Sabtu, 25 Januari 2014

FANFIC : 4 Minutes In Memory [2]


TITLE                        : 4 Minutes in Memory [2]
Alternative title            : 기다리고 있었어요! 봐지? (Kidarigo Isseosseoyo! Bwaji?)
GENRE                      : Action-Romance, AU (Alternate Universe)
RATING                     : NC-21/PG-17
CAST                         : Lee Dong Hae [ 이동해 ]
                                    Youra Leavanna [ 요우라 리판나 ]
                                    Kim Kyung Dae [ 김경대 ]
                                    Park Chae Rin [ 박채린 ]
Author                       :@Aoirin_Sora


NOTE:
Halo semua!
MAAF kalo baru sempat posting FF ini sekarang. trust me, i did my best to post it soon. Oke, sedikit aku kasih tau kalo di chapter ini ceritanya agak mulai rumit karena rencananya aku bakal bikin FF Rendezvous ini berbau 'drama'. Tapi yah.. kita lihat saja nantinya gimana ya ^^" *sendirinya juga ga yakin*
Kritik dan saran? It will be loved! Boleh langsung via e-mail: mycoach.coolaz@gmail.com :)

well, selamat membaca!

With Love,
Aoirin_Sora



Chapter 2



07:05pm KST
KIM KYUNG DAE menatap sebuah pigura yang berisi potret seorang laki-laki muda dan seorang remaja lelaki yang sama-sama tengah tersenyum menghadap sang fotografer. Ekspresi yang tercetak di wajah keduanya terlihat bahagia, walaupun dia masih bisa mengingat bahwa dirinya sedang tidak dalam mood bagus ketika gambar ini diambil. Kyung Dae memperhatikan foto itu sedikit lebih lama, sambil mengingat-ingat bahwa itu adalah kali terakhir dia berfoto dengan wajah tersenyum—sebelum akhirnya dia belajar untuk mengendalikan ekspresi di wajahnya—dan juga terakhir kalinya Kyung Dae berfoto bersama anak remaja itu.
Terdengar ketukan di pintu dan ketika Kyung Dae memerintahkan untuk masuk, seorang laki-laki dengan setelan hitam yang mengkilat berdiri persis didepan mejanya. “Sajangnim—Boss, mereka mengatakan bahwa Mikio Ono sudah tiba dan Donghae-ssi sedang dalam perjalanan kesana.” Anak buahnya berkata sambil sedikit membungkuk.
Untuk sesaat, Kyung Dae mencerna informasi itu sembari tetap memperhatikan pigura di tangannya. “Ikuti dia.” Perintah Kyung Dae singkat. Tidak menunggu lama, laki-laki dihadapannya langsung mengangguk dan bergegas meninggalkan ruangannya.
Dia tidak tahu apakah semuanya sudah terlambat atau belum. Tapi Kyung Dae harus tetap mencoba. Kesempatannya mungkin kecil, tapi dia harus berusaha untuk menyelamatkan semuanya. Dan setelah meletakkan kembali pigura itu kedalam laci kerjanya, Kyung Dae beralih membuka laptop. Jari-jarinya dengan lihai mengetik deretan huruf-huruf janggal dan dalam hitungan menit, perhatian Kyung Dae tenggelam sepenuhnya pada monitor itu.

***


LEE DONGHAE menyelinap diantara kerumunan orang yang memadati jalanan setelah keluar dari subway—kereta bawah tanah—di Itaewon. Mentari sudah tampak samar dan cuaca sedang lumayan bagus sehingga dia bisa melihat titik bulan diantara langit yang dipenuhi polusi. Botol vodka yang tersembunyi didalam saku mantelnya berguncang pelan seiringan langkahnya yang tergesa-gesa. Ide untuk pura-pura mabuk memang terdengar bagus. Tapi jika dia menenggak vodkanya sekarang, dia yakin dia tidak akan bisa tiba di tempat pertemuan itu tepat waktu.
Matahari sudah tenggelam sepenuhnya sekarang. Barisan awan yang membingkai senja kini sudah berganti kelabu, menemani bulan yang mulai mengintip. Lampu-lampu di jalanan satu-persatu dihidupkan, mencoba menyemarakkan malam di Itaewon yang selalu dipadati berbagai pengunjung. Donghae berbelok ke kiri, memasuki kawasan restoran dan rumah makan mewah di Itaewon. Dia berjalan sambil melirik tak kentara ke berbagai sudut, mencari tanda-tanda akan kehadiran salah satu Yakuza paling berpengaruh di Jepang.
Setelah mencari hampir berjam-jam, Donghae menghentikan langkahnya ketika melihat deretan mobil hitam berbaris didepan sebuah restoran Thailand yang letaknya agak tertutup. Tidak hanya itu, pintu masuk restoran itu juga di penuhi begitu banyak penjaga yang bertampang galak. Donghae mendecak kesal dan dia berjalan memutar, menuju pintu belakang restoran Thailand yang bertingkat dua itu.
Ketika tiba di pintu belakang, dia bisa mendengar keributan didalam dapur yang sibuk menyiapkan hidangan. Namun belum lagi bergerak satu langkah, Donghae mendengar suara decitan ban mobil dari arah depan dan buru-buru dia berjongkok diantara tumbuhan disekitar sisi bangunan, mengintip tanpa suara.
Mikio Ono.
Lelaki yang mengenakan kacamata cokelat dan menghisap tembakau di bibirnya itu keluar dari sebuah Limusin dengan wajah angkuh ketika sebuah karpet merah terbentang dibawah kakinya—yang dilakukan bawahannya sebelum Mikio Ono menjejakkan langkah ke lantai berpasir. Mikio Ono, pemimpin Yakuza klan Yamaguchi-gumu ke delapan—cucu dari Kennichi Shinoda, pemegang kekuasaan tertinggi dunia mafia di Jepang—sebuah organisasi kriminal tingkat dunia yang memiliki lebih dari seratus ribu anggota dengan basis di Tokyo itu tidak hanya menguasai industri seks dan perjudian, tetapi juga narkoba dan perdagangan senjata di Jepang. Pendek kata, Mikio Ono adalah pria paling berkuasa di Negara Matahari Terbit itu.
Seluruh anak buahnya berdiri berjejer dan membungkuk Sembilan puluh derajat ketika Mikio Ono berjalan masuk ke restoran dengan langkah waspada. Meskipun kedua matanya di tutupi kacamata bergagang tipis, siapapun tahu bahwa Mikio Ono sedang mengamati restoran dengan tatapan menyelidik sebelum akhirnya masuk ke dalam bangunan berlantai dua itu. Ketika tiba didalam restoran, dengan cekatan bawahannya menggulung karpet merah tua tadi dan kembali ke posisi awal, siaga penuh menanti kedatangan seorang tamu lagi.
 Donghae kembali berdecak. Dia memandang puluhan penjaga didepan pintu itu dengan tatapan tidak suka. Sepelan mungkin Donghae merayap, menjatuhkan tubuhnya ke atas tanah yang dingin dan gelap ketika dia mendengar para penjaga itu mendekat dan memperhatikan seluruh jalanan agar terbebas dari orang yang tidak diinginkan, seperti Donghae.
Dia tidak tahu berapa lama dia meringkuk sebab sepertinya sudah berjam-jam ketika sebuah mobil berhenti lagi didepan restoran. Dan Donghae hanya sempat melihat sekilas siapa laki-laki yang keluar dari kursi penumpang itu—mengingat posisinya yang berdekatan dengan salah satu penjaga. Tetapi tetap saja dia bisa mengenalinya; Joaquin Guzman Loera atau El Chapo, orang paling diburu seantero dunia.
Segera setelah Joaquin memasuki restoran, Donghae mengengendap-endap ke ruang dapur yang kelihatan sibuk dan tertekan—karena di sambangi dua orang penjahat kelas kakap lengkap dengan seluruh penjaga berseragam yang memiliki pistol di masing-masing saku.
“Konbanwa—Selamat malam,” ucap Donghae dalam bahasa Jepang dan seluruh orang didapur itu mengalihkan pandangannya ke arah pintu keluar. “Ore wa Kennichi desu. Kumicho wa doko ni itteiru?—Aku Kennichi. Dimana Kumicho?” (Kumicho: sebutan untuk boss dalam dunia Yakuza) tambahnya ketika mata mereka membulat penuh tanda tanya. Donghae tahu mereka tidak bisa mengerti bahasa Jepang dan karena itulah dia harus bersikap bahwa dia adalah salah satu dari komplotan itu.
Wajah-wajah memandanginya dengan gelisah dan ketika Donghae mulai menyisipkan tangannya kedalam mantel—bersikap seolah-olah hendak mengambil senjata, mereka langsung mengangkat tangan dan menggeleng lalu menunjuk pintu dapur. Tentunya mereka tidak ingin ada keributan.
Donghae melangkah lebar-lebar dan segera keluar dari dapur, melewati sebuah koridor yang sepi. Dia terus berjalan tanpa menimbulkan suara dan telinganya mendengarkan dengan seksama. Tak lama, suara denting piring dan sendok yang beradu samar-samar tertangkap oleh pendengarannya. Donghae mengambil sebuah nampan yang sedang dibawa seorang pelayan restoran dan meletakkan botol vodkanya diatas nampan itu. Tetapi kemudian dia menyadari bahwa dia masih mengenakan mantel rombeng yang akan membuatnya ketahuan jika bertemu dengan salah seorang penjaga. Jadi Donghae langsung melepas mantelnya dan menyembunyikan benda itu dibawah meja. Tidak akan sempat baginya untuk melakukan penyamaran seperti biasa karena dia tidak punya waktu lebih lama lagi.
“Tunggu.” Ujar suara dibelakang Donghae.
Dia berbalik dan menemukan salah seorang anggota Yakuza menatapnya garang. “Kami tidak memesan itu.” bentaknya kasar.
“Maaf, ini untuk bosku.” Kata Donghae dalam bahasa Korea dan menggeleng sambil mengucapkan “Bossu,” yang merujuk kepada pemilik restoran. Pria berbadan tegap itu sepertinya mengerti apa yang Donghae isyaratkan dan dia kemudian melepaskan Donghae.
Dengan sedikit lega, Donghae menaiki tangga sementara suara percakapan semakin terdengar. Dia tidak berani untuk melewati meja yang di kelilingi penjaga yang banyaknya dua kali lipat daripada diluar. Alih-alih menuju ke sumber suara, Donghae menghentikan langkahnya tepat tiga meja sebelum tempat dimana Mikio dan Joaquin bercakap-cakap dan duduk membaringkan tubuhnya diatas kursi kayu yang keras.
Setidaknya restoran ini memiliki beberapa keuntungan untuknya. Pertama, seluruh mejanya dibatasi oleh sekat yang mirip dengan restoran sushi namun bedanya, restoran Thailand ini menyediakan kursi dengan meja makan berkaki tinggi, sementara restoran sushi hanya menyiapkan sebuah bantal duduk sebagai alas duduk. Kedua, Donghae bisa merebahkan tubuhnya diatas kursi yang lebih rendah daripada meja, hingga dia yakin dia tidak akan ketahuan untuk beberapa saat.
Tetapi kerugiannya cukup nyata; restoran ini berlantai dua yang sama sekali tidak membantunya untuk kabur jika ketahuan. Jadi yang Donghae lakukan hanyalah berdoa dan menenggak isi vodkanya sampai tinggal setengah lalu memercikkan cairan itu ke baju dan ke atas meja, seolah-olah dia terlalu mabuk untuk mendengar apapun.
“Aku tidak akan ke Korea dengan sesantai itu jika aku jadi kau,” ujar Mikio Ono dalam bahasa Jepang dan langsung di terjemahkan oleh bawahannya ke dalam bahasa Inggris. Donghae tersenyum puas. Dia sama sekali tidak kesulitan untuk mengerti percakapan mereka sebab dia menguasai kedua bahasa itu.
“Tak kusangka cucu pemimpin Yakuza yang paling di segani di Jepang memiliki keberanian seperti tikus kecil.” Jawab Joaquin.
Perlu beberapa saat bagi Mikio untuk menjawab dan dia mendesis marah ketika Joaquin menyebut dirinya tikus kecil. “Kepalamu berharga tujuh juta dollar, kau tahu?”
“Aku sedang menunggu pemerintah menaikkannya hingga mencapai seratus juta.” Jawab Joaquin santai.
“Kau cukup percaya diri.” Balas Mikio dan Joaquin segera tertawa sinis.
“Kata-kata percaya diri tidak cukup untukku. Itu sangat merendahkanku.” Kata Joaquin dengan nada tidak suka.
“Kita sudahi basa-basinya. Sekarang berikan apa yang kuminta dan aku akan memberikan bayarannya.” Terdengar suara benda berat diletakkan diatas meja dan detik berikutnya terdengar bunyi ‘klik’. Donghae yakin benda itu adalah koper.
“Cuma ini?” ucap Joaquin berang. “Kau memaksaku datang ke Korea untuk menukar barangku hanya dengan satu koper uang?”
“Ini hanya sampel. Selebihnya akan menyusul begitu aku sudah melihat barangmu,” kata Mikio Ono tenang.
Sempat hening sejenak sebelum akhirnya Joaquin bersuara lagi. “Ternyata benar bahwa Orang Jepang itu sangat perhitungan dan licik. Tapi aku lebih licik lagi darimu. Dan karena itulah aku hanya membawa sampel kesini.”
Donghae hanya bisa menduga apa yang sedang terjadi ketika Mikio Ono memerintahkan anak buahnya memeriksa barang itu. Dan suasana berubah tegang untuk beberapa saat namun sewaktu anak buahnya mengatakan, “Ini asli,” barulah Mikio Ono berkata, “Ayo, kita selesaikan transaksi ini secepat mungkin. Kau tidak membawa Interpol bersamamu, kan?”
“Kalau memang Interpol berada disini, tidak mungkin kita sempat menghabiskan makan malam.” Jawab Joaquin sedikit tersinggung. “Sebaiknya kau mengambil uangmu dulu. Sebab aku tidak mau mengikutimu. Kau yang harus ke tempatku.”
Hening lagi.
“Baiklah. Aku akan menyuruh anak buahku untuk segera mengantarkan uangnya ke lokasi pertemuan kita begitu aku sudah melihat seluruh kokain itu.” kata Mikio Ono tegas.
Terdengar deritan kursi yang bergeser dan cepat-cepat Donghae berakting seakan dia sedang mabuk dan tertidur di kursi. Dengan jantung berdegup dia mendengar langkah-langkah kaki mendekat dan dia menelan kegugupannya untuk terakhir kali sebelum benar-benar berakting mabuk sepenuhnya.
Tepat seperti yang Donghae pikirkan, langkah-langkah itu terhenti beberapa meter darinya dan sesaat kemudian Donghae merasakan seseorang menarik lehernya, menampar wajahnya dengan keras. Masih dengan segenap usahanya untuk berakting mabuk, Donghae mengejap-ngejapkan matanya dengan mengantuk. Dia melihat salah seorang anak buah Mikio Ono sedang mencengkram leher kemejanya yang sudah terkena percikan vodka. Pria itu mendelik dan bertanya apa yang sedang dilakukan Donghae disini. Tetapi yang dilakukan Donghae hanya tertawa kecil dan cegukan sambil menjaga matanya setengah terbuka—persis seperti orang mabuk.
Dia tidak bisa melihat Mikio Ono dengan jelas tetapi dia bisa mendengar laki-laki itu memerintahkan anak buahnya untuk meninggalkan Donghae yang sedang mabuk dan mengatakan bahwa mereka harus bergegas.
Dengan kasar tubuhnya di hempaskan ke lantai dan Donghae mendengar satu persatu suara kaki mereka menuruni tangga. Dia harus berada disini untuk beberapa saat, sampai mereka semua benar-benar sudah meninggalkan restoran. Tidak ada pengunjung lain di restoran ini, jadi Donghae bisa memperkirakan apakah keadaan sudah tenang atau belum.
Kira-kira sepuluh menit kemudian, Donghae mulai merangkak. Dia sedikit goyah akibat vodka yang di tenggaknya tadi—itu sebabnya dia benci jika harus mabuk. Dengan susah payah Donghae mencapai anak tangga terakhir dan berlari sedikit sempoyongan untuk mengambil mantel yang di sembunyikannya. Salah seorang pelayan restoran menatap Donghae dengan mulut menganga dan Donghae menyuruh gadis itu untuk memberikannya air.
“Cepat!” sergahnya dari ujung koridor dapur. Gadis itu kembali dan menyodorkan segelas besar air segar dengan ketakutan. Donghae menghabiskannya dalam hitungan detik dan membasahi wajahnya dengan sisa air di gelas itu. Langsung saja kepalanya terasa sedikit ringan.
“Gomawo,” ucapnya pelan dan melesat keluar restoran, diiringi tatapan ketakutan dari orang-orang yang melihatnya.


Donghae berlari ke arah stasiun tetapi kemudian memutar langkahnya ke jalan raya. Dia tidak tahu kemana tujuan mafia-mafia itu dan tidak mungkin dia bisa mengikuti mereka selain menggunakan mobil. Untung saja dia memutuskan tidak membawa mobilnya karena kalau tidak, mereka pasti akan menyadari ada seseorang yang sedang membuntuti mereka—kemanapun mereka pergi.
Sebuah taksi melintas didepannya dan Donghae langsung menjulurkan tangan untuk menghentikan mobil itu. “Jalan saja terus,” ujar Donghae cepat-cepat ketika dia duduk di kursi penumpang. Tak lama kemudian, Donghae melihat sebuah limusin yang berbelok ke jalan Antique Furniture Sreet dan segera dia memerintahkan sopir untuk mengikuti limusin itu.
Dia menerka-nerka kemana Joaquin membawa Mikio Ono dan dirinya karena mereka sudah berjalan begitu lama. Donghae beranggapan bahwa Joaquin ingin menyesatkan siapapun yang membuntuti mereka sebab kali ini mereka sudah memasuki kawasan Dongdaemun. Jalanan di sekitar Dongdaemun Market masih dipadati beratus-ratus orang yang berbelanja disana. Namun limusin didepannya tidak menunjukkan tanda-tanda akan berhenti dan mereka terus melaju hingga mencapai Namdaemun Market.
Dan limusin berbelok menuju Yangji di Nangye-ro 21-gil. Kawasan ini terlihat sepi karena toko-toko sudah tutup dan hanya beberapa orang yang terlihat di jalanan. Taksi yang ditumpangi Donghae berhenti karena lampu merah berpendar di atas mereka. Dan pada saat itulah dia melihat kelebatan seseorang yang sedang berlari begitu cepat dan membelok ke menuju kawasan belakang pasar Namdaemun yang sepi. Donghae cukup yakin seseorang yang berlari itu adalah Youra dan tiba-tiba saja dia teringat bahwa Youra mengatakan bahwa dia memiliki perjamuan makan malam dengan sunbaenya. Namun pertanyaannya adalah apa yang sedang terjadi padanya?
Jawaban Donghae terungkap ketika dia melihat beberapa orang laki-laki separuh mabuk berlari mengikuti langkah Youra yang membelok ke sudut jalan. Jantung Donghae berhenti untuk sedetik sementara otaknya mencerna sebuah kalimat; Youra dalam bahaya.
Sekarang semuanya terasa membingungkan. Apa yang harus dia lakukan? Limusin di depannya sudah kembali melaju sebab lampu sudah berubah menjadi hijau dan Donghae menggigit bibirnya dengan gelisah. Dia bisa saja mengacuhkan Youra tetapi dia tidak bisa mengabaikan fakta bahwa gadis itu baru sebulan di Korea, tanpa mengenal jalanan dengan baik dan juga sedang dikejar beberapa orang laki-laki yang kelihatannya berniat buruk.
“Sial.” Umpat Donghae, matanya berpindah-pindah antara mobil didepannya dan sudut jalan yang sepi. Mikio Ono atau Youra? Tetapi dia tidak punya banyak waktu lagi untuk sekedar memikirkan konsekuesi dari pilihannya.
“Ahjussi, berhenti disini!” teriak Donghae ketika sopir mulai menginjak pedal gas. Donghae memberikan sejumlah uang dan tanpa menunggu kembalian, dia melesat keluar, berlari dengan kecepatan penuh menuju sudut jalan dimana terakhir kali dia melihat Youra berbelok.
Donghae melihat sekelilingnya dengan bingung. Mencari-cari keberadaan gadis itu sekaligus berusaha menemukan sesuatu untuk dijadikan senjata. Sebab laki-laki yang mengejar Youra lebih dari dua orang dan jika dia ingin menang, dia harus menggunakan senjata. Donghae kemudian mengambil botol vodka yang dia masukkan kembali ke dalam mantelnya ketika keluar dari restoran Thailand dan menimbang-nimbang untuk menjadikannya senjata. Botol itu memiliki bobot lumayan berat dan cukup untuk membuat kepala seseorang dilumuri darah.
Tetapi didalam perjalanannya, dia menemukan sepotong kayu yang diletakkan didepan sebuah toko sebagai pengganjal. Dengan sigap Donghae mengambil kayu itu dan mempercepat langkahnya ketika dia mendengar teriakan minta tolong tidak jauh dari tempatnya berdiri.
Sejenak Donghae terpaku melihat kondisi Youra yang mengenaskan. Wajahnya penuh airmata, tubuhnya gemetaran dan rambutnya kusut masai. Dan yang lebih mengerikan dari pada itu adalah ketika laki-laki brengsek-gila itu mulai menarik-nariknya dan mendorong Youra hingga terjerembab ke tanah.
Habis sudah kesabaran Donghae. Di ayunnya kayu itu ke udara dan menghujam kepala salah seorang dari mereka yang berdiri membelakanginya. Terdengar derakan yang cukup keras untuk membuat perhatian laki-laki brengsek didepannya menjadi terpecah dan dalam hitungan detik, terjadi perkelahian besar-besaran.
Kalau saja kepalanya tidak terganggu akibat vodka yang mengisi lambungnya, Donghae yakin dia tidak memiliki masalah untuk mengalahkan empat orang pria separuh mabuk separuh sinting yang sedang mengelilinginya saat ini. Tetapi biarpun kepalanya berputar-putar sedikit, Donghae merasa dia bisa menghabisi mereka semua dengan  kayu di tangannya sebagai senjata.
Dan dugaannya benar.
Mereka semua terkapar setelah Donghae berhasil mendaratkan batangan kayu tebal dan berat itu ke kepala dan tubuh mereka. Dengan tarikan napas yang payah, Donghae mencari sosok Youra yang ternyata masih terduduk di tanah sementara wajahnya pucat pasi—seakan baru saja melihat hantu.
Segera saja Donghae menarik Youra dengan paksa tanpa menunggunya mengucapkan sepatah katapun lagi. Meskipun menang dan memiliki senjata, Donghae tidak percaya diri dia akan menang untuk kedua kalinya jika ada orang lain yang mengeroyoknya malam ini. Tubuhnya sudah cukup kelelahan akibat perkelahian itu, jadi sebisa mungkin dia membawa Youra ke tempat yang aman—rumahnya.
Tidak ada lagi bus dan trem ataupun subway yang beroperasi pukul dua belas tengah malam. Alih-alih menuju halte, Donghae berlari ke seberang jalan raya dan menyetop sebuah taksi. Dia melirik gadis di sampingnya yang masih membeku dan kedua matanya membulat sempurna—masih berada dalam situasi pasca-trauma.
Tetapi begitu taksi berhenti dan Donghae mulai menyeretnya keluar, Youra tiba-tiba saja tersadar. “Ma—mau kemana kita?” tanyanya panik.
Donghae tidak menjawab pertanyaannya dan terus berjalan cepat. Dia merasakan tangan Youra yang berada dalam genggamannya semakin kuat untuk melepaskan diri dan segera Donghae berbalik, menatapnya tajam. “Kerumahku.” Jawabnya singkat.
Bukannya terdiam, Youra malah melanjutkan pertanyaan-pertanyaan serupa dengan nada melengking dan cemas. “Tapi, kenapa kita harus kerumahmu? Tunggu dulu, aku mau pulang! Ahjussi, dengarkan aku! Aku tidak mau kerumahmu, cepat lepaskan aku!”
Sambil menggerutu dalam hati, Donghae mempererat pegangannya. “Jangan berisik.”
“Jawab aku, Ahjussi! Kenapa kita harus kerumahmu? Ya!” teriak Youra ketika mereka mencapai pintu rumah Donghae.
“Masuk.” Perintah Donghae dengan nada mutlak, tidak menginginkan pembantahan apapun. “Duduklah,” tambahnya ketika Youra memandangnya dengan ketakutan dari depan pintu.
Kali ini Youra mematuhinya dan langsung duduk di atas tikar kecil—yang sudah digigiti tikus dan berlubang-lubang mengerikan—tanpa mengucapkan sepatah katapun. Donghae lalu berjalan menuju kamar mandinya dan kembali ke hadapan Youra sambil membawa kotak P3K, semangkuk besar air hangat dan sebuah handuk yang di sampirkan di pundaknya.
“Kesinikan tanganmu,” ucapnya pelan dan segera membasuh tangan Youra dengan air hangat ketika gadis itu mengulurkan tangannya.
Dengan cekatan Donghae membersihkan luka di tangan Youra yang didapatnya akibat didorong hingga jatuh ke tanah oleh preman-preman brengsek tadi. Dia juga menyeka bekas air dengan handuk, meneteskan cairan pembersih luka—semacam alkohol—dan membungkus tangan Youra dengan perban.
Selama proses pembersihan luka berlangsung, tak satupun dari mereka bersuara. Hanya ada keheningan, sementara Donghae berusaha berkonsentrasi mengobati luka Youra dan tidak mempedulikan tatapan gadis itu yang semakin tajam. Tapi dia tidak tahan lagi untuk menjaga mulutnya terkunci rapat.
“Bisakah kau berhenti melakukan itu?” ucap Donghae dengan mata terfokus pada luka yang sedang ditetesi alkohol.
Youra terkesiap dan sedikit bingung dengan pertanyaan Donghae. “Melakukan apa?” balasnya.
“Memandangiku.” Jawab Donghae yakin, membuat Youra salah tingkah karena ketahuan bahwa dia sedari tadi tak bisa melepaskan tatapannya dari wajah tanpa emosi itu.
“Aku tidak memandangimu,” kilah Youra sambil menatap ke ujung ruangan yang di penuhi serpihan cat yang mengelupas dan Donghae harus menahan keinginannya untuk mendengus terang-terangan. Bagaimana bisa wanita di hadapannya ini masih bisa mengelak? Jelas sekali dari tadi matanya tidak bisa lepas dari wajah Donghae—yang berusaha mengacuhkannya.
Donghae bungkam untuk beberapa saat dan kembali bersuara ketika tangan Youra yang luka sudah tertutup perban seluruhnya. “Kalau ada yang ingin kau katakan, bicarakan langsung. Aku tidak suka kau menatapku seolah aku akan menguncimu semalaman.” Kata Donghae sedikit tajam.
Dia sadar bahwa nadanya mungin terdengar agak kelewatan, melihat bagaimana Youra menahan napas. Tapi dia tidak punya pilihan lain, dia memang harus berlaku seperti itu. Dan selama semenit penuh, Youra menatapnya. Bukan wajahnya, tetapi matanya. Donghae merasa sedikit goyah dengan kedua bola matanya yang menghujam seperti batu granit dan ketika dia membuka mulut untuk menyuruh Youra menghentikan tatapannya, Youra lebih dulu berkata dengan suara lirih.
“Mianhago—Maaf,” ujarnya kini menatap lantai. “Gomaptago—Dan terima kasih.” Sambungnya lagi.
Donghae terpaku. Kata-kata Youra barusan seperti menyeretnya ke dalam pusaran ingatan yang menyakitkan. “Jelaskan arti dua kata itu.” kata Donghae di tengah keheningan.
Youra masih mengunci bibirnya rapat-rapat selama beberapa menit kemudian, meskipun Donghae bisa melihat pergumulan melalui raut wajah Youra yang resah. Tetapi akhirnya dia menjawab pertanyaan Donghae. “Maaf.. karena aku tadinya berpikir kau akan—err..akan mencelakaiku dan—dan terima kasih karena kau sudah menolongku.”
Kali ini Donghae harus menahan godaan untuk menertawakan gadis ini dan memberinya tatapan sinis, karena dia yakin Youra pasti akan menciut menjadi seukuran tikus yang ketakutan jika dia melakukan kedua hal itu. Tapi dia tidak bisa mengusir rasa kesalnya karena kata-kata ‘mencelakaiku’ dan Donghae sedang menimbang apakah dia harus mengerjai gadis ini atau bersikap seperti biasa.
“Kenapa aku harus mencelakaimu?” tanya Donghae sekuat mungkin untuk terlihat normal, walaupun dia hampir saja kelepasan untuk mengerjai Youra.
“Eh—itu karena kau muncul dengan tiba-tiba dan—dan—kau terlihat sedikit mengerikan tadinya..” kalimat Youra yang tergagap itu berubah menjadi bisikan pada dua suku kata terakhir dan wajah itu sekarang sedikit gelisah, seakan sudah mengatakan hal yang tidak seharusnya.
Donghae menarik napasnya dalam-dalam dan mengenyahkan keinginannya untuk memojokkan gadis itu saat ini. Entah kenapa pikirannya tidak bisa fokus sekarang dan dia tidak mengerti kenapa dia tidak ingin Youra memandangnya dengan penuh ketakutan. Donghae bahkan harus menahan lidahnya untuk mengucapkan kebenaran kepada Youra dan berusaha meyakinkan gadis itu bahwa dia sama sekali berbeda dari apa yang telah dipikirkan Youra sebelumnya.
Ketika melarikan tatapannya ke meja butut di samping Youra, barulah Donghae menyadari mengapa pikirannya bisa menyimpang. Dia lupa bahwa dia sempat menghabiskan vodka itu hingga tersisa setengah botol. Dan itu bukan pertanda bagus. Donghae harus segera menjauhkan gadis ini dari hadapannya sebelum alkohol mengambil alih seluruh kewarasannya.
“Ayo, kau harus segera pulang.” Kata Donghae singkat dan segera bangkit, membuka pintu rumahnya dengan sedikit tekanan hingga membuat Youra bertanya-tanya, apakah ia telah menyinggung perasaan Donghae.

***


Mereka tidak mengucapkan sepatah katapun lagi setelahnya. Tidak juga ketika Ahjussi itu mengantarnya pulang hingga ikut menumpangi taksi menuju rumahnya di sekitar Stasiun Sinsa dan bahkan ketika Youra turun dari taksi, Ahjussi itu masih mengikutinya dengan membisu, seolah telah kehilangan pengendalian untuk mengakses kemampuan berbicara.
Dia tidak berdiri tepat di samping Youra, tetapi tidak berada terlalu jauh karena Youra bisa mendengar setiap tarikan napas Ahjussi itu. Keheningan yang melingkupi mereka hanya terpecah dengan lolongan anjing yang beberapa kali terdengar di sepanjang jalan. Memutuskan mengikuti sikap Ahjussi itu, Youra pun memilih untuk mendiamkan lidahnya. Dia masih berusaha mengatasi ketakutan akan kejadian yang baru saja dialaminya.
“Ini tempat tinggalmu?”
Youra tersentak kaget dan dia menoleh ke kanan, ke tempat Ahjussi itu berdiri lalu mengangguk.
“Bagus. Sekarang masuk dan aku harap kau tidak cukup bodoh untuk berkeliaran malam-malam seorang diri lagi.” Ucapnya kemudian pergi.
Jelas sekali dia kelihatan jengkel dan itu bukanlah salam perpisahan yang bagus. Terlebih untuk Youra. Sebab dia bahkan belum sempat untuk mengatakan terima kasih—yang sudah pasti tidak akan di gubris—tetapi Ahjussi itu sudah menghilang, meninggalkannya sendirian di bawah sorotan lampu jalan.
‘Dasar pemarah.’ Gerutu Youra sambil mengerutkan kening. Sikap ahjussi itu membuatnya ingin menangis tapi dia tidak punya tenaga lagi, dia hanya ingin pergi tidur.

***


Keesokan harinya Youra tiba di kantor dan mendapati suasana ruangannya begitu buruk. Beberapa orang sunbae-nya mengurut-urut kepala dan ada yang meletakkan kepala mereka diatas meja. Ah Gyeong bahkan menempelkan plaster besar keningnya.
“Aigooo, kepalaku pusing sekali.” Desah Ah Gyeong di kursinya.
Youra meringgis kasihan dan tidak berkomentar apapun.
“Kalau saja aku tidak minum sebanyak itu! Youra-ya, kumohon tolong aku! Aku sudah tidak sanggup untuk mengangkat kepalaku satu inci saja!”
“Apa yang bisa kubantu?” tanya Youra ramah, walaupun dalam hatinya ia mengernyit tidak suka. Kenapa Ah Gyeong masih tetap minum banyak tadi malam jika dia tidak mau mengalami hangover pagi ini?
“Youra-ya, kau dewi penolongku!!” ucapnya berbinar-binar dan langsung berdiri tegak. “Ini, kau harus menyelesaikan semua laporan hari ini juga. Terima kasih Youra-ya. Aku berhutang budi padamu seumur hidupku.” Sambung Ah Gyeong, menyerahkan setumpuk berkas lalu berjalan keluar ruangan dengan alasan izin pulang.
Youra langsung mencatat dalam kepalanya, ‘tidak akan ada keramahan lagi selama-lamanya.’ Dia menarik kursinya untuk duduk ketika tiba-tiba para sunbae mengelilingi mejanya. “Kumohon bantu aku juga, Youra-ya..” pinta mereka sebelum meletakkan berbagai macam berkas dan langsung kabur tanpa sempat mendengar penolakan dari Youra.
Dia benar-benar ingin menangis sekarang. Pekerjaannya sendiri belum selesai dan dia harus mengerjakan semua ini? Apa seharusnya dia ikut mabuk saja tadi malam?
“Tidak bertanggung jawab sekali mereka, menyerahkan perkerjaan sebanyak ini kepada magnae.” Ucap Park Jung Yoon disebelah Youra. “Biar kubantu,” imbuhnya baik hati.
Kalau tadi dia ingin menangis, sekarang Youra benar-benar ingin memeluk sunbaenya yang begitu murah hati membantu pagi Youra yang buruk. Tetapi kenyataannya tidak ada yang dilakukan Youra selain mengucapkan terima kasih berulang kali dan memandangnya penuh haru.


Pukul 05:37pm.
Youra tidak sadar dia sudah bekerja selama Sembilan jam nonstop dan perutnya bergemuruh keras, berteriak memaksanya untuk segera mengisi lambung dengan makanan. Dengan langkah kaku, Youra berjalan keluar ruangan yang kosong, sebab Jung Yoon sunbae sudah pulang duluan setelah membantu separuh dari pekerjaan yang dilimpahkan kepada Youra. Dalam hati dia berjanji akan mentraktir sunbaenya itu makan enak suatu saat nanti.
Seperti biasa, Youra memenuhi plastik ditangannya dengan kimbab-kimbab siap saji dan beberapa kaleng minuman—kopi, jus dan soda. Dia menaiki lift menuju lantai teratas Gedung Fashion dan menaiki anak tangga satu persatu sebelum akhirnya menemukan pintu atap.
“Kupikir kau tidak akan datang.” Ujar suara yang sudah sangat dikenalinya.
Senyum kecil terukir diwajah Youra dan dia bersyukur bahwa dia menyempatkan untuk datang kesini.
“Ini kan tempat favoritku. Mana mungkin aku tidak datang,” balas Youra sambil duduk diatas kursi panjang, persis beberapa meter disebelah Ahjussi itu.
Dia bisa mendengar Ahjussi disampingnya mendengus tetapi Youra sudah mengubah perspektifnya tentang Ahjussi ini sama sekali. Dia memutuskan untuk tidak berpikiran negatif tentangnya. Ahjussi itu mungkin memiliki mulut tajam dan sikap yang tidak ramah, tetapi Youra menyadari bahwa dia orang baik—yang mau menolong Youra dan mengobati lukanya. Bahkan mengantarnya pulang.
“Ahjussi, terima kasih telah menolongku tadi malam.”
Tidak ada jawaban apapun dan Youra mengerucutkan bibirnya. “Apa susahnya tinggal mengucapkan ‘sama-sama’?”
Dan Youra malah mendapatkan lirikan sinis. “Ahjussi, berhentilah bersikap begitu. Aku tidak akan menganggapmu mengerikan atau menyebalkan lagi. Err.. menyebalkan mungkin masih.” Aku Youra terus terang lalu tertawa pelan.
Setelah menghela napas Ahjussi itu menjawab, “kau benar-benar gadis paling keras kepala dan paling aneh yang pernah kutemui. Tidak bisakah kau menjauhiku saja?”
Youra tertawa mendengar gerutuan Ahjussi itu dan melempar minuman bersoda kepadanya. “Jadi kau sengaja bersikap begitu? Bukankah itu membuatmu tidak punya teman?” tanyanya ingin tahu. Perkataan Ah Gyeong yang masih melekat dikepalanya membuatnya penasaran setengah mati dan dia memutuskan untuk mencari tahu yang sebenarnya.
Cukup lama sebelum akhirnya Ahjussi itu mau membuka mulut lagi. “Teman? Kau bercanda. Apa kau sadar tidak ada yang akan ada yang sudi berteman denganku?”
“Kenapa kau beranggapan begitu?” tanya Youra dengan sedikit tidak acuh walaupun dia sangat bersemangat.
“Akui saja, Youra. Kau pasti sudah mendengar desas-desus tentangku, bukan?” Ahjussi itu melirik dengan ekor matanya, jelas sekali berusaha mengintimidasi.
Pertanyaan itu sempat membuat batin Youra mencelos. Dia sedikit bimbang dengan apa yang akan dikatakannya. Tapi menurutnya kejujuran lebih berharga daripada harus mengatakan kebohongan. Lagipula dia memang bertekad untuk mengetahui siapa sebenarnya Ahjussi pemarah-tapi-baik hati ini.
“Sejujurnya, kau benar. Tapi, seperti yang kau bilang, itu hanya desas-desus. Bukankah lebih baik kalau aku mengetahui kebenaran akan desas-desus itu darimu langsung?”
Kalau tadi Ahjussi hanya melirik dari ekor matanya, kini pria itu benar-benar memalingkan wajahnya ke arah Youra dan menatap dengan penuh selidik. Mata cokelat pudarnya menyelami pikiran Youra dengan seksama, membuatnya sedikit salah tingkah.
Entah berapa lama mereka bertatapan hingga Youra mengira waktu seakan berhenti ketika tiba-tiba bibir yang mengatup itu bersuara. “Tidak ada yang perlu kau ketahui, Youra-ssi. Aku tidak peduli kau mau mempercayai desas-desus yang beredar atau tidak, sebab itu tidak penting bagiku. Aku peringatkan, sebaiknya kau berhati-hati dengan rasa penasaranmu karena bisa saja hal itu menjadi bumerang yang akan menyakitimu, Youra-ssi.” Tandasnya lalu bangkit, berjalan menuju pintu.
Sekali lagi, Youra harus menelan semua kata-kata Ahjussi itu tanpa punya kesempatan untuk bertanya atau sekedar protes. Dia cukup yakin atmosfir diantara mereka sedikit membaik tetapi mengapa semuanya langsung berubah dalam sekejap?

Youra berjalan menyusuri hall Gedung Fashion dengan tidak fokus, pikirannya masih menyelisik perkataan terakhir Ahjussi tadi. Matanya mencari ke penjuru ruangan, berharap menemukan siluet Ahjussi meskipun dia tidak mengerti kenapa dia mengharapkan hal itu.
“YA!” Teriak seseorang di sebelahnya dan cepat-cepat Youra berbalik menghadap ke sumber suara.
Sebuah wajah yang familiar menatapnya dengan penuh amarah. Tentu saja Youra tahu siapa gadis ini, dia adalah Park Chae Rin, model papan atas termasuk model K-Fashion sekaligus pemegang saham perusahaan ini. Selama sebulan bekerja, tidak pernah sekalipun Youra melihatnya secara langsung walau dia memang sangat ingin bertemu dengan model cantik itu.
“Perhatikan langkahmu baik-baik!” lengkingnya emosi, membuat beberapa pasang mata menatap ke arah mereka dengan ingin tahu. Youra segera mengalihkan pandangannya ke bawah, dan menemukan kakinya tengah menginjak ujung gaun Chae Rin yang menjuntai hingga ke lantai.
“Ma—Maafkan aku,” seru Youra panik sambil membungkuk berulang kali. Sementara Park Chae Rin hanya menatapnya tidak suka dan mengibaskan rambutnya yang indah dengan gerakan anggun.
“Baiklah. Lain kali hati-hati.” Ujarnya melunak dan meninggalkan Youra yang terus saja menatapnya kagum.
Park Chae Rin memang bukan sembarang model, selain tinggi dan langsing, wajahnya juga sangat cantik—mata besar dan bulat, pipi yang kemerah-merahan, di tambah hidung mancung dan bibir yang merah alami. Dengan lesung pipi di sebelah kanan dan rambut hitam berkilau yang jatuh hingga ke pinggang serta kaki jenjang yang indah membuatnya di gilai banyak pria. Meskipun di Korea Selatan marak terdengar kabar tentang kasus para artis dan model yang melakukan operasi plastik, tetapi Park Chae Rin tidak pernah sekalipun menyentuh meja operasi, wajahnya benar-benar berkah dari Tuhan.
Dan walaupun gadis itu sudah berlalu dari hadapan Youra, tetap saja dia tidak bisa berhenti menatap punggung Chae Rin yang menuju elevator. Dia sekarang mengerti mengapa banyak yang bilang bahwa Chae Rin tidak fotogenic, karean gadis itu memang sepuluh kali lebih cantik dibandingkan di majalah-majalah—yang menurut Youra sudah sangat sempurna. Tidak heran dia memiliki fandom  dengan sebutan Angel Chae.
Youra memandang bayangan dirinya lewat pintu kaca dan menghela nafas. Dia tidak bisa di katakan jelek atau biasa saja. Youra cukup cantik—itulah yang dikatakan orang-orang padanya—tapi tetap saja dia tidak akan bisa menyamai kecantikan Chae Rin. Wajah dan tubuhnya proposional—mata bulat, hidung mancung dan bibir tipis—meskipun demikian, dia tidak memiliki kaki jenjang yang indah atau lekuk tubuh yang seksi. Youra hanya… yah, wanita biasa dan sederhana. Sangat tidak mungkin baginya untuk bisa berdiri di samping Chae Rin tanpa merasa malu setengah mati.
Tapi tidak pernah sekalipun dia berharap untuk menjadi orang lain karena menurutnya apa yang di milikinya saat ini adalah anugerah dan sangat tidak pantas jika ia malah menyesali apa yang dimilikinya.


***

PARK CHAE RIN membuka pintu yang bertuliskan CEO tanpa menggubris Sekretaris yang mengatakan bahwa Kyung Dae sedang tidak ingin diganggu. Kyung Dae boleh saja menolak untuk bertemu siapapun, kecuali Park Chae Rin.
“Chae Rin-ah, bisakah kau setidaknya mengetuk pintu?” tanya Kyung Dae tanpa memindahkan pandangan dari kertas-kertas yang sedang dibacanya.
“Oppa!” seru Chae Rin kesal. Dia melempar tasnya ke sembarang tempat lalu berdiri tepat di samping Kyung Dae. “Oppa, dengarkan aku!”
“Aku tetap bisa mendengarmu walaupun kau berbisik, Chae Rin-ah. Jadi berhentilah berteriak.” Ujar Kyung Dae tenang, tidak mempedulikan dengusan Chae Rin.
“Mana bisa aku tidak berteriak kalau sedang terjadi badai di K-Fashion!”
“Tarik nafas, Chae Rin. Tenanglah, tidak ada badai apapun.” Kyung Dae meletakkan kacamatanya dan mengurutkan pelipis dengan perlahan.
“Oppa, kau belum dengar? Terjadi perpecahan di antara pemegang saham lima belas menit yang lalu dan mereka akan mengadakan rapat pemimpin serta dewan pengurus malam ini!” sergah Chae Rin cepat dan sedikit kesal ketika mendapati Kyung Dae tetap tenang.
“Aku tahu.” Jawabnya singkat.
Chae Rin menggeser kursi Kyung Dae hingga persis di hadapannya. Mata pria itu memang tajam dan sekeras besi namun tetap saja ada kehangatan yang terpancar di balik semua itu. “Apakah benar jika mereka menuntut pergantian dewan direksi?” tanya Chae Rin cemas. Ketika Kyung Dae mengangguk, dia berkata lagi dengan takut. “Oppa! Kau harus berbuat sesuatu! Aku tidak mau kalau terjadi sesuatu padamu. K-Fashion hanya bisa berada di atas dengan kau sebagai pengontrolnya!”
“Chae Rin-ah. Bukankah kau sudah tahu bahwa aku telah memasukkan saham K-Fashion dalam bursa saham? Dan pada rapat penentuan dividen (pembagian keuntungan) beberapa waktu lalu, mereka sudah sepakat untuk segera mengadakan pembaruan direksi. Kau sendiri hadir pada rapat waktu itu, jadi kenapa kau masih bingung?”
“Tapi, aku tidak menyangka akan terjadi secepat ini. Maksudku, kau memiliki saham terbanyak dan bukankah itu berarti kau bisa tetap mengendalikan perusahaan? Aku tidak mau jika posisimu diganti dengan orang lain!”
“Tidak bisa begitu, Chae Rin-ah. Itu adalah keputusan para pemegang saham. Aku tetap harus menghormati keputusan yang mereka berikan.” Kyung Dae menatap Chae Rin yang gelisah dengan pandangan menenangkan. Binar matanya yang tulus membuat Chae Rin menghela napas.
“Tidak bisakah kau melakukan sesuatu? Sekarang ini sudah ada dua fraksi yang terbentuk dan menurut kabar yang beredar, perpecahan itu karena isu tentang pasar gelap yang menyeret K-Fashion. Benarkah itu, Oppa?”
Kyung Dae menarik napas panjang dan untuk sesaat, wajahnya berubah murung. “Itu juga yang aku dengar. Tapi tidak ada waktu untuk menjelaskan pada mereka, Chae Rin-ah. Mereka adalah pemilik saham K-Fashion, mereka pasti tidak ingin kalau perusahaan ini menuju kebangkrutan.”
“Tapi, Oppa, kalau mereka menggantikanmu, perusahaan malah akan semakin berbahaya! Aku tidak mau jika perusahaan ini sampai hancur! Kau tahu kalau aku membeli saham K-Fashion karena Donghae, bukan? Aku tidak ingin semua usahaku sia-sia!” raung Chae Rin bak anak kecil. Suaranya meninggi bercampur kepanikan. Dia sudah berbuat begitu banyak untuk Donghae dan dia amat sangat membenci kegagalan.
Kedua tangan Kyung Dae meraih tubuh Chae Rin dan mendekapnya. Chae Rin sangat menyukai hal ini, ketika dia bisa merasakan dada bidang Kyung Dae yang hangat, seakan menjaganya dari apapun. “Tenanglah, Park Chae Rin. Aku akan melakukan yang terbaik.” Bisiknya penuh keyakinan.
Chae Rin mengangguk dan balas memeluknya. “Oppa, kau selalu memelukku setiap kali aku takut, bukan? Kenapa kau tidak menciumku saja?”
“Kau tahu aku tidak akan melakukannya, Chae Rin-ah.” Jawab Kyung Dae tersenyum. “Kau tahu kalau aku tidak akan bisa berhenti dengan satu ciuman, bukan? Lagipula kau milik Donghae.”
“Benarkah begitu? Atau hanya aku yang menganggapnya begitu?” gumam Chae Rin lirih. “Bersamamu lebih menyenangkan.”
“Jangan biarkan hatimu bimbang, Park Chae Rin.” Geram Kyung Dae penuh peringatan.
“Aku tahu.” Balas Chae Rin lalu melepaskan dekapannya. Dia berjalan memutari meja dan menghempaskan tubuh ke sofa berlengan di seberang meja kerja Kyung Dae. “Aku akan melakukan sesuatu agar mereka tetap mempertahankan posisimu.” Ucapnya sambil memikirkan sebuah rencana.
Tidak ada yang bisa menghentikan Chae Rin jika dia sudah bertekad melakukan sesuatu. Termasuk memastikan para pemegang saham akan mendukung Kyung Dae untuk tetap menjabat posisi CEO K-Fashion..

***


Youra baru saja tiba di kantor ketika dia menyadari bahwa ada yang tidak beres. Beberapa karyawan berkumpul di sudut dan terlihat serius membahas sesuatu. Tidak hanya itu, bisik-bisik yang semakin lama semakin keras terdengar di berbagai penjuru. Wajah-wajah cemas dan ekspresi bingung mendominasi pagi ini. Youra tahu kemana dia bisa mendapatkan informasi.
“Ah Gyeongi, apa yang terjadi?” tanya Youra ketika dia melihat Ah Gyeong melintas di hadapannya.
Dalam waktu lima detik, Ah Gyeong berhasil menyeretnya ke pojok ruangan dan mereka sudah terlibat dalam percakapan penuh dilema.
“Ini gawat, Youra-ya! Menurut informasi semalam para pemegang saham mengadakan rapat untuk mendorong jatuh Kyung Dae-ssi! Aku belum mengetahui mengapa mereka ingin melakukan itu tetapi itu bukan pertanda bagus. Meskipun Kyung Dae-ssi tidak lagi memiliki kekuasaan penuh atas saham-saham yang sudah dijualnya, tetap saja hanya dia yang mampu mengorganisir perusahaan sampai mendunia seperti ini! Aku tidak bisa membayangkan bagaimana perusahaan tanpa dirinya.. Ah, ngomong-ngomong, sepertinya ada dua fraksi yang terbentuk dalam rapat semalam dan masih tidak ada keputusan yang jelas mengenai hasil rapat. Aku dengar mereka akan melakukan rapat lagi dalam waktu dekat untuk mengeksekusi boss kita.”
Youra menyadari mulutnya menganga—terbuka lebar—dan buru-buru dia menutupnya. Dia bukan terkejut dengan apa yang disampaikan Ah Gyeong, tetapi lebih karena takjub, melihat bagaimana wanita itu menjelaskan semuanya dalam satu waktu.
“Uhm, aku masih belum mengerti apa yang salah. Bukankah pergantian CEO itu sering terjadi di perusahaan-perusahaan besar?” tanya Youra yang langsung disambar Ah Gyeong cepat.
“Masalahnya adalah hanya Kyung Dae-ssi yang bisa membawa K-Fashion sampai ke taraf Internasional dengan ide-ide briliannya. Aku yakin para pemegang saham itu ingin menyingkirkan Kyung Dae-ssi karena dia masih muda dan tampan, sehingga mereka memandangnya sebelah mata. Tapi sebagian pegawai menjadi resah karena jika Kyung Dae-ssi benar-benar di copot dari jabatannya, maka perusahaan akan berpindah tangan ke fraksi Kang Joo Young yang dikenal sembrono dan selalu menyingkirkan siapapun yang tidak disukainya. Karena kalau hal itu terjadi, perusahaan akan semakin terguncang dan peluang untuk dipecat akan semakin besar.”
Ah Gyeong terus melanjutkan opini-opininya yang kian subjektif dan menyimpang dari pembicaraan awal mereka. Dia bahkan tidak sadar ketika Youra sudah tenggelam dalam pikirannya sendiri. Kim Kyung Dae, sosok misterius yang bertangan besi dan tanpa senyum itu memang terlihat menakutkan. Tetapi jika melihat track record-nya dalam usaha membangun perusahaan ini, rasanya pria itu memang harus dipertahankan untuk mengisi jabatan CEO. Youra sendiri belum pernah melihat Kang Joo Young tetapi seandainya perkataan Ah Gyeong benar, maka jelas saja Kyung Dae lebih baik dari segi apapun.
Suasana kantor berubah semakin muram setiap jamnya. Mereka bahkan sudah mulai membahas perusahaan mana yang bersedia menerima mereka seandainya mereka dipecat. Mulanya Youra tidak ingin memikirkan hal itu, tetapi kemudian dia menyadari posisinya di perusahaan ini masih sangat tidak stabil. Dan peluangnya untuk dipecat menjadi tiga kali lipat dari pegawai manapun.
‘Sial.’ Umpat Youra dalam hati



“Kenapa kau tidak pulang saja, sih?”
Youra melirik Ahjussi di sampingnya tanpa minat dan menghela napas berat. “Pulang ke rumahku atau ke Negaraku?” tanyanya sengit.
Dia tahu Ahjussi itu memandangnya heran tetapi bahkan suasana hatinya kelewat buruk untuk berpura-pura ceria. “Jangan melihatku seperti itu.” ujarnya cemberut.
Ahjussi itu mendengus geli dan berkata dengan santai. “Ini pertama kalinya kau bersikap seperti ini. Kenapa? Apakah ada yang menyuruhmu kembali ke Negaramu?”
Dia menatap Ahjussi itu jengkel. Seberkas ingatan tentang perkataan pria ini kemarin membuatnya semakin bingung. Apakah Ahjussi ini memiliki kepribadian ganda atau semacamnya? Kenapa tiba-tiba dia berubah menjadi peduli pada Youra?
“Aku mendengar bahwa Presdir akan diganti dan dengan posisiku saat ini, kesempatan untuk dipecat akan semakin besar.” Keluhnya masam. Tadinya dia berpikir Ahjussi akan menertawainya atau merasa senang atas penderitaan Youra tetapi yang dia dapatkan hanyalah wajah serius.
“Tenang saja. Mereka tidak mungkin mengganti Kyung Dae. Dia terlalu hebat untuk bisa disingkirkan.” Jawab Ahjussi itu tanpa keraguan.
“Kenapa kau bisa seyakin itu?”
“Aku sudah bekerja di perusahaan ini selama bertahun-tahun dan mereka bodoh sekali jika ingin menggantikan posisi Kyung Dae. Kau tidak percaya? Lihat saja nanti.” Ujarnya dengan penegasan di setiap suku kata.



Dan apa yang di perkirakan Ahjussi itu menjadi kenyataan.
Seminggu setelah percakapan mereka, hasil keputusan rapat pemegang saham keluar dan menyatakan bahwa Kyung Dae akan tetap menjabat sebagai CEO. Hal itu membuat banyak orang menghembuskan napas lega dan menyingkirkan ketakutan-ketakutan akan posisi mereka selama seminggu belakangan. Menurut kabar yang berhembus, dewan komisaris dan eksekutif diberi kekuasaan oleh para pemegang saham untuk mengevaluasi kinerja Kyung Dae dan semua hasil penilaian menunjukkan bahwa tidak ada satu celahpun bagi mereka untuk memecatnya. Terbukti dengan meningkatnya penjualan di hari ke enam evaluasi, serta melonjaknya saham K-Fashion di bursa efek selama tiga hari penuh, mereka akhirnya bungkam dan mempercayakan lagi posisi CEO pada Kyung Dae.
Sore itu terlihat lebih berkilauan dari biasanya dan Youra tidak bisa berhenti nyengir senang. Dia bahkan tidak bisa lagi merasa sakit hati atas ucapan-ucapan sengit Ahjussi yang sudah terlebih dulu duduk di bangku atap.
“Ternyata apa yang kau bilang menjadi kenyataan!” kata Youra senang, tersenyum lebar sambil merobek bungkus kimbabnya dan menggigit besar-besar.
“Bukan menjadi kenyataan, tetapi itulah kenyataannya.”
“Teherah hau haja,” balas Youra dengan mulut penuh makanan.
Ahjussi itu mendelik terkejut melihat pipi Youra menggembung dan tiba-tiba saja dia terkekeh geli. Seharusnya Youra merasa marah karena di tertawakan, namun dia malah bengong dan berhenti mengunyah ketika mengetahui bahwa inilah kali pertama dia melihat Ahjussi itu tertawa.
Suara tawa itu terasa menyenangkan dan membuat Youra terpukau. Dia memperhatikan bagaimana guratan-guratan tipis di ujung mata Ahjussi itu membentuk sebuah garisan samar dan matanya menyipit akibat tarikan otot pipinya—sama sekali melenyapkan tatapan sinis dan tidak bersahabat. Buru-buru Youra mengambil botol air dan menenggaknya banyak-banyak, sebelum dia tersedak karena kehabisan napas.
“Kau tertawa..” bisik Youra sedikit terpana. Dan tepat ketika Youra mengucapkan hal itu, Ahjussi langsung menghentikan tawanya dan kembali menatap hamparan langit.
“Maafkan aku, Ahjussi. Padahal kau sangat menarik jika tertawa seperti itu. Tapi kenapa kau malah menutup dirimu dan mengambil jarak dari semua orang?” tanya Youra mengerutkan dahinya. Perasaannya kini bercampur antara senang, kaget dan marah.
Tidak ada jawaban apapun dan hal ini membuat Youra semakin kesal. “Kenapa kau menghindari semua orang, Ahjussi? Aku yakin kau orang yang baik tetapi kenapa kau menjadi menyebalkan dan pemarah setiap kali berhadapan dengan orang-orang?”
Masih tidak ada sepatah katapun yang keluar sebagai jawaban. Ahjussi itu benar-benar mengacuhkan Youra. “Apakah benar kau menjadi seperti ini karena anak dan istrimu meninggal? Benarkah kau seorang yang berbahaya?” desak Youra putus asa.
Dengan gerakan mendadak, Ahjussi itu memajukan wajahnya persis di hadapan Youra. Hidung mereka nyaris bersentuhan karena jarak diantara mereka kini semakin dekat. Belum sempat Youra berpikir apapun, Ahjussi itu sudah berkata dengan suara dalam dan dingin.
“Berhenti menggangguku, Youra Leavanna. Aku tidak suka jika seseorang mencoba mencampuri kehidupanku. Dan satu lagi, anggap saja kau tidak melihat apapun sore ini.” Katanya mengancam.
Kengerian melanda sekujur tubuh Youra ketika tatapan mereka bertemu. Ada sesuatu yang membuat Youra merasa bahwa pria ini benar-benar berbahaya. Tetapi jauh didalam bola mata cokelat yang indah itu, dia merasakan dirinya terkunci, terikat dalam satu pesona misterius yang bahkan tidak bisa dijelaskannya dengan baik.
Mereka bertatapan untuk beberapa saat sebelum Ahjussi itu pergi dan membanting pintu dengan kasar. Youra sudah tidak bisa menghitung berapa kali Ahjussi itu bersikap seperti ini terhadapnya, namun jika sebelumnya dia merasa jengkel, kali ini Youra merasa bersalah karena sudah memaksa pria itu untuk mengatakan kebenaran. Karena dia sadar bahwa dia tidak memiliki hak untuk mencampuri kehidupannya sekecil apapun.
Tapi ketika mengingat wajahnya yang tertawa, Youra malah semakin dihantui rasa penasaran. Siapa sebenarnya Ahjussi itu?
 
  ***

6 komentar:

  1. Gag tau kenapa, tiba-tiba pengen buka blognya kamu. Ehh, ternyata ada postingan baru disini :)

    Sedikit clue yang saya tangkap, bahwa Donghae, Kyung Dae, dan Chae Rin adalah orang-orang yang saling mengenal.

    Dan ini, "Lagipula kau milik Donghae."
    "Benarkah begitu? Atau hanya aku yang menganggapnya begitu?"
    Apakah Donghae sudah memiliki pasangan? Semisal pacar, tunangan, atau bahkan istri?
    Begitu banyak pertanyaan yang berputar diotak saya untuk menerka jalan cerita ff ini. Tapi sepertinya percuma kalau saya memprediksinya sekarang, karena ini masih terlalu awal.

    Oh ya, bolehkah saya tau visual dari para castnya? Supaya saya lebih gampang membayangka orang-orang ini? Karena jujur, saya sedikit kesulitan membayangkan wajah mereka :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Halooooo!
      maaf banget baru bisa balesin komen kamu >__<

      ting tong! bener banget~ ^^
      mungkin aku ga bisa ngasi tau selebihnya karena aku sendiri masih bingung dengan status mereka *halah*

      Truly sorry but i dont really good enough to make a poster or somethng T_T bcs it's okay if you imagine it as you want ;w;

      Hapus
  2. Huuuuuaaaa ceritanya tambah memusingkan bin rumit.. Siapa sebenernya donghae ? Apa dia semiskin itu ? Terus kyung dae itu siapanya donghae ? Terus chae rin itu juga siapa ?? Omg bener2 bikin pening.. Oh ya thor, harusnya ff ini dikasih posternya dong.. Bias ada gambaran cast2nya gitu.. Okkai aku cukup bingung mau ngritik apa dari ff ini karena sampe sekarang ff ini belom ada cela.. Jadi hwaiting ya thor buat nect chap.. :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Heyhoo Istri Kim Jong In :D

      Donghae itu ahjussi *plak*
      Kyung Dae itu Hyungnya Donghae dan Chae Rin itu model K-Fashion :p Please be patient, i will reveal it step by step hehe
      Uhh... Maaf banget ya.. aku sama sekali ga bisa potosop atau edit-editin foto utk jd poster T_T

      Hapus
  3. Donghae, Kyungdae, Chaerin.. Well mereka ber3 ini sling mengenal but sbgi hub apa?? Trus charein milik donghae itu gmna ceritanya?? Ahjussiiii koq kmu sulit banget ditebakkk?? :3 lanjut ya author fighting

    BalasHapus