emosinya saat ini melompat tak terkendali. Terlebih ketika bibir Donghae
menyerukan namanya.
“Youra-ya..” panggil
Donghae dalam bisikan. Terlihat jelas bahwa dia sedang berusaha meyakinkan
dirinya bahwa Youra bukanlah bagian dari ilusi.
Bibir Youra terkulum dan dia
berjuang menahan airmatanya. Mereka terus bertatapan tanpa mengucapkan sepatah
katapun. Sepertinya sudah berabad-abad lalu ketika Donghae mencium dahinya dan
mengatakan untuk menunggunya di Seoul. Tetapi kerinduan ini begitu menyiksa, melesak
ke pembuluh darah dengan amat menyakitkan. Hingga Youra memilih untuk menyimpan
seluruh perasaannya dalam-dalam. Dia tidak bisa mengabaikan fakta bahwa Chae
Rin sedang memeluk Donghae-nya.
Deburan ombak dari
kejauhan membuat semuanya menjadi jelas; cintanya harus berkorban lebih banyak
lagi..
***
Chae Rin berkeras agar
Donghae segera pindah ke hotel tempat mereka menginap. Donghae menolak dengan
cepat tetapi kemudian dia mengalah dan mengatakan akan pindah besok siang. Alih-alih
pindah, Donghae setuju untuk mengantar mereka berdua kembali ke hotel.
Sepanjang jalan Chae Rin
terus menggandeng lengan Donghae dan itu membuat situasi semakin tidak nyaman—setidaknya
bagi Youra. Donghae hanya menggumamkan beberapa jawaban dengan enggan ketika Chae
Rin menanyakan kabarnya tetapi suaranya menjadi tegang ketika Chae Rin bertanya
dimana Kyung Dae.
“Kyung Dae Hyung.. Dia menghilang.”
Bisik Donghae sepelan mungkin. Sebenarnya hal itu tidak perlu, mengingat mereka
sedang berada di pusat kota yang tingkat polusi suaranya sudah mencapai angkat delapan
puluh lima persen.
Chae Rin yang lebih dulu
bereaksi dari pada Youra. Gadis itu menghentikan langkahnya dan menatap Donghae
bingung. “Apa maksudmu dengan menghilang? Bukankah kau mengikutinya kemari?”
Donghae menggeleng resah. “Aku
kehilangan jejaknya satu hari setelah aku tiba di sini. Dengar, sebaiknya kita
membicarakan masalah ini besok. Ada begitu banyak telinga yang bisa mendengarkan
pembicaraan kita dan kalian harus tahu bahwa Rio De Janeiro tidak seaman Seoul.”
Tandasnya dalam bisikan. Chae Rin mengangguk patuh meski airmatanya mulai
merebak.
“Istirahatlah, Chae
Rin-ah. Besok akan menjadi hari yang melelahkan..” bujuk Donghae sambil menyeka
airmata Chae Rin di sudut pipinya. “Masuklah.” Pintanya lagi. Lalu pria itu
menghadap Youra yang segera menjadi kaku dan salah tingkah.
“Selamat malam Youra-ssi..
sampai jumpa lagi..” bisiknya pelan.
Youra bahkan tak mampu
untuk membalas ucapan Donghae. Dia hanya terdiam dan memandangi punggung
Donghae yang menjauh, menghilang ditelan ratusan orang yang memadati jalan.
“Cepatlah, Youra-ssi.” Seru
Chae Rin dari depan lift dan dengan berat hati, Youra berbalik, melangkahkan
kakinya menuju lift.
Kondisi hati Chae Rin
buruk sekali malam itu. dia terus-terusan menangis dan ketika Youra berusaha menghibur,
gadis itu menyuruhnya tutup mulut. Tetapi satu jam kemudian, Chae Rin telah
tertidur dengan kedua tangan yang masih memegangi tisu. Youra baru akan membereskan
kekacauan itu ketika dia mendengar telepon
di kamarnya berdering.
Sebersit perasaan ragu memperingati
otaknya untuk mengabaikan panggilan itu. Tapi sebagian lagi dipenuhi rasa
penasaran karena dia yakin tidak ada yang mengetahui nomor telepon kamar ini. setelah
dering kelima, Youra memutuskan untuk mengangkatnya.
Tidak ada salam, tidak ada
perkenalan diri atau bahkan permintaan maaf. Kata-kata yang didengar Youra
hanyalah sebuah permohonan singkat;
“BIsakah kau ke tempatku dengan
taksi sekarang juga?”
Youra tidak perlu bertanya
lagi sebab dia sudah tahu siapa penelpon itu. Dan hal berikutnya yang dia
ketahui, Youra sedang berada di dalam taksi.
Napasnya nyaris tercekat
saat melihat wajah Donghae yang berada di depannya. Kedua tangan Donghae langsung
mendekapnya erat. Pelukannya masih sehangat terakhir kali, membuatnya di
banjiri perasaan lega.
“Ayo naik.” Usul pria itu
sedetik kemudian. Youra mengangguk dan membiarkan Donghae menuntunnya masuk ke
bangunan terlantar itu dengan enggan.
Keadaan di dalam bangunan
itu sama buruknya dengan penampilan luar. Hanya ada beberapa kursi reyot dan
sofa bulukan di sudut ruangan. Resepsionisnya seorang wanita, duduk di belakang
meja panjang kusam dan berulang kali menekan remote dengan tampang masam. Wanita
afro itu melirik Donghae sekilas lalu beralih kembali pada sebuah tivi di sudut
atas, sama sekali mengacuhkan Youra.
Mereka menaiki tangga—tidak
ada lift, tentu—yang pegangannya sudah berkarat. Samar-samar tercium bau alkohol
dan Youra merasa mual. Tempat ini benar-benar berbau tidak menyenangkan. Dia
baru akan bertanya bagaimana bisa Donghae tinggal di tempat ini, ketika mereka
tiba di tingkat dua dan Donghae mendorong sebuah pintu yang terletak lima meter
dari ujung tangga.
Kamar yang di tempati
Donghae seakan berbanding terbalik dengan seluruh bau memuakkan itu. Ruangannya
bersih dan rapi. Sama sekali tidak ada sentuhan-sentuhan pribadi kecuali sebuah
koper kecil dan sebuah jaket cokelat muda yang tergantung di balik pintu.
Tetapi semua pertanyaannya
terjawab. Donghae membuka tirai jendelanya dan dia terperangah menatap pemandangan
di depannya. Nyaris seperti lukisan. Hanya saja, Tuhan-lah yang membuatnya
menjadi seindah dan senyata ini. Bentangan laut Copacabana yang terhampar jauh,
menghitam dengan sedikit cahaya bulan dan lebih banyak cahaya yang memancar
dari lampu-lampu kota, membuat Youra tak bisa memalingkan wajahnya sedetikpun. Kilauan
cahaya yang memantul di atas air laut yang tak bisa tenang itu bagaikan jutaan
berlian yang terpendam jauh di dasarnya. Indah, memesona, menggetarkan hati.
“Aku tahu kau pasti
menyukainya.” Bisik Donghae membuyarkan lamunannya. Dengan perlahan, kedua
tangannya mendekap tubuh Youra dari belakang dan jantungnya langsung marathon
keliling dunia.
“Katakan seseuatu.” Pinta
Donghae kemudian. “Aku harus memastikan bahwa kau bukan khayalanku lagi.”
Pipi Youra bersemu dengan cepat.
Suaranya menghilang entah kemana dan dia ragu dia tidak bisa mengucapkan
sepatah kata pun selain berbisik. “Kenapa kau mengkhayalkan aku?”
Donghae membalikkan tubuh
Youra hingga mereka praktis saling berhadapan. Youra membenci pertahanan
dirinya yang lemah, yang tidak pernah bisa berhenti bersemu setiap kali Donghae
menatapnya seperti ini.
Mereka bertatapan selama
semenit penuh sebelum akhirnya Donghae tersenyum padanya. “Karena aku
merindukanmu.” Bisiknya bersungguh-sungguh. “Apa kau tidak merindukanku?” tanya
Donghae.
Youra memperhatikan sepasang
mata cokelat itu. Ada ketakutan, kecemasan dan emosi-emosi lain yang
tersembunyi. Tapi dari semuanya, Youra bisa melihat bahwa pria itu berkata jujur.
“Aku juga, Donghae-ssi. Aku selalu, selalu merindukanmu.” Ucap Youra lirih, dan
seperti saat-saat sebelumnya, Youra mengenal dengan baik gerakan Donghae
sehingga dia bisa jauh lebih siap sekarang.
Bibir Lee Donghae mengulum
bibirnya lembut, meninggalkan beribu gelora di dasar hatinya. Kedua tangan
Donghae menyusup di antara rambut-rambut Youra, sementara tubuhnya mendorong
Youra ke dinding. Sepertinya dia menabrak sesuatu karena terdengar bunyi berderak
namun akal sehatnya sedang hibernasi sekarang. Bibir Donghae yang melumatnya
garang adalah yang paling penting.
Mereka menghirup napas dan
membuangnya dengan tergesa-gesa, seolah tak pernah ada cukup oksigen bagi
mereka berdua. Youra mendesah keras ketika napas Donghae menggelincir turun ke
lehernya, menghirup aroma rambutnya yang masih berbau shampoo.
“Jangan mengujiku, Youra.”
Geram Donghae tiba-tiba lalu melepaskan pelukannya. Youra menatap Donghae
bingung dan pria itu menunjukk ke bawah dengan dagunya.
“Oh, maafkan aku.” Ujar
Youra cepat. Dia tidak tahu bagaimana dia bisa menarik lepas seluruh kancing
kemeja Donghae tanpa sadar. Youra melepas cengkramannya dari ujung kemeja itu
dan keningnya berkerut heran.
“Sayang sekali aku harus
membuatmu kecewa. Karena sialnya, aku mengenakan kaus tambahan,” ujar Donghae sambil
nyengir. Wajah Youra benar-benar merah padam sekarang. Dia yakin warnanya mampu
menerangi seisi ruangan.
“Jangan tergesa-gesa,”
bisiknya di telinga Youra. “Aku tahu kau mengalami jetlag. Jam berapa kalian tiba di sini?”
Otak Youra macet total. Dia
sedang berusaha mengingat sekaligus memerintahkan seluruh syarafnya untuk berhenti
bersorak gembira. Setelah terdiam cukup lama—ditambah Donghae yang terus
menerus mengelus pipinya—Youra akhirnya menjawab dengan keadaan disorientasi
yang lumayan parah. “Err.. sekitar pukul dua dini hari.”
Donghae menatapnya
terkejut. Lalu perlahan raut wajahnya berubah simpati dan penuh kasih. “Tidakkah
kau ingin beristirahat? Ayo kita tidur.” Ujarnya lembut, membuat tubuh Youra
langsung berlubang bahagia.
Tetapi dia nyaris melihat
makna lain dari ajakan Donghae barusan. Suhu tubuhnya tiba-tiba memanas tak
terkendali. “Tidur?” ulangnya tak yakin,
sementara rasa panas tiba di kedua pipinya.
Pria itu terkekeh geli dan
menatap Youra dengan pandangan kau-manis-sekali.
“Benar. Kita Cuma akan tidur. Aku janji.” Jawab Donghae dengan jarinya menempel
di dada sebagai tanda sumpah.
‘Dasar idiot mesum!’ maki Youra untuk dirinya sendiri. Tetapi
Donghae segera menariknya ke atas tempat tidur dan mendekapnya hangat. Perasaan
nyaman langsung menyelubungi Youra dan dia tersadar bahwa dia benar-benar
lelah.
“Tidurlah. Dan jangan
cemaskan apapun.” bisik Donghae di sampingnya. Pria itu tidak mengetahui,
betapa Youra berharap kata-katanya menjadi nyata..
***
Mereka bertiga duduk di
sebuah lounge di Hotel tempat Chae
Rin dan Youra menginap. Chae Rin berdekap marah dari sofanya, menatap Youra dan
Donghae penuh emosi. Gadis itu memberondong Youra dengan sejuta pertanyaan sengit
mengapa Youra tidak ada di kamarnya dan semakin marah saat Donghae yang
menjawab semuanya. Meskipun wajahnya terlihat lelah dan pucat, Chae Rin
bersikeras mereka harus mengadakan sesi tanya jawab. Donghae rupanya sudah
mengantisipasi hal itu dan mengancam Chae Rin untuk tidak bertanya apapun lagi
mengenai apa yang dia dan Youra lakukan semalaman.
Masih dengan wajah
cemberut, Chae Rin mencegah Youra untuk menceritakan hal yang mereka temukan di
Seoul pada Donghae. Mereka bertengkar cukup lama, hingga akhirnya Donghae
berteriak frustasi dan memerintahkan mereka berdua untuk memberitahunya tentang
apapun yang di sembunyikan Youra dan
Chae Rin.
Chae Rin menolak membuka
mulutnya sedikitpun, tetapi tidak melarang Youra menceritakan seluruh detail cerita
yang terjadi. Perlahan-lahan raut wajah Donghae berubah. Air mukanya
menunjukkan kekterkejutan dan ia meletakkan tangannya di pelipis, memijat keningnya
dengan gusar.
“Jadi maksudmu, Kyung Dae sudah
merencanakan semua ini? Menyembunyikanku dari para pembunuh meski dia tahu aku
mencari mereka seumur hidupku?”
“Itu karena dia ingin
melindungimu, Oppa.” Sahut Chae Rin tiba-tiba.
Donghae memelototi Chae
Rin dengan garang. “Dan kau, bagaimana mungkin kau merahasiakan itu semua
dariku?”
“Aku tidak ingin kau
terluka! Lagipula aku sudah bersumpah pada Kyung Dae Oppa—”
“Dan kau membuatku menjadi
orang buangan! Kau senang, Chae Rin? Aku yakin kau pasti tertawa melihatku harus
meringkuk di bawah selimut sepanjang hari, bukan? Tidak ada yang pernah
memanggilku Lee Donghae. Tapi
Raveiden Haenoki. Itu yang kau harapkan?”
Chae Rin menggigit
bibirnya dan kedua matanya memerah. Gadis itu sudah bersiap melemparkan jawaban
dan Donghae juga sudah tak sabar ingin mematahkan seluruh pembelaannya. Ini
tidak bagus. Youra buru-buru menengahi mereka dan mencoba berkata sehalus
mungkin.
“Itu bukan poin utamanya,
Donghae-ssi. Kita tidak bisa membahas masa lalu terus menerus. Sebaiknya kita
mulai memikirkan apa yang terjadi pada Kyung Dae-ssi sekarang. Apa kau punya
bayangan dimana dia?”
Donghae menarik napasnya
dalam-dalam dan menatap Youra lama. Youra tahu pria itu sedang berusaha
mengontrol emosinya dan kembali berpikir jernih. “Kau benar.” Ujarnya pasif
lalu mulai bercerita.
“Aku tiba di sini lima
hari yang lalu dan langsung mengikuti Kyung Dae Hyung. Dia menginap di hotel Royal
Suite Tulip di dekat pantai. Karena aku tak mau dia mengetahui niatku, aku
menyewa kamar di penginapan dua blok dari hotelnya. Sepanjang hari aku
mengawasinya dari sebuah parkiran di depan kafe, tapi tidak sekalipun aku
melihatnya keluar hotel. Jadi aku kembali ke kamarku ketika malam hari dan mencoba
menunggu lagi di tempat yang sama keesokan harinya. Tetapi karena curiga, aku mendatangi
resepsionis hotelnya dan bertanya mengenai Kyung Dae. Mereka mengatakan bahwa
Hyung sudah keluar pagi-pagi sekali dengan membawa seluruh barangnya. Sejak
saat itu aku sudah kehilangan dirinya.”
Youra dan Chae Rin
memandangi Donghae dan wajah mereka berdua sama pucatnya sekarang. Mereka tahu
ketiganya pasti memikirkan satu hal; Kyung Dae mendatangi PCC. Tak ada yang
mengucapkan satu patah katapun untuk sejenak. Hanya ada keheningan. Dan Chae
Rin lah yang merusak keheningan itu.
“Kita harus mencarinya,
Oppa.” Ujarnya penuh tekad.
Donghae mengangguk pasif,
namun menghela napasnya dalam-dalam. “Itulah yang persisnya sedang kulakukan,
Chae Rin-ah. Tapi tidak satu petunjukpun kutemukan.”
“Oppa, apa kau mencarinya
secara acak?”
“Yah.. benar. Aku
menyisiri daerah pantai dan bertanya pada semua orang yang kutemui beberapa
hari belakangan. Aku tidak berani memasuki Favela,
terlalu beresiko jika aku pergi kesana tanpa senjata.”
Youra bergidik ngeri
membayangkan Donghae memegang senjata apapun.
Bagaimana caranya untuk bisa menemukan Kyung Dae dengan aman?
“Kau tidak bisa, tapi aku bisa.” Senyum Chae Rin mengembang
dan dia menatap dua orang di hadapannya dengan wajah puas. “Aku punya rencana.”
“Apa maksudmu? Tunggu—tidak
ada rencana apapun yang akan melibatkan kalian berdua. Kalian harus pulang ke
Seoul hari ini juga.”
Chae Rin membelalak pada
Donghae. Bibirnya terkatup dan detik berikutnya mereka mulai bersiteru lagi.
“Tidak! Aku tidak akan
kembali ke Seoul tanpa kau dan Kyung Dae Oppa! Aku tidak mau—”
“Aku tidak akan
mengijinkanmu, Chae Rin—”
“Aku tidak butuh ijinmu,
Oppa!”
“DENGARKAN AKU!” teriak
Donghae kehilangan kendali. Seluruh pengunjung menatapi mereka terkejut dan Youra
lah yang buru-buru mengangkat kedua tangannya, meminta maaf. “Dengar, Chae Rin.
Apapun gagasan konyolmu itu tidak akan pernah terjadi. Yang akan kalian lakukan
adalah pulang dengan pesawat ke Seoul hari ini juga. Aku tidak mau ada kata
tidak—”
“Kau yang harus
mendengarkan aku, Oppa. Kau tidak bisa memasuki Favela, bukan? Aku bisa. Aku memiliki akses kesana dan itu akan
mempercepat segala hal. Kau tidak bisa menolak ini. Oppa, kumohon, mengertilah.
Aku juga ingin menyelamatkan Kyung Dae Oppa..”
Donghae menatap Chae Rin
dengan pandangan penuh intimidasi, tetapi Chae Rin balas menatapnya. Dalam
banyak hal, Youra cenderung memihak pada Chae Rin. Sebab dia tidak mungkin bisa
meninggalkan Donghae sendiri di sini sementara mereka menunggu kabar dari Donghae
dengan cemas setiap detiknya. Youra berdeham tak nyaman dan berbicara setenang
mungkin. “Itu benar, Donghae-ssi. Kami tak mungkin meninggalkanmu sendiri di sini,
sementara pembunuh-pembunuh itu mengincarmu.”
“Tapi aku lebih tidak
ingin kalian menjadi target mereka!”
“Aku tahu.” Jawab Youra
tetap tenang. “Tapi kau harus bekerja sama dengan kami, Donghae-ssi. Kita buat
ini menjadi mudah. Chae Rin akan membantumu untuk mendapatkan informasi, dan
kalau dengan informasi itu kita tidak menemukan apapun, kami berjanji untuk
segera pulang.”
“Tidak, aku tidak akan pu—”
Chae Rin langsung protes tetapi Youra menangkap mata gadis itu dan memelototinya
garang. Chae Rin terlihat bingung namun dia kembali bungkam. Setidaknya dia harus
meyakinkan Donghae untuk membiarkan mereka tinggal.
Sepertinya membutuhkan
waktu lebih dari sepuluh menit bagi Donghae untuk menyerah dan mendesah kesal. “Baiklah.
Setidaknya aku harus mendapatkan informasi keberadaan Hyung dulu. Chae Rin-ah, apa
rencanamu?”
Bibir Chae Rin melengkung
membentuk senyuman percaya diri.
Jarum jam benar-benar
bergerak lambat. Rasanya Youra sudah membusuk di kursi ini dan berulang kali
berganti posisi. Donghae sama gelisahnya dengan dirinya. Tapi pria itu lebih
mahir mengendalikan ekspresinya sekarang. Dia terduduk kaku di sudut jendela
tanpa mengucapkan sepatah katapun dan memusatkan kedua pandangannya ke seberang
jalan.
Chae Rin terlambat. Apapun
yang sedang gadis itu kerjakan saat ini, dia terlambat dua puluh menit dari
waktu perjanjian mereka. Chae Rin meyakinkan Youra dan Donghae untuk tetap
tinggal di kamar hotelnya selagi dia mencari informasi dari informan terpercayanya. Tetapi gadis itu
memperingatkan Youra dengan keras bahwa dia tidak boleh berdekatan dengan
Donghae dalam jarak tiga meter. Youra sama sekali tidak berkomentar apapun, sebab
dia sendiri tidak yakin apakah pelukan Donghae bisa menenangkan hatinya.
“Itu dia!” seru Donghae keras.
Suaranya bercampur kelegaan dan kekalutan.
Youra bangkit dan ikut
melihat ke arah yang di tunjukkan Donghae di jendela. Benar, itu Chae Rin. Gadis
itu terlihat baik-baik saja dan berjalan dengan langkah ringan. Jelas sekali
dia telah mendapatkan sesuatu.
Sepuluh menit kemudian, gadis
itu telah berada di depan pintu kamar hotel dan Youra segera memberikannya pelukan
erat. Chae Rin sempat bimbang sesaat, tapi dia menepuk punggung Youra dan
tersenyum. “Aku bawa oleh-oleh.” Ujarnya senang.
Tiga buah ponsel canggih diletakkan
Chae Rin di atas meja dan dia mengeluarkan sebuah map berwarna putih. “Kupikir
kita sebaiknya tetap saling berhubungan. Jadi, aku membeli ponsel ini dan memastikan
setiap ponsel memiliki alat pelacak terbaru.”
Bagaimanapun, dia gadis yang cerdas. Batin Youra mengakui.
Setelah menggumamkan
terima kasih padanya, Youra memperhatikan ekspresi Chae Rin yang berubah
murung. “Ada yang aneh.” Kata gadis itu menghela napas. Segera saja Youra dan
Donghae menjadi waspada.
“Aku mendapatkan informasi
ini dari salah satu kenalan yang pernah bekerja sama denganku ketika di Hawaii.
Aku memohon padanya untuk mencari tahu tentang Kyung Dae Oppa di Favela dan menyertakan fotonya. Selama empat
jam lebih dia menghubungi teman-temannya yang memiliki akses di Favela dan akhirnya dia memberiku kabar
yang mengejutkan.
“Tidak ada yang bernama Kim
Kyung Dae di sana. Tetapi mereka mengenalinya dari foto itu. Mereka bilang dia
bukan Kim Kyung Dae, tetapi Kim Tae Hoon. Aku benar-benar bingung, dan sebagai
jalan pintas, aku mencari nama Kim Kyung Dae di Universtias Federal Rio De
Janeiro—Universitas Kyung Dae Oppa dulu—tetapi aku tidak menemukannya. Malah
tidak ada satupun orang Korea yang yang lulus dari tahun yang sama dengan Kyung
Dae Oppa selain Kim Tae Hoon.”
Chae Rin mendesah dan
memijit pelipisnya gusar. Donghae membeku di kursinya, dan alis Youra berkerut
bingung. Kyung Dae-ssi merubah namanya? Apa maksudnya semua ini?
“Apa kau berhasil mendapatkan
jejaknya, Kim Tae Hoon itu?” tanya Donghae dengan wajah masih syok.
“Mereka malah bertanya dari
mana informanku mengenal Kim Tae Hoon, karena keberadaannya masuk dalam top secret. Jadi yang bisa kupastikan
adalah, Kyung Dae Oppa sedang berada di kediaman PCC.”
“Baiklah.” Ujar Donghae
tiba-tiba, bangkit dari kursinya dan menatap Youra dan Chae Rin tegas. “Kalau
begitu selesai. Kalian harus kembali sekarang.”
Mereka berdua terperangah
dan Chae Rin kembali memuntahkan argumennya pada Donghae yang tetap berkeras
bahwa mereka tidak bisa tinggal lebih lama. Sementara Youra mulai ketakutan,
bagaimana jika terjadi apa-apa pada Donghae? Dia tidak bisa meninggalkan pria
itu disini. Dia tidak mau.
Namun semuanya menjadi
jelas. Tiba-tiba saja otak Youra berhasil menemukan sebuah cara—cara paling
efektif sekaligus berisiko. Kenapa dia tidak menyadarinya sejak awal? Bodoh
sekali.
“Tunggu—dengarkan aku!”
Dua pasang mata menatap Youra
dengan marah dan terengah-engah. “Kau tidak bisa memulangkan kami, Donghae-ssi.
Sebab aku tahu bagaimana menemukan Kim
Kyung Dae-ssi atau Kim Tae Hoon-ssi.”
Lagi, kedua manusia itu
menatapnya dengan tanda tanya tergambar di wajah mereka.
***
Youra membuka laptopnya
dan menyalakannya dengan euforia aneh. Sudah beberapa hari dia tidak merasa berguna namun kali ini dia akan
berusaha. Jelas sekali cara termudah adalah melacak falcon_33, hacker Brazil
yang dulu pernah mengusiknya di K-Fashion.
Donghae dan Chae Rin duduk
tegang dan gelisah di belakangnya. Tapi kali ini Youra sedikit percaya diri, dia
punya kesempatan untuk menerobos balik user itu dari sini, di negaranya
sendiri. Ponsel yang dibeli Chae Rin juga berkontribusi besar memberikan akses
internet pada laptopnya. Youra segera menyambungkan laptopnya dengan komputer
kerjanya di K-Fashion melalui Remote
Access.
Dia mulai mengetikkan
beberapa baris perintah di program itu, mencari riwayat kali terakhir dia berkoresponden
dengan Falcon_33.
> Last login:
> yrlvn@loc-sys: ~$ ssh –wX yrlvn@ipgeoloc-sys
> yrlvn: /home/yrlvn# mount –ro,noexec/dev/sdb1/mnt
>yrlvn: /home/yrlvn# mkdir/home/yrlvn/falcon_33_files
>yrlvn: /home/yrlvn# cp/mnet/home/falcon_33/ .bash_history falcon_33_files.txt
Reading ‘falcon_33.txt’ . . .
Uploading . . . . .
Youra membaca dan mengurai setiap
jejak yang di tinggalkan Falcon_33. Mencari posisi hacker itu memang sulit jika
dia hanya menggunakan satu IP Address. Tentu saja niatnya akan segera ketahuan
dan itu membuat Falcon_33 akan segera memutuskan akses dan membangun dinding baru
dengan bounce—lompatan—baru dari
berbagai IP Address. Tetapi kini Youra mengikuti langkahnya yang cukup cerdas. Dia
harus menyelinap, bergerak secara perlahan dan menemukan setiap bounce yang pernah di singgahi
Falcon_33. Jika Youra melakukannya dengan kecepatan 1GHz, dia baru akan berhasil
meretas Falcon_33 seratus tahun kemudian. Jadi, kali ini Youra akan
memanfaatkan cukup banyak PC atau Laptop yang sedang online di dunia ini untuk membantunya menemukan Falcon_33.
>C:\WINDOWS\system32>
ipconfig. . .
0+0 records out
0 bytes (0 B) copied, 4.9e-05 seconds, 0.0kB/s
Ethernet adapter
Connection-specific
DNS Suffix.:
IP Address . . . .
. . . . . . . . . . . . . .
Subnet Mask . . .
. . . . . . . . . . . . .
>yrlvn: /home/yrlvn# cd bot
>yrlvn: /home/yrlvn/bot#. /irclient --config- /ipaddress
|yrlvn > .login
ch494no@hello
[ FYrbJpA4 ] [ QgXCZ1nK ] [ Onwy69bF ]
[ siKtX4BU ] [ T8GC7Utn ] [ RM8JOF5B ]
[ PYtbJlA2 ] [ Ds8APkJK ] [ Vvn3BdnL ]
[ KLtV4VU ] [ E3V4kRTn ] [ MKjL9Bna ]
[ zERT6bP ] [ Wnb6NMu ] [ GrCHT8vA ]
[ L9HkBrQ ] [ iPC1DSqW ] [ kRrTM2Nm ]
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
. . .
E312 ATTENTION : latitude/longitude
[Country_name] => India
[City] => Bombay
[Latitude] => 18.9750003815
[Longitude] => 72.8257980347
Itu adalah salah satu bounce Falcon_33 yang berhasil di
bongkar Youra dalam dua jam belakangan dan dia melanjutkan pencariannya hingga mendekati
Negara ini, Brazil. Berikutnya Youra mulai menerobos satu persatu bounce dengan bantuan lebih dari seratus
ribu PC milik orang lain dan ketika targetnya mulai dekat, Youra mengetik baris
perintah pemrogramannya dengan sedikit panik.
>yrlvn: ^0 ssh -2vX –i/home/yrlvn/.ssh/ t_ld_rsa –p2222 yrlvn@home-gps
>yrlvn: ^0 ssh -2vX –i/home/yrlvn/.ssh/ t_ld_rsa:
Welcome to Falcon_33
System (Falcon_33-rev-br)
>yrlvn: Fuzz_packets (filter(lambda x)):
Injecting pseudo-random data . . . . . . .
>import fpga_dev as accel:accel
Reading ‘Kim_Tae_Hoon.bin’ Ok. Uploading . . . . . . . . . .
>Find_key (fuzz_result, accelerated accel:accel p2222)
Starting random generator. . . . . . . Ok. . . .
Finding uniform data . . . .
PCC_Primerio Comando de Capital . .
Tangannya bergetar hebat
saat menanti perpindahan file yang berhasil dicurinya dari Falcon_33. Dia
yakin, cukup yakin, bahwa hacker itu memperhatikannya tetapi Falcon_33 masih
bungkam. Dia tidak menginterupsi perpindahan data itu sama sekali dan membiarkan
Youra mengambil seluruhnya dengan lancar. Apakah hacker itu memang sengaja membiarkannya
ataukah memang ada jebakan lain?
Lima menit kemudian, perpindahan
data selesai dan Youra buru-buru menutup semua aksesnya dari PC Falcon_33. Tapi
tiba-tiba saja Falcon_33 mengirim sebuah tulisan untuknya, persis ketika dia
akan menekan tombol Enter.
Congratulation. Enjoy it!
Tubuh Youra kaku seketika
dan firasatnya benar, hacker itu sudah mengetahui langkahnya tetapi tetap
membiarkan Youra mengambil semua data itu. Dan tanpa menunggu lebih lama lagi, Youra
memutuskan semua bounce yang di
pakainya serta menonaktifkan seluruh PC yang dia gunakan dan tentu saja, menghentikan
Remote Access di kantornya. Dia sama
sekali tidak ingin Falcon_33 mengobrak-abrik data K-Fashion.
Napasnya sedikit terengah
ketika memutus koneksi internet di ponselnya dan dia mendesah keras. “Aku sudah
menemukannya.” Bisik Youra masih tegang. Dari balik punggungnya, dia bisa
merasakan atmosfir Donghae dan Chae Rin yang terus menanti dengan gelisah.
“Bukalah.” Kata Donghae cukup
tenang.
Youra menurutinya dan membuka
file yang dia curi sambil menahan napas. Isinya cukup membingungkan, tetapi mereka
harus terus membaca semuanya..
I have promised you that I will reveal the truth whenever you catch me
out. So, as what I have said, here’s the fact of things you may desire so much.
Tampak sebuah foto Kim
Kyung Dae yang terlihat beberapa tahun lebih muda—dan tanpa kacamata—sedang duduk
menatap kamera dengan wajah datar. Pria itu memakai kemeja dengan dalaman kaus berlengan
pendek dan rambutnya yang di potong pendek sedikit kacau. Tidak hanya ekspresi,
wajah oriental Kyung Dae terasa sangat kontras di antara beberapa orang berkulit
hitam dan putih yang memiliki karakter keras dan arogan yang mengapit dirinya. Di
sebelah kiri Kyung Dae, seorang lelaki tua dengan rambut nyaris putih
seluruhnya dan guratan keriput di wajahnya duduk dan tersenyum menyipitkan
mata. Sementara seseorang di sebelah kanan Kyung Dae bahkan sama sekali tidak
berusaha terlihat senang pada saat pengambilan foto itu. Wajahnya terus
memberengut marah dan ada luka sayatan di pipi kanannya, menambah kesan sangar di
keseluruhan penampilannya.
Rio
de Janeiro, June 19th, 1996.
Gambar ini di ambil pada perayaan ulang tahun Moies Joalo Alemeide ke
69, ketua organisasi Primerio Comando de Capital di dekat pantai Copacabana.
Tulisan itu terletak
persis di bawah gambar itu dan mereka mulai membaca satu persatu kalimat di
bawahnya:
Kim Tae Hoon’s Top Secret File:
1992 ----------- Moies mengangkat Kim Tae Hoon sebagai putra bungsunya
dan menimbulkan kontroversi di antara para pendiri organisasi. Kim Tae Hoon berasal
dari keluarga pelarian dari Korea Selatan sebelumnya di kenal sebagai budak PCC
yang dijual oleh kedua orangtuanya. Orangtua Kim Tae Hoon bunuh diri seminggu
sebelum Moeis mengangkatnya secara resmi dan meninggalkan hutang sebanyak $20000.
1993 ----------- Adik laki-laki Kim Tae Hoon, Kim Tae Yang, mati overdosis
di salah satu rumah di Favela.
1994 ----------- Kim Tae Hoon mengambil jurusan Administratif Bisnis di
Universitas Federal Rio de Janeiro atas perintah Moeis.
1996 ----------- Karena pertikaian antar fraksi pendiri PCC semakin
memanas, Moeis meminta Kim Tae Hoon yang baru saja menyelesaikan pendidikannya di
Universitas segera kembali ke markas.
1999 ----------- Salah satu mitra kerja PCC, keluarga Lee dari Korea
Selatan, memutuskan untuk mengakhiri kerja sama dan menolak membantu PCC untuk
menyelundupkan seratus ton Opium ke Negara tersebut.
1999 -----------Tiga hari setelah tiba di Brazil, seluruh Keluarga Lee berhasil
di bunuh di hutan Curtiba.
1999 ----------- Perpecahan antar fraksi pendiri dan hilangnya keberadaan
Kim Tae Hoon secara misterius. Moeis meninggal sebulan kemudian dan kekuasaan PCC
resmi berpindah pada Isaías Moreira
do Nascimento.
2009 ----------- Jejak Kim Tae
Hoon akhirnya ditemukan di Korea Selatan. Berganti nama menjadi Kim Kyung Dae
dan menjabat sebagai CEO dari sebuah perusahaan konfeksi besar di Seoul.
2010 ----------- Penciptaan narkotika
jenis baru dan rencana penyelundupan ke Korea Selatan di mulai.
2013 ----------- Organisasi melakukan negoisasi dengan Kim Tae Hoon yang
menolak untuk membantu PCC, namun setelah akhirnya keberadaan putra tunggal
Keluarga Lee ditemukan, Kim Tae Hoon setuju untuk berdamai.
2014 ----------- Korespondensi
antara Isaias dan Kim Tae Hoon membuahkan kesepakatan baru. Pengiriman LAD akan
dilakukan pada akhir tahun.
Additional (Tambahan):
Aku tidak tahu apa yang kau inginkan dari data ini, tapi karena kau telah
berhasil mengambilnya, aku akan memberitahumu satu fakta lagi: Kim Tae Hoon di tahan
di Rio de Janeiro karena berusaha melakukan kudeta terhadap kekuasaan Isaias. Isaias
memberikan hukuman mati padanya jika tetap bersikeras untuk menolak kerja sama.
Nah, selamat berusaha!
Falcon_33
Ketiganya memandangi layar
dengan perasaan ngeri. Tidak ada satupun yang terdengar selain detak jantung
mereka. Jari Youra bergetar, dia seperti memakan buah simalakama, tidak tahu
harus berkomentar apapun sebab keterkejutannya masih terasa jelas. Dia bahkan
tidak berani melirik Donghae. Youra cukup yakin pria itu terlalu syok untuk
bereaksi. Tetapi dugaannya salah. Donghae malah berkata persis di sisinya dengan
gusar.
“Bisakah kau mencari dimana
markas PCC?”
Youra mengangguk sedikit
ragu. Dia bisa mendengar nada putus asa dari suara Donghae dan memutuskan untuk
menuruti permintaan pria itu. Youra memasang kembali sambungan internetnya dan dadanya
berdebar keras. Entah hal gila apa yang sedang menanti mereka saat ini..
Setelah sepuluh menit loading, laptopnya akhirnya berhasil
menemukan dimana markas PCC dan dia berusaha melacak seluruh sistem pengamanan.
Dugaannya benar, jika PCC bahkan mempekerjakan seorang hacker untuk menerobos paksa situs K-Fashion, sudah pasti pengamanan
di kediaman mereka akan sangat ketat. Youra mengerutkan dahinya berulang kali. Dia
sedikit tak yakin dengan kemampuannya untuk bisa meretas sistem keamanan PCC. Tapi
Chae Rin dan Donghae menyemangatinya dan bersikap luar biasa tenang, tanpa
sekalipun menginterupsi kerja Youra dengan pertanyaan-pertanyaan tidak penting.
Youra mencari pusat
kendali keamanan di markas itu dan berencana untuk menyusup ke dalamnya. Ada
begitu banyak pengaman yang mengatur akses di setiap ruang dan semuanya memerlukan
password paling sedikitnya delapan
karakter di berbagai port. Dengan
kecepatan internet yang dimilikinya, Youra yakin dia akan segera ketahuan dalam
waktu singkat jika dia tidak menemukan bounce
untuk melompat masuk ke sistem keamanan mereka. Jadi selama hampir tiga puluh
menit, Youra mencari IP Address dari kota sebelah, Sao Paulo, yang membantunya
untuk menerobos PCC.
Dengan bantuan beberapa IP
Address itu, Youra berhasil menyusup masuk dalam sistem keamanan mereka, namun masalahnya
adalah, dia akan membutuhkan waktu lama jika harus membuat ratusan bounce untuk setiap satu akses. Youra
memutar otaknya lebih keras. Ini pertama kalinya dia meretas sebuah gedung dan
menjadi hacker bukanlah perkara
mudah. Lalu tiba-tiba dia menemukan akses wireless
dan sebuah ide berkelebat di kepalanya. Dia harus mereta wireless mereka lebih dulu, lalu memutuskan akses internet mereka yang
akan memberikannya kemudahan untuk mengakses ruangan lain tanpa terdeteksi. Benar.
Dia menunggu dua puluh
detik perjalanan programnya memecahkan sandi router wireless PCC dengan gugup. Youra telah memakai alarm security sebagai lompatan tetapi
dia masih takut seandainya koneksinya tidak cukup cepat dan PCC akan
menangkapnya. Dua puluh detik kemudian ketakutannya sirna. Youra berhasil
mendapatkan sandi wireless dan
memutuskan sambungan mereka. Dia juga menemukan cara pintas untuk mengetahui
setiap ruang tanpa harus memeriksanya satu persatu.
Ruangan itu diberi nama UxxHz dan keterangan di bawahnya cukup mengejutkan:
Tahanan 01 | Reyez P. Jeandona | Hidup
Tahanan 02 | Monika Rebeque | Mati
Tahanan 03 | Nevela Fertuyez |
Mati
Tahanan 04 | Dominique
Neves | Hidup
……………………………………………………………
Tahanan 09 | Kim Tae Hoon |
Hidup
Seluruhnya berjumlah dua
belas tahanan dan yang paling penting adalah status Kim Tae Hoon yang masih hidup. Youra mendesah lega, begitu pula
dengan Donghae dan Chae Rin yang langsung rileks di belakangnya. Mengetahui
fakta ini membuat Youra menjadi sedikit bersemangat dan mulai berencana mencari
akses ke ruang tahanan itu lalu mengintip melalui kamera pengawasnya.
“Istirahatlah, Youra-ya,”
bisik Donghae di sebelah kirinya. Bibirnya mengecup pipi Youra dengan perlahan,
seakan memberi apresiasi atas semua hal yang dilakukan Youra beberapa jam
belakangan ini. Jantungnya langsung bersalto gembira dan setiap sentuhan
Donghae seakan bergelenyar di tubuhnya. Pria itu kini memainkan rambut Youra
yang jatuh bebas melewati pundak dan dia bertanya-tanya apakah Chae Rin mengetahui
hal ini.
“Chae Rin sedang mencari
makanan.” Ujar Donghae seolah menjawab kecemasan Youra yang terlihat jelas dan dia
tersenyum malu. “Dia tidak akan kembali setidaknya dalam dua puluh menit.” Lanjut
Donghae lagi, membuat wajah Youra menghangat.
Donghae bangkit dan merentangkan
tangannya. “Biarkan aku memelukmu sebentar..”
Youra melingkarkan kedua
tangannya cepat-cepat. Dia bisa mendengar detak jantungnya, detak jantung
Donghae, yang berdegup secara konsisten dan mendadak dia merasa luar biasa
lelah. Dari balik punggung Donghae, Youra bisa melihat warna langit Rio de
Janeiro sudah berubah gelap. Berapa jam tepatnya dia berkutat di depan
laptopnya?
“Terima kasih.” Bisik Donghae
tulus. “Kau benar-benar sangat membantuku.”
Youra tersenyum dan mendekap
Donghae lebih erat. “Donghae-ssi? Bolehkan aku bertanya sesuatu?”
“Apa?”
“Apa itu favela?”
Dada Donghae bergetar karena
tertawa begitu keras. Youra merasa lebih malu lagi sekarang. Selama seharian ini
dia mendengar bagaimana Donghae dan Chae Rin berdebat tentang pergi ke Favela tetapi dia sama sekali apa dan dimana itu. Dia ingin bertanya, tetapi melihat emosi keduanya yang
tak kunjung mereda, Youra menahan rasa penasarannya hingga sekarang.
“Favela adalah sebuah kawasan perumahan kumuh di Rio de Janeiro,
Youra-ya. Disana nyaris tidak ada ekstradisi karena hampir seluruh penduduknya
memiliki pekerjaan illegal. Favela
berarti kawasan perjudian, seks bebas, narkoba, dan pembunuhan. Tidak ada satu
hal pun yang bisa dikaitkan dengan kata-kata positif jika menyangkut Favela. Itu sebabnya aku tidak ingin
kalian berada di sini lebih lama. Rio de Janeiro tidak seaman Seoul.”
‘Dan kau yang akan menghadapi semua bahaya itu sendirian?’ Youra menahan
kata-katanya dalam hati. Dia tidak ingin berdebat dengan Donghae untuk saat
ini. Memikirkan Donghae berada di Favela
sudah membuatnya ketakutan, apalagi membayangkan tubuh pria itu tergeletak
berlumuran darah..
Youra memperat pelukannya
agar bayangan itu berhenti mengusiknya. Donghae yang tidak mengetahui apapun, berpikir
bahwa Youra ketakutan akan penjelasannya dan balas memeluk Youra dan menghirup
puncak kepalanya. “Tenang saja, kau akan aman.” Janjinya yakin. Meskipun Youra
tidak merasa seyakin itu.
Chae Rin kembali dan
membawa sekotak besar pizza dan beberapa bungkus nasi ayam serta yang
mengejutkan, dia berhasil menemukan restoran yang menyajikan bibimbap, kimbab dan kimchi. Donghae segera mengambil sebungkus
kimbab dan membaginya pada Youra. Chae
Rin memberengut dan merebut kimbap itu
dari tangan Youra dengan paksa.
“Ya, Chae Rin-ah, Berhentilah
bersikap kekanakan!” Ujar Donghae kesal.
“Aku hanya mengambil
hakku. Kau masih milikku, Oppa.” Balasnya sengit. Youra memilih mengambil
sebungkus nasi ayam dan menyantapnya dalam diam, sama sekali tidak berniat ikut
campur dalam pertengkaran mereka kali ini.
“Dengar. Sampai kapan kau
mau bersikap seakan sangat mencintaiku?”
“Apa maksudmu, Oppa?”
Donghae mendengus marah. “Aku
tidak tahu apa yang membuatmu bersikap begitu. Tapi, Chae Rin-ah, aku tahu kau
tidak benar-benar mencintaiku. Ayolah, mengaku saja. Kau mencoba mencintaiku karena kau sebenarnya menyukai Kyung Dae Hyung,
bukan?” kata-kata Donghae membuat Chae Rin terperanjat dan dia mengerjapkan
matanya gugup.
“Aku—Aku tidak—”
“Jangan bohong.” Geram
Donghae mengancam. Chae Rin kelihatan sangat gelisah dan dia mulai menyerang
Donghae dengan pertanyaan-pertanyaannya. Dari sudut ruangan, Youra hanya memperhatikan
bagaimana Donghae melemparkan semua bukti-bukti yang tak terbantahkan dan
bagaimana Chae Rin memberikan alasan-alasan pada semua perkataan Donghae.
Lama-kelamaan Youra merasa
jemu dengan pemandangan yang dilihatnya dan dia beralih kembali ke laptopnya
begitu selesai menghabiskan nasi ayamnya. Laptopnya dalam keadaan stand by dan Youra hanya perlu mengetik
satu baris perintah pada program hackingnya
untuk bisa mengakses kamera pengawas di ruang tahanan Kyung Dae.
>C:\WINDOWS\system32> nslookup camera1.roost.br
Layar laptopnya langsung menampilkan
rekaman sebuah ruangan sempit, gelap dan kosong, kecuali seseorang yang duduk di
kursi di tengah-tengahnya. Youra menjerit dan menutup mulutnya ketakutan. Dia
bisa mendengar Donghae dan Chae Rin buru-buru menghentikan argumen-argumen
mereka dan mendatanginya.
Donghae terkesiap dan jeritan
ketakutan keluar dari bibir Chae Rin. Seseorang yang tengah duduk di kursi kayu
kecil dan kedua tangan terikat di belakangnya adalah Kyung Dae.
Keadaannya mungkin yang
paling mengejutkan. Pria itu tak lagi memakai kacamata perseginya dan darah
menetes dari setiap sudut wajahnya. Pelipis, kening, bibir, hidung, serta rahangnya
penuh darah. Begitu mengenaskan dan mengerikan. Tubuhnya terlihat tak
bertenaga, kepalanya menengadah ke atas dengan lebam di mata dan pipinya. Tidak
hanya tangan, tetapi kakinya juga terikat pada kursi. Untuk sejenak, mereka yakin
bahwa Kyung Dae sudah tak bernyawa kalau tidak melihat tarikan napasnya yang kesusahan.
“Oppa! Oppa! Gwaenchanha?! OPPA!” teriak Chae Rin
tersedu-sedu. Dia mengguncang Laptop Youra dengan keras dan menepis tangan
Donghae yang mencoba menenangkannya. “Oppa, ayo kita pergi. Kyung Dae Oppa
dalam bahaya! Palli—Cepat! Palli Kajja!!” teriaknya lagi.
Donghae memeluk Chae Rin
yang sudah merosot ke lantai dan mencoba berbisik dengan tubuhnya yang
gemetaran. “Tenanglah, Chae Rin-ah. Aku janji, aku janji akan menyelamatkannya.
Tenanglah.”
Youra yakin bisikan itu
lebih kepada menenangkan Donghae, bukan Chae Rin. Kendati demikian, Youra mencoba
menguatkan hatinya dan melirik lagi ke arah laptopnya sambil menggigit bibir. Dia
menganalisis ruangan itu dengan seksama dan mengernyit melihat wajah Kyung Dae
yang penuh luka. Tidak ada apapun di ruangan itu termasuk jendela. Dia yakin di
bawah kamera pengawas ini adalah pintu masuk dan itu artinya tidak ada kesempatan
untuk kabur. Sialnya kamera yang di pasang di ruangan itu bukanlah kamera pengintai,
yang bisa bergerak Sembilan puluh derajat secara berkala, melainkan hanya
kamera pengawas yang diam di tempatnya, mengamati ruangan yang berisikan
tahanan..
Tunggu. Dia punya ide. Dan
dia bisa saja menyelamatkan Kyung Dae dengan idenya ini.
***
Tidak
ada kata,
Tidak
ada cerita.
Romansa
kita
Hanya
gurauan.
Tak
mungkin jadi nyata.
Benarkah
aku?
『Falling – 21 Juni 2014』
Omigod! Gag bisa komentar banyak selain bilang kalo kamu itu 'hebat'. Hebat damal mengobrak-abrik hati seorang perempuan #nangis dipojokan #peluk bantal Donge :'(
BalasHapusDisaat kata END muncul disamping judul, disaat itulah aku bakalan membaca ulang ff ini dari chapter 1 sebelum membaca last chapternya. Jadi aku hapar lanjutan chapternya gag terlalu lama yaa...soale aku udah kepo setengah mati sama endingnya :D :3
hati aku juga potek-potek karena Donge (T.T) *kobokin akuarium*
Hapushuhuhu doakan saja yaa :')) semuanya tergantung kondisi dan waktuku di bulan puasa. apalagi aku udah cuti puasa(?) *apaini*
Cuti puasa? *sama* aku juga gag bisa ikut puasa dari hari pertama gegara periodeku datengnya pas 1hari sebelumnya *hah, apaini?* #abaikan :D :))
HapusDuh! Komentarku ada typonya :D harap dimengerti, soalnya pas ngetik ini dikolom komentar juga harus pake ganjelan mata :D ;3
BalasHapusKamu ini progammer atau apa ya author? Kok hebat banget :3 kode"nya itu ak aja smpe mudeng dan di skip :v *reader malas mwuahahaha
BalasHapusUghhh Donghae co cuit de sma Youra :3 >< tpi kurang banyak :p hahahaa
Jdi.. Kyungdae itu sbnrnya ga berniat jahat kn? Malahn dia mau nyelamatin Donghae..
Huaaa penasaran sma last chap.. Lanjut dlu ya author~ fighting <3