Kamis, 29 Mei 2014

FANFIC : 4 Minutes in Memory [7]


TITLE               : 4 Minutes in Memory [7]
Alternative title   : 기다리고 있었어요! 봐지? (Kidarigo Isseosseoyo! Bwaji?)
GENRE             : Action-Romance, AU (Alternate Universe)
RATING            : NC-21
CAST                : Lee Dong Hae [ 이동해 ]
                           Youra Leavanna [ 요우라 리판나 ]
                            Kim Kyung Dae [ 김경대 ]
                            Park Chae Rin [ 박채린 ]
Author                : @Aoirin_Sora



 

NOTE:
Haihaihaihallooooo~~~~
Sejuta permohonan maaf untuk para readers yang menanti FF ini di posting m(_ _)m *bow* setelah kejar-kejaran sama deadline tugas, akhirnya chapter 7 selesai dengan keringat darah TwT) FYI, FF ini bakal tamat dalam waktu dekat *aaamiiiin* dan (mungkin) di next chapter bakal hampir penuh sama action. Bagi yang merasa aneh sama penulisan acakadul di FF ini, harap di maklumi aja yak, soale aku ngetiknya sambil pake ganjelan mata hehe. Mian kalo ceritanya ga mutu, aku juga ga nyangka kemampuanku makin payah ;-;
Nah, buat yang nanya backsound music untuk FF ini, sebaiknya kalian jangan ikutin aku. Karena……..sepanjang ngetik aku Cuma muterin lagu metal (\m/) silahkan cari lagu lain kayak lagunya Kim Young Ho – Leaving. Atau kalo mau coba denger playlistku juga boleh sih, tapi ga ada asuransi kalo kalian jadi kejang-kejang *plak*
Udah deh, cukup sampai disini dulu~ selamat menikmati chapter 7 ini~ dan buat yang mau cuap-cuap atau protes tentang FF ku, silahkan kirim ke mycoach.coolaz@gmail.com, I’ll be there! ^^

With L.o.v.e

Aoirin_Sora


Chapter 7


Ilusimu membutakanku,
    Menyeretku dalam abu,
    Memperdaya,
   Sekaligus melemahkanku..



Angin malam perlahan membelai sekujur tubuh Youra yang tak tertutupi gaunnya—gaun pemberian Donghae—dan membuatnya menggigil tak kentara. Sudah hampir setengah jam yang lalu sejak mereka keluar dari tempat persembunyian mereka di sebuah lemari kecil di sudut ruangan Kyung Dae.
Youra melirik Donghae yang masih saja membisu. Bibirnya terkatup rapat, menolak mengatakan apapun. Kendati begitu, Youra bisa melihat ekspresi terluka di wajah pria itu dengan jelas. Dia sendiri tidak tahu apa yang harus di lakukannya untuk bisa menghibur Donghae selain menemani pria itu membisu.
Sudah hampir satu jam dan Youra tidak bisa berpura-pura keadaan tidak cukup dingin sekarang. Tubuhnya gemetaran dan bulu kuduknya meremang kedinginan, membuatnya terpaksa mengusap-usapkan telapak tangannya ke sepanjang lengan, berharap kehangatan akan muncul. Tetapi gerakan Youra yang gelisah nampaknya menyadarkan Donghae yang terus-terusan melamun. Dengan satu gerakan, Donghae melepaskan tuksedo miliknya dan segera meletakkannya melewati kedua pundak Youra yang terekspos jelas.
“Maaf,” ujar Donghae nyaris berupa bisikan. Youra tahu, permintaan maafnya mengandung begitu banyak arti yang tersembunyi. Dan sebagai jawaban, Youra tersenyum menyemangatinya.
“Aku tidak tahu apa yang harus kukatakan, Youra-ya. Dan aku bahkan tidak tahu harus mulai menjelaskan darimana, sebab semuanya begitu membingungkan,” keluhnya sambil menghela napas.
“Aku hanya penasaran, apakah Kyung Dae Sajangnim memang benar-benar akan membunuh seseorang? Aku harap dia hanya bercanda,” ujar Youra sungguh-sungguh. Dia sama sekali tidak bisa membayangkan sosok Kyung Dae yang berlumuran darah—terlalu mengerikan untuk menjadi nyata.
Donghae menghela napas lagi. Kali ini dia menjawab sedikit lebih lama, membiarkan udara dingin menyusup ke kepalanya. “Aku tidak tahu,” jawabnya pelan. “Yah, dia memang Hyung-ku. Tetapi kau pasti menyadari tidak ada kemiripan diantara kami. Tentu saja, sebab aku bertemu dengannya pada saat umurku empat belas tahun. Dia bukan Cuma Hyung-ku, tetapi juga penyelamat hidupku, Youra-ya.”
Dia bisa melihat kedua mata Donghae yang menerawang ke angkasa, seakan berusaha memutar kembali memori di otaknya dan Youra tahu, dia akan mendapatkan kebenaran. Dia sudah mencoba untuk mengubur rasa penasarannya namun ketika dia menyadari bahwa dia sama sekali tidak mengetahui apapun tentang pria di sampingnya ini, Youra tidak  bisa berhenti bertanya-tanya dalam hati.
“Kejadian ini sudah terjadi hampir lima belas tahun yang lalu, tetapi aku masih ingat setiap detailnya. Karena pada hari itu, kedua orangtuaku meninggal dalam sebuah kecelakaan mobil di Brazil. Meninggalkanku sendirian, sebatang kara..”
Youra menggenggam jemari Donghae yang tergantung bebas. Dia benar-benar tidak menduga bahwa kedua orangtua Donghae sudah meninggal dunia. Apakah hal itu yang menjadikannya begitu kesepian?
“Selama lima belas tahun aku berharap bahwa semua itu hanya mimpi dan aku akan segera terbangun. Aku tahu kedengarannya sangat menyedihkan. Tapi aku benar-benar ingin terbangun dan bisa melihat kedua orangtuaku lagi. Aku.. mengatakan sesuatu yang sangat kasar kepada ibuku dan aku bahkan tidak bisa mengatakan maaf.”
Donghae memejamkan matanya dan kembali bercerita tanpa memandang Youra sedikitpun. “Aku anak tunggal, Youra-ya. Dengan perusahaan K-Asia sebagai ujung tombak kehidupan keluargaku, tak pernah satu kalipun aku menerima kata-kata ‘tidak’. Aku selalu mendapatkan yang kumau selama empat belas tahun lamanya. Termasuk ketika berlibur di Brazil. Ibuku membujukku untuk mengambil perjalanan ke Eropa dan aku tidak menurutinya. Aku telah memesan tiket pesawat ke Negara itu dan berencana untuk pergi bersama teman-temanku. Tetapi ketika teman-temanku tahu bahwa kedua orangtuaku akan ikut, mereka membatalkan perjalanan itu. aku sangat marah. Terlebih kepada ibuku yang tidak mengijinkanku untuk berlibur bersama semua temanku tanpa orangtua. Jadi pada hari pertama kami tiba di Brazil, aku menolak keluar kamar dan mengurung diri seharian. Hal itu membuat kedua orangtuaku bertengkar dan sepakat untuk pulang ke Seoul. Tetapi ketika dalam perjalanan ke bandara, tiba-tiba saja mobil kami meledak—”
Youra menahan napasnya dan membiarkan Donghae menelan kepahitannya sebelum melanjutkan. “Meledak dan menewaskan ayahku dalam sekejap, Youra-ya. Tubuhku penuh darah dan kepalaku berdenging mengerikan. Ada asap dimana-mana dan bagian depan mobil mulai terbakar. Tapi aku berhasil merangkak keluar melalui jendela mobil yang telah pecah. Aku baru akan berbalik dan menyelamatkan ibuku ketika kedua mata ibuku memandangiku dengan airmata. Dia berbisik, menyuruhku pergi sejauh mungkin. Kau tahu kata-kata terakhir ibuku?”
Butiran airmata mulai menggenangi pelupuk mata Youra yang terasa panas dan dia menggeleng. “Mianhago, saranghago, Donghae-ya—Aku minta maaf dan aku mencintaimu, Donghae.” Bisik Donghae padanya.
“Maafkan aku, Donghae-ssi..” ucap Youra tanpa bisa mencegah airmatanya turun. Kepala Donghae berbalik kepadanya dan ditatapnya Youra lebih lama sebelum tersenyum pilu.
“Kau tidak perlu meminta maaf, Youra-ya. Bukan salahmu. Akulah yang bersalah dan sampai ketika mobil itu meledak, aku tidak bisa mengatakan apapun kepada orangtuaku. Betapa mudahnya, hanya satu kalimat sederhana; mianhae, tetapi lidahku tetap terkunci. Ada begitu banyak saat dimana aku benar-benar menginginkan kematian..”
Youra mengejang dan menatap Donghae dengan pupil mata membesar. “Tapi,” sambung Donghae sebelum Youra sempat mengatakan penolakannya. “Aku tidak bisa melakukan itu. Tidak jika aku belum berhasil menemukan pembunuh orangtuaku.”
“Itu.. bukan kecelakaan biasa?” tanya Youra dengan mata membelalak.
“Bukan.” Jawabnya dingin. “Itu memang bukan kecelakaan biasa, Youra-ya. Seseorang telah berencana membunuh kami. Aku beruntung bisa selamat karena tampaknya sang pembunuh tidak mengetahui kalau aku berhasil lolos.”
“Tapi.. bagaimana—”
“Bagaimana aku bisa selamat?” sela Donghae lebih dulu. Dan ketika dia melihat anggukan Youra, Donghae mengucapkan satu nama. “Kyung Dae Hyung.”
“Dia sedang dalam perjalanan ke bandara pada malam itu dan melihatku yang tergeletak di sekitar lokasi kecelakaan. Aku tidak ingat apapun sebab aku hampir saja keracunan karbonmonoksida dan Hyung segera membawaku ke Rumah Sakit. Kami bahkan tidak sempat menginap di Rumah Sakit itu. Begitu aku mengatakan bahwa mobilku meledak dan kedua orangtuaku tewas, dia segera membawaku menuju bandara, memesan tiket pesawat pertama malam itu. Didalam perjalanan, dia menjelaskan bahwa jika semua pembunuhan yang terjadi di Brazil adalah ulah organisasi mafia obat-obatan terlarang. Hyung mengatakan bahwa aku harus bersembunyi, atau mereka akan kembali memburuku. Dan selama lima belas tahun aku terus bersembunyi, sementara semua orang yang mengenalku mengira aku telah mati dalam kecelakaan itu. Aku harus menemukan siapa pembunuh orangtuaku dan mencari tahu kenapa mereka melakukan itu?”
“Tapi.. kenapa Kyung Dae-ssi yang menjadi CEO K-Asia dan menggantinya menjadi K-Fashion? Bukankah kalian tidak saling mengenal, sebelumnya?” Youra melihat kerutan samar di kening Donghae dan pria itu menjawab dengan nada ringan.
“Tidakkah kau paham, Youra-ya? Itu semua sudah kami rencanakan. Karena, meskipun tidak saling mengenal, tetap saja aku mempercayainya. Dia satu-satunya orang yang menolongku! Membawaku keluar dari Negara terkutuk itu dan melindungiku selama lima belas tahun. Aku menemui pengacara ayahku—dan pengacaraku juga—sehari setelah aku tiba di Korea dan membuat sebuah kesepakatan. Aku menjual semua saham warisan kedua orangtuaku kepada Kyung Dae Hyung dan membuatnya menjadi penggantiku dengan pembagian aset kekayaan sebanyak lima puluh persen ketika umurku dibawah Sembilan belas tahun dan berubah menjadi empat puluh persen untuknya saat aku bisa menunjukkan diri sebagai Haenoki, investor asing dari Jepang di usia dua puluh empat tahun.”
Youra terdiam. Semua penuturan Donghae bagaikan kengerian yang harus didengarnya, membuat kepalanya pusing dan perutnya mulas. “Bukankah Kyung Dae-ssi berasal dari Brazil? Bagaimana mungkin dia tidak bisa menemukan siapa pelaku pembunuhan itu?”
“Tentu saja aku sudah mencari tahu hal itu. Tetapi dia hanya seorang pelajar di Brazil, Youra-ya. Hyungnim mendapatkan beasiswa selama lima tahun di Brazil dan sama sekali tidak pernah terlibat dengan dunia obat-obatan seperti yang kau bayangkan. Itu sebabnya aku yang menyamar untuk mendapatkan begitu banyak informasi dari orang-orang dunia mafia obat-obatan, bukan Hyungnim. Sebab dia sama sekali tidak pintar dalam hal itu. Tapi tunggu—kenapa kau sepertinya mencurigai Hyung? Apa kau masih mengira bahwa Hyungnim adalah pembunuh?” tatapan Donghae yang sekeras batu menghujam kedua mata Youra.
“Bukan begitu. Aku hanya.. merasa ada sesuatu yang aneh..” bisik Youra cemas. Dia tahu pembahasan Kyung Dae akan menjadi sangat sensitif, tetapi dia tidak bisa mundur lagi. “Aku menyerahkan laporan mengenai hacker  yang berinisial falcon_33 beberapa minggu yang lalu sebab Kyung Dae-ssi berkata akan melimpahkan kasus itu ke pihak kepolisian, tetapi sampai sekarang tidak ada kemajuan sama sekali dan aku curiga dia tidak mengirim berkas itu kemana-mana..”
“Youra-ya, Kyung Dae Hyung tidak mungkin hanya mengurusi hal sekecil itu. kau tahu dia seorang CEO dan dengan semua Fashion Event ini—”
“Tapi Falcon_33 juga berasal dari Brazil! Tidakkah itu berarti sesuatu?” Youra mulai menatap kemungkinan-kemungkinan dari perkataannya sendiri. Namun begitu mendapati sepasang mata Donghae memandangnya dingin, Youra mengurungkan niatnya untuk terlihat bersemangat.
“Bagaimana kau tahu? Kau telah berhasil mencari tahu siapa itu Falcon_33?”
“Uhm, sebenarnya belum. Sebab setelah aku mendapatkan informasi bahwa Hacker itu berasal dari Brazil, dia tidak pernah muncul lagi..” jawab Youra sedikit bingung.
Donghae mendengus keras, menunjukkan ketidaksukaannya terhadap apa yang disampaikan Youra barusan. “Cukup, Youra-ya. Aku tidak mau kau menjelek-jelekkan Hyungnim. Dan berhentilah berpikiran kalau Kyung Dae Hyung seorang pembunuh.” Tegasnya dengan suara meninggi.
“Aku tidak berpikiran seperti itu, Donghae-ssi!” kilah Youra tak kalah cepat. “Aku hanya berpikir kalau mungkin Kyung Dae-ssi mengetahui sesuatu dan..dan dia tidak ingin kau terlibat.” Terangnya berhati-hati ketika melihat kilatan amarah di kedua mata Donghae.
“Aku bilang cukup!” geramnya tak lagi menahan emosi. Donghae mengatupkan bibirnya hingga menjadi garis tipis dan tarikan napasnya terdengar berat. Youra tahu pria itu sedang mengendalikan amarahnya dan dia sama sekali tidak ingin pertengkaran merusak malam mereka. Tidak setelah ciuman menakjubkan tadi. Astaga.
“Ayo pulang.” Gumam Donghae pelan. Dan Youra mengikuti langkahnya yang tergesa-gesa dalam kebisuan. Berharap bahwa tidak akan ada lagi pertengkaran selanjutnya..

Fashion Show telah berakhir beberapa menit yang lalu dan hanya terdengar dengungan bersemangat para tamu di sekitar stage. Celotehan yang bergema di seluruh ruangan tampaknya di penuhi antusiasme tanpa henti, membuat langkah Youra sama sekali tidak pas diantara mereka semua. Donghae baru saja meninggalkannya sendirian sebab pria itu akan menuju basement parkiran untuk mengambil mobil, tetapi dia merasa terganggu dengan semua ingar bingar yang ada di sekelilingnya saat ini.
Beberapa orang yang dikenalnya memanggil Youra dan mengajaknya bergabung, namun Youra hanya membalas seruan mereka dengan senyuman dan buru-buru melangkah menuju pintu keluar ketika seseorang menarik jemarinya.
“Disini kau rupanya, Youra-ya. Aku sudah mencarimu kesana-kemari dari tadi,” ucap Jung Yoon lega. Tampak raut wajahnya yang kelelahan mencari Youra dan dia merasa sedikit bersalah telah meninggalkan  Sunbaenya tanpa berkata apapun.
Youra baru akan mengatakan maaf ketika tiba-tiba saja Dongahe telah berdiri tepat di sampingnya. Jung Yoon terlihat kaget tapi segera memberikan senyuman ramah pada pria itu—sama sekali tidak menyadari betapa wajah Donghae sudah merah padam.
“Lepaskan tanganmu darinya dan enyahlah.” Desis Donghae dengan gigi terkatup.
Jung Yoon sepertinya tidak mengerti apa yang terjadi sebab dia malah berkata, “maksud anda?” tanpa menghilangkan kesopanannya pada Donghae.
Tapi dengan satu sentakan, Donghae meraih tangan Youra yang masih berada dalam genggaman Jung Yoon. “Tidakkah kau bisa melihatnya? Dia milikku.” Ujar Donghae penuh penekanan dan Youra merasa perutnya berjumpalitan. Terlebih ketika pandangan Jung Yoon beralih padanya, seakan meminta penjelasan atas perkataan Donghae barusan.
“Tunggu aku disini, Youra-ya. Aku akan mengambil mobilku. Dan jika ada pria yang berani menyentuhmu lagi, akan kupatahkan tangannya.” Geram Donghae tanpa melirik Youra, melainkan memandang Jung Yoon berang.
Begitu Youra mengangguk, Donghae pergi secepat mungkin dan berulang kali berbalik, mencoba memberikan tatapan penuh ancaman pada Jung Yoon sebelum pria itu berbelok dan menghilang dari pandangan mereka.
“Benarkah itu?” tanya Jung Yoon ketika siluet Donghae telah lama menghilang. Youra bahkan tak bisa mengatakan sepatah katapun selain mengangguk membenarkan. Dia bisa merasakan tatapan Jung Yoon yang menyiratkan kekecewaan dan sebisa mungkin mengabaikannya.
Mereka sama-sama memilih keheningan setelahnya. Membiarkan kebisingan yang terjadi di sekitar mereka seakan berada di galaksi yang berbeda. Jung Yoon tak mengucapkan apapun lagi namun tetap berdiri di samping Youra, separuh berharap bahwa Youra akan menyadari kehadirannya.
Tapi kebisuan yang mereka pertahankan terusik dengan kehadiran seorang gadis cantik—nyaris bisa di sebut sebagai Dewi—yang berdiri persis di hadapan Youra dan sedetik kemudian, gadis itu telah menuangkan seluruh isi sampanye di gelasnya ke atas kepala Youra, membuatnya dihujani cairan lengket dan memabukkan.
“Nappeun yeoja—Perempuan jalang.” Ujarnya penuh amarah. Matanya menyipit dan bibirnya tertekuk kebawah.
Cairan itu membasahi rambut Youra yang tergerai dan menetes ke atas gaun melalui ujung rambutnya, menimbulkan jejak noda ke sepanjang gaun. Dia kelewat terkejut untuk bisa mengatakan apapun, sementara Jung Yoon terperangah menatap kejadian itu dengan mata terbelala. Namun tiba-tiba saja terdengar raungan penuh amarah.
“PARK CHAE RIN!!” panggil Donghae dengan suara membahana, membuat semua orang terdiam dan menatap mereka dengan ingin tahu. “Apa yang sedang KAU lakukan?!”
Chae Rin tak gentar menghadapi kemarahan Donghae dan menjawab dengan nada tinggi. “Dia ini wanita jahat! Dia menyebabkan semua kesakitan dan ketidakbahagiaanmu, oppa! Dan aku membencinya!”
“Aku tidak peduli jika kau membencinya atau tidak, tapi cepat minta maaf!” desis Donghae berbahaya.
“Aku tidak mau!” pekik Chae Rin, menimbulkan bisik-bisik ke seluruh ruangan.
Donghae menarik napas panjang dan bersiap akan meneriaki gadis itu lagi, namun Youra segera meraih tangannya yang bebas. “Tunggu,” katanya dalam bisikan parau. “Tidak apa-apa. Aku baik-baik saja.. dan.. dia tidak melakukan kesalahan apapun..”
Pria itu mengernyit bingung tetapi segera menghela napasnya. “Baiklah, Park Chae Rin. Aku akan membiarkanmu kali ini. tapi ingat, jika kau melakukan sesuatu padanya, akan kupastikan kau tahu bahwa aku bukan manusia. Tapi monster.” Ujar Donghae menahan amarahnya dan memberikan penekanan pada suku kata terakhir.
“Aku tidak akan menyerah.” Sergah Chae Rin cepat. Memperparah ketegangan yang ada.
Mereka bertatapan untuk beberapa detik yang panjang, tetapi kemudian Donghae menarik jemari Youra dan mereka berdua meninggalkan ruangan tanpa mengucapkan apapun—sementara seluruh orang sibuk mengambil gambar dan merekam pertengkaran mereka tadi.

***

Donghae tiba di depan tempat tinggal Youra dan mengucapkan selamat malam pada gadis itu. Dia tidak melakukan apapun selain tersenyum sampai Youra masuk ke rumahnya yang nyaman dan hangat. Begitu banyak pikiran yang berkecamuk dalam kepalanya dan Donghae telah memutuskan, hal pertama yang harus dilakukannya adalah mengunjungi Gong Il Sun.

Lelaki gendut itu masih terlihat sama meskipun pertemuan mereka secara langsung terjadi sekitar setahun yang lalu. Meski begitu, mereka tetap saling berkomunikasi melalui telepon ataupun e-mail. Gong Il Sun bisa di sebut sebagai mata Donghae dalam dunia kriminal dan obat-obatan. Pria itu tadinya seorang pengedar narkoba dan mengetahui semua berita mengenai pasar gelap. Donghae sendiri sengaja memilih ponsel sebagai sarana berkomunikasi dan hanya muncul beberapa kali karena dia tidak ingin membuat Gong Il Sun mengetahui jati dirinya lebih banyak.
“Aku tidak tahu, Donghae-ah. Aku sudah mencoba menghubungi kenalanku di Kolombia tapi dia juga tidak mengetahui apapun. El-Chapo adalah orang yang misterius. Aku pikir dia dalang dari semua LAD tapi semua petunjuk tak ada yang mengarah padanya. Tapi..”
“Tapi apa?” selidik Donghae waspada. Bertransaksi dengan Gong Il Sun di haruskan untuk memiliki kelihaian.
“Kau tahu, mungkin kau bisa mendapatkan beberapa informasi penting jika kau mengunjungi ‘tempat itu’.” ujar Gong Il mengangkat bahu.
Donghae tahu dengan pasti apa yang dimaksud pria tua itu dengan ‘tempat itu’, tentu. Tapi Donghae menggeleng keras. “Mereka akan menendangku keluar jika aku berani muncul disana lagi.”
Gong Il Sun menyeringai dan berkata dengan nada ringan. “Oh, kedengarannya lebih bagus. Karena mereka mengancam akan membunuhku jika aku pernah mencoba datang kesana lagi meskipun Cuma sehelai kumisku.” Secara refleks, Il Sun menyentuh ujung kumisnya dan mengelusnya beberapa kali.
“Tapi apakah kau yakin aku akan mendapatkan informasi yang kubutuhkan?”
“Aku tidak tahu,” jawab Gong Il Sun mengangkat bahu. “Tapi aku mendapat kabar bahwa TRIAD akan ada disana selama seminggu. Jadi ini waktu yang tepat untuk mencari tahu.”
Gong Il Sun benar. Donghae harus memastikan siapa orang dibalik peredaran LAD secepat mungkin. “Baiklah, aku akan mencari cara untuk masuk. Dan seeperti biasa, ini tip untukmu.”
Donghae memberikan lelaki gendut itu sebuah amplop berisi uang—yang disambut Gong Il Sun dengan riang—lalu pergi. Dia harus menuju tempat kedua yang akan didatanginya..


Sekitar pukul tiga pagi dini hari, Donghae tiba di area parkiran Kawasan Perumahan Elit Cheongdamdong. Mobilnya berderu pelan sebelum mati secara otomatis dan Donghae menjejakkan kakinya ke atas lantai dingin, menyusuri basement itu dengan perlahan. Semakin dekat menuju kediaman Kim Kyung Dae—rumahnya.
Sepuluh menit kemudian Donghae tiba di depan pintu masuk yang dipenuhi ukiran kayu Akasia yang indah. Dia menekan bel beberapa kali sebelum akhirnya Kyung Dae membukakan pintu dengan wajah sembab.
“Tidak bisakah kau kemari lebih awal? Aku baru saja tertidur sepuluh menit yang lalu.” Ujarnya sambil menguap lebar-lebar. “Kenapa kau baru tiba sepagi ini? Apakah ada sesuatu yang gawat?” tanya Kyung Dae begitu dia memperhatikan ekspresi wajahnya yang sedikit kaku.
“Tidak ada,” sanggah Donghae dan langsung merebahkan dirinya ke atas sofa berlengan di ruang tengah. Matanya terpaku pada benda persegi berwarna hitam di ujung ruangan. Sebuah koper berukuran sedang dan dua buah tas yang tampaknya berisi laptop tersusun di kanan dan kiri koper itu. “Kau mau kemana, Hyung?” tanyanya tanpa memindahkan tatapan dari koper.
“Seperti biasa, perjalanan bisnis ke China.”
Donghae mengernyit janggal. Jelas-jelas Kyung Dae berbohong padanya, sebab dia tahu pria itu akan tiba di Brazil dua hari lagi. “Bolehkah aku ikut?” tanya Donghae lagi, berusaha menjaga nadanya agar tidak terlalu antusias.
Sejenak raut wajah Kyung Dae tampak menegang, namun buru-buru ditutupinya dengan senyum kecil. “Sepertinya aku tidak bisa membiarkanmu pergi kemanapun untuk sementara ini, Donghae-ah.”
Ketika Kyung Dae melihat wajah Donghae yang berkerut janggal, dia menambahkan. “Namamu berada di posisi pertama dalam pencarian internet saat ini. aku bahkan tidak bisa membiarkanmu keluar dari rumah ini karena reporter sedang memburumu.”
“Lakukan sesuatu, Hyung.” Pinta Donghae resah. Bodoh sekali jika dia menganggap malamnya akan berjalan dengan mudah. Kenyataannya dia telah membuat keributan dimana seluruh lensa terarah padanya—Youra dan dirinya.
“Aku sudah melakukan sesuatu, Hae-ah. Tapi aku tidak bisa mencegah semua video dan foto dari ponsel pribadi di Internet. Kau telah melakukan sesuatu yang besar, Donghae-ah. Dengan reputasi dan Chae Rin sebagai ‘tunangan’mu, kau membuat wartawan-wartawan itu girang setengah mati.”
“Tidak akan menjadi seperti itu seandainya Chae Rin tidak memulai pertengkaran, Hyung. Dia harus mengerti bahwa dia tidak bisa melakukan apapun yang dia mau.” Ujar Donghae separuh kesal ketika mengingat tubuh Youra yang penuh tetesan sampanye. Dan semakin kesal saat gadis itu malah beranggapan Chae Rin tidak melakukan hal yang salah. Apa maksudnya? Apakah Youra berpikir bahwa dia pantas diperlakukan begitu?
Kyung Dae mengangguk pasif mendengar bantahan Donghae. “Tapi itulah Chae Rin kita.”
“Tapi tetap saja, aku tidak suka dia mempermalukan Youra seperti itu. dia bahkan tidak melakukan apapun pada Chae Rin dan—”
“Dia mencintaimu, uri Chae Rin.” Sela Kyung Dae cepat. Tidak memberikan kesempatan pada Donghae untuk menumpahkan kekesalannya. “Dia sangat cemburu. Menangis padaku semalaman dan dia masih tetap mencintaimu.”
Donghae mengerutkan pelipis dan menggeliat tak nyaman dalam duduknya. “Tapi aku tidak mencintainya seperti itu. Dia hanya.. yeodongsaeng bagiku, Hyung.”
“Dan gadis itu, kau mencintainya?”
Jika sebelumnya kening Donghae mengernyit, kali ini wajahnya terlihat kaget oleh pertanyaan tak terduga Kyung Dae. Dia terdiam cukup lama sebelum akhirnya menjawab dengan bimbang. “Aku.. tidak tahu. Tapi.. aku menginginkannya.”
Kyung Dae mengamati wajah Donghae yang menunjukkan kekagetan dengan mata menyipit curiga. “Kau boleh bersenang-senang dengannya tapi jangan jatuh cinta. Itu akan melukai Chae Rin. Dia akan sangat menderita.” Ujar Kyung Dae bersungguh-sungguh.
Donghae bangkit dan mulai meninggikan suaranya. Dia benci kalau Kyung Dae mulai bersikap begitu diktator. “Kau tahu bahwa aku tidak bisa mencintainya, Hyung! Kenapa kau tidak bersikap jujur? Aku sudah mengetahuinya sejak lama, Hyung, kau mencintainya, bukan? Cobalah untuk jujur, sebab aku yakin dia juga mencintaimu.”
Namun entah mengapa Kyung Dae malah tersenyum dan menggeleng. “Aniyo,” ujarnya. “Aku ingin melihat kalian berdua berbahagia bersama—”
“Dan kau terluka? Demi Tuhan, tidak akan, Hyung!”
“Dengar, Chae Rin mencintaimu. Dia menginginkanmu, Hae-ah, bukan aku. Dan.. aku tidak pantas menerima perasaan itu dari siapapun. Itu terlalu berlebihan bagiku..”
Mereka bertatapan dan tidak mengatakan apapun lagi setelahnya. Donghae mengernyit dan memandang Kyung Dae seolah hendak bertanya ‘apa maksudmu, Hyung?’ namun hingga akhir, niatnya tak pernah diutarakan langsung pada Hyungnya itu. Sejujurnya, Kyung Dae-lah yang lebih berhak menerima seluruh perasaan tulus dan kasih sayang Chae Rin, sebab nyatanya pria itu yang selalu ada untuk Chae Rin. Sementara Donghae selalu menghindari gadis itu dalam banyak kesempatan.
“Ngomong-ngomong, sejak kapan kau menjalin hubungan dengan gadis itu, Youra Leavanna?” tanya Kyung Dae tiba-tiba, memecah kesunyian yang menyelimuti mereka beberapa saat.
Donghae berdeham beberapa kali sebelum menjawab kikuk. Pembahasan mengenai gadis itu selalu saja membuatnya terlihat payah. “Uhm, sebenarnya kau tidak bisa mengatakan kami sedang menjalin hubungan. Karena kami tak pernah benar-benar berkomitmen seperti itu. Tapi, yah.. harus kuakui aku cukup tertarik padanya.” Ungkap Donghae jujur.
Kyung Dae mengangguk tak kentara dan menelisik ekspresi pada wajah Donghae yang tak nyaman. “Dan aku rasa dia juga tertarik padamu. Dengan seluruh kehebatan yang di miliki seorang Haenoki, tidak mungkin dia bisa kabur bukan?” gurau Kyung Dae sambil tersenyum.
“Itu.. sebenarnya.. dia mengetahui siapa aku sebenarnya, Hyung. Sebab dari awal dia sudah mengenal diriku sebagai Lee Donghae. Aku tidak mungkin membohonginya lagi karena dia tidak sebodoh itu untuk dikelabui.”
Wajah Kyung Dae seakan membiru kehabisan napas ketika mendengar penjelasan Donghae barusan. “Jangan bilang kau sudah memberitahu gadis itu segalanya.” Geramnya emosi. “Bukankah kau bersumpah kalau semua itu akan menjadi rahasia sampai semua pencarian itu selesai? Lee Donghae, aku sudah mati-matian melindungimu!”
“Hyung! Tenanglah!” seru Donghae kesal. “Dia tidak akan melakukan apapun dengan rahasiaku—”
“Bagaimana kau bisa tahu?!” potong Kyung Dae cepat. Kemarahan pria itu tampak jelas dari balik lensa kacamatanya yang berbentuk persegi. “Kau tidak bisa mempercayai seseorang dengan mudah, Donghae-ah! Dia mungkin saja—”
“AKU TIDAK MEMPERCAYAI SESEORANG DENGAN MUDAH, HYUNG!” ujarnya Donghae berang. Mengucapkan setiap suku katanya dengan penuh emosi. “Dan aku yakin dia tidak seperti itu. Youra Leavanna tidak akan pernah menyebarkan rahasiaku.” Sambungnya keras. Dan saat itulah dia menyadari kebenaran dari kata-katanya hampir tidak bisa dipastikan, namun tidak ada yang bisa mencegahnya untuk tidak percaya kepada gadis itu. Terlalu kasar jika mengandaikan Youra akan membeberkan rahasianya kepada publik.
“Bahkan Chae Rin tidak mengetahui penyamaranmu, Hae-ah. Bagaimana mungkin kau yakin dia tidak akan menceritakan rahasiamu kepada teman-temannya?”
Donghae menggeleng dan memejamkan matanya. Perkataan Kyung Dae tadi memang beralasan, namun juga tak ada yang dapat membuktikan bahwa Youra akan melakukan hal kejam semacam itu. “Aku tahu dia tidak akan melakukan itu, Hyung. Lagipula yang Chae Rin ketahui hanyalah kenyataan bahwa aku masih hidup karena aku sudah melarang Park Ahjussi untuk mengatakan apapun padanya tentang penyamaranku.  ” Desahnya parau, setengah meyakinkan dirinya bahwa dugaannya benar.
“Tapi kenapa kau mempercayai gadis itu?” Desak Kyung Dae lagi, seakan mengharapkan sebuah jawaban riil.
Perlahan Donghae menatap Kyung Dae dengan raut yang tak terbaca. Ada beribu emosi yang terpapar disana, menunjukkan dengan jelas bahwa apa yang dipikirkan dan dirasakannya saat ini bukanlah hal kecil. “Alasannya sama dengan mengapa aku mempercayaimu, Hyung.” Jawabnya tanpa keraguan.
Kyung Dae terpaku dan sama sekali tak menyangka jawaban tak terduga itu. Namun ekspresinya berubah menjadi gelisah, seakan telah mendengar hal yang tak seharusnya. “Kau juga tidak boleh terlalu mempercayaiku, Hae-ah.” Gumamnya dengan nada menyesal yang tak bisa disembunyikan.
“Kau tidak bisa mengatakan hal itu, Hyung. Sebab aku mempercayai siapapun yang aku rasa pantas. Dan aku mempercayaimu.”
“Baiklah, kau benar. Maafkan aku, aku hanya sangat mengkhawatirkanmu—”
“Hyung!” protes Donghae lagi. “Berhentilah mengkhawatirkanku sebab aku bukan anak kecil!” Sembur Donghae dingin dan menghambur ke kamarnya sejurus kemudian.
Dia bisa merasakan tatapan Kyung Dae dari balik punggungnya, namun Donghae terlalu kesal untuk menggubris pria itu. Dia benci jika Kyung Dae mulai menjadi over-protective padanya. Tentu saja dia tidak lupa bahwa Kyung Dae telah melindunginya selama ini. Tapi semua perlindungan itu membuatnya muak. Dia bukan lagi seorang balita yang harus dituntun berjalan kesana kemari. Dia bisa berjalan kemana saja yang dia mau—dan memberitahukan kenyataan pada siapapun yang diinginkannya.
Donghae mengempaskan tubuh diatas kursi kayu berlengan di kamarnya dan memandang ke sekeliling. Tidak ada yang berubah dari kamar ini. Semuanya masih pada tempatnya masing-masing, sama seperti kali terakhir dia mengunjungi kamarnya. Bahkan tidak berubah sama sekali dari sejak kepindahannya ke sebuah rumah—atau bisa disebut gubuk reyot—beberapa tahun yang lalu. Donghae melihat mejanya sedikit berdebu dan dia memakluminya. Sebab hanya seorang pembantu keluarga yang diizinkan untuk masuk ke kamar ini dan membersihkannya seminggu sekali. Keberadaan Donghae bahkan tidak boleh di ketahui oleh pembantu-pembantu yang lain. Itu sebabnya Kyung Dae tidak membiarkan siapapun termasuk pembantu, menginap di rumah ini.
Sebersit perasaan bersalah menyusup ke hatinya saat menyadari semua usaha Kyung Dae untuk menyelamatkannya. Dia tahu bahwa Hyungnya itu tidak bermaksud buruk, namun entah mengapa selalu saja keegoisannya mengalahkan akal sehatnya. Donghae merutuki dirinya sendiri dan dia merasa sangat bersalah sekarang. Pikirannya mengembara pada sebuah memori lama yang acap kali di pendamnya dalam-dalam; Hari ketika dia bertemu Kyung Dae di Brazil.
Dan kecurigaannya berkembang menjadi sebuah ketakutan. Apa yang akan dilakukan Kyung Dae di Brazil? Membunuh seseorang? Tapi bagaimana jika Hyung-nya yang dibunuh?
Tiba-tiba saja semua perkataan Youra berhamburan di kepalanya. Gadis itu benar. Ada sesuatu yang aneh pada Kyung Dae dan sepertinya Kyung Dae berniat merahasiakannya dari dirinya..

***


Mengerikan.
Suasana kantor K-Fashion saat ini benar-benar mengerikan. Youra bahkan tidak pernah bermimpi bahwa dirinya akan menjadi buah bibir paling sensasional di seantero kota Seoul. Sudah tak terhitung banyaknya orang-orang yang menunjuk dirinya dengan terang-terangan dan mencibirnya secara langsung. Beberapa bahkan tak bisa berhenti memotret setiap aktivitasnya seharian ini. Semua orang tidak bisa melepaskan pandangan mereka kurang dari lima menit, sebab siapapun pasti bertanya-tanya, seperti apa gadis yang membuat Raveiden Haenoki bertekuk lutut dan mencampakkan Park Chae Rin semalam?
Tetapi yang paling menggelisahkan adalah sikap permusuhan Ah Gyeong. Wanita dengan tubuh gempal itu menolak untuk berbicara dengannya selama sehari penuh. Dia memicingkan matanya dengan tak suka setiap kali Youra lewat dihadapannya dan kemarahannya benar-benar membuat seluruh orang di ruangan menjadi uring-uringan, sebab Ah Gyeong selalu membuat keributan kecil seperti sengaja menumpahkan kopi di atas tumpukan laporan baru lalu meminta maaf dengan histeris kemudian menyalahkan dirinya sendiri karena kebodohannya. Benar-benar sukses menyindir Youra.
Dan.. Park Jung Yoon. Menghadapi sunbaenya itu membutuhkan seluruh tekad dan keberaniannya, karena pria dengan wajah baik hati itu selalu menatapnya sendu, seolah mengharapkan kejadian semalam hanya ilusi semata. Namun Park Jung Yoon lah yang membelanya ketika dia di sergap beberapa gadis dari bagian finance marketing—hal yang seharusnya di lakukan Donghae—sekaligus menyelamatkan Youra dari para reporter pemburu gossip.
“Istirahatlah untuk tiga hari ke depan, Youra-ya. Aku akan membicarakannya pada Manajer Kim.” Usul Kyung Dae sambil menyerahkan segelas kopi hangat padanya.
Youra mengangguk dan menggumamkan terima kasih dengan berbisik. Dia benar-benar bersyukur dengan kemurahan hati Jung Yoon yang begitu besar. Sebab yang dibutuhkannya untuk menghadapi tatapan permusuhan dari semua orang adalah izin kantor. Dia tidak akan tahan jika harus menerima celaan dan cibiran setiap karyawan K-Fashion lagi.
“Ngomong-ngomong, aku belum melihat Haenoki-ssi seharian. Apakah dia sedang menghindari wartawan juga? Kenapa dia tidak datang dan melindungimu?” tanya Jung Yoon tepat sasaran. Youra menggenggam gelasnya lebih kuat dan mencoba tersenyum.
“Aku tidak tahu.. lagipula hubungan kami tidak seperti itu..” jawabnya lirih. Benar. Bahkan Youra tidak memiliki nomor ponselnya. Bagaimana dia bisa menanyakan kabar Donghae hari ini? mengetahui bahwa pria itu sehat dan sedang menghindari wartawan menjadi mustahil sebab pilihannya hanyalah bertanya langsung pada Kyung Dae atau Chae Rin.
Jung Yoon mendengus keras dan menatap Youra skeptis. “Kuharap dia tidak sedang mabuk ketika dia mengatakan bahwa kau miliknya, karena aku bisa saja meninjunya saat ini.”
“Aku pikir aku sebaiknya pulang sekarang,” ujar Youra tiba-tiba, berusaha mengabaikan kata-kata Jung Yoon barusan. Dia tidak menyukai kebenaran yang tersirat di dalam kemarahan Jung Yoon. Karena nyatanya dia memang tidak tahu apakah Donghae memang hanya menganggapnya sebagai boneka Barbie yang bisa di mainkan kapanpun dia suka.
Pintu lift terbuka dan Youra berjalan dengan sedikit terburu-buru, dia tidak mau jika harus mendengar setiap bisikan orang-orang di ruangan ini lebih lama lagi. Tetapi kasak-kusuk itu akhirnya teralihkan ketika Donghae turun dari sebuah mobil biru metalik mengilat bersama seorang wanita cantik dan—dan seksi. Mereka terlihat dekat dan intim, berpelukan di depan semua orang dan reporter memotret mereka dengan ekspresi lapar. Donghae terlihat sangat menikmati semua perhatian yang berhasil didapatkannya sore itu dengan memberikan sebuah senyuman mempesona tanpa henti. Dan dalam sekejap, Youra Leavanna terlupakan dari kepala orang-orang.
Tetapi ada sesuatu yang menggores nadinya dengan kasar. Berdarah dan bernanah tanpa bisa dicegah. Youra menggigit bibirnya keras-keras, mencoba mengalihkan rasa sakit di dadanya dan berjalan melewati kerumunan itu secepat yang dia bisa. Namun bagai memancarkan magnet, Donghae bisa menemukan sosoknya di tengah begitu banyak orang yang berlomba-lomba untuk mendapatkan gambar mesra mereka. Matanya menyiratkan pesan yang tak bisa ditangkap Youra. Tidak jika senyum pria itu terpapar jelas di wajahnya, seakan mengatakan; “Lihatlah, aku tidak butuh gadis sepertimu, Youra. Aku bisa mendapatkan yang lebih hebat darimu.
Youra memberengut menatap Donghae yang sebelah tangannya masih memeluk wanita itu. Menolak untuk mendengar suara minor dalam kepalanya dan lebih memilih mempercayai apa yang di saksikannya sekarang.
Akhirnya dia berhasil melewati kerumunan penuh sesak itu dan mencapai halte bus tanpa pernah berbalik ke belakang. Beruntung lima menit kemudian bus menjemputnya dengan keadaan separuh kosong. Youra segera memilih bangku ketiga dari belakang, membuka jendela di samping kanannya dan menghirup udara dalam-dalam. Tetapi betapa terkejutnya dia ketika melihat Donghae menaiki bus yang sama dengan tergesa-gesa!
Pria itu menarik napasnya dengan kesusahan, berdiri menatapnya dengan bimbang. Untuk sejenak Youra berpikir Donghae akan segera duduk di sebelahnya namun ketika bus mulai bergerak, pria itu malah duduk di kursi seberang Youra—membiarkan kursi di sebelahnya kosong.
Youra berusaha sekuat tenaga untuk tidak mempedulikan Donghae yang terus-terusan menatapnya tanpa berkata apapun. Meskipun benaknya sudah hampir meledak dengan kejengkelan, Youra tetap menahan pandangannya ke arah jalan. Dia bahkan tidak menyadari bahwa bus telah berhenti dan mengangkut satu penumpang lagi. Youra tetap tidak memperhatikan sang penumpang itu memilih untuk duduk di samping kirinya—padahal ada begitu banyak kursi kosong. Tetapi belum lima menit, Donghae sudah memecah keheningan.
“Maaf, bisakah kita bertukar kursi? Gadis di sebelahmu adalah pacarku.” Ujarnya cukup keras untuk menarik perhatian sampai ke deretan paling depan.
Pria di sebelah Youra terlihat sedikit bingung namun tetap menuruti permintaan Donghae. Begitu penumpang itu pindah, Donghae langsung merebahkan dirinya cepat.
“Kenapa kau diam saja?” tanyanya dengan merendahkan suara. Youra bisa menangkap nada cemas dalam suaranya tetapi memilih untuk mengacuhkannya.
“Youra-ya. Kau marah padaku?” bisiknya lagi.
Dengan wajah sebal Youra memutar kepalanya dan menatap Donghae jengah. “Kenapa kau ada disini? Bukankah seharusnya kau menemani wanita itu?” ujarnya ketus. Dan Youra merutuki kebodohannya untuk tampak begitu marah.
“Kita harus bicara.” Tegas Donghae singkat.
Bus berhenti sepuluh menit kemudian, membiarkan penumpang mengosongkan kembali kursi dan turun satu persatu. Donghae dan Youra adalah penumpang terakhir yang turun dan supir bus harus bersabar ketika mereka bertengkar mengenai siapa yang harus membayar.
“CUKUP!” teriak Donghae keras. Tangannya menggenggam uang lima ribu won dan meletakkannya di tangan supir bus yang terlihat kebingungan. “Ambil ini pak, ambil saja sisanya.” Desisnya emosi, menarik paksa tangan Youra yang ingin memberikan uangnya pada sang supir.
Mereka berjalan dengan langkah di hentakkan dan Donghae tidak bisa berhenti menggerutu. Dia menyebut betapa Youra sangat keras kepala dan Youra membalasnya dengan perkataan yang sama. Ketika akhirnya mereka mencapai pintu rumah Youra, Donghae menghela napasnya dengan berat.
“Sedang apa disini? Cepat pergi.” Dengus Youra jengkel saat Donghae malah menunggunya membuka pintu.
“Sudah kubilang kalau kita harus bicara, bukan? Jadi, cepat buka pintunya.” Perintah Donghae datar.
Youra memelototinya sejenak namun tetap memutar kenop pintunya dan mengizinkan pria itu masuk. Kamar yang mungil itu untuk pertama kalinya disinggahi seorang pria dan entah kenapa Youra menjadi sedikit berdegup memikirkan bahwa keberadaan Donghae di rumahnya bisa saja berbeda kalau mereka tidak sedang bertengkar.
Donghae mengedarkan pandangannya ke seluruh sudut tanpa merasa sungkan sedikitpun. Mengamati barang-barang Youra yang tersusun diatas meja dengan penuh minat dan tersenyum begitu melihat berbagai ekspresi aneh yang di tunjukkan Youra pada deretan foto pribadinya.
“Berhenti menertawaiku dan cepat katakan apa yang kau mau.”
Perkataan itu segera terlihat efeknya. Donghae berbalik dan berjalan mendekati Youra  yang masih berdiri di dekat pintu. Pria itu tersenyum sedikit melihat ketidakramahan Youra, mencoba mengintimidasinya lewat tatapan memikat namun Youra bergeming, tidak menunjukkan tanda-tanda bahwa dia akan balas tersenyum.
“Kenapa kau marah?” tanya Donghae akhirnya.
“Kenapa aku harus marah? Aku tidak berhak.” balas Youra. Donghae menatapnya dengan raut wajah menyesal.
“Kau kesal karena wanita yang bersamaku tadi?” tanya Donghae dan Youra bersedekap. Tidak mengakui ataupun menyangkal. “Itu semua karena aku ingin melindungimu, Youra-ya. Dengan begitu para wartawan tidak akan mengganggumu lagi. Ayolah, berhenti marah seperti itu. Aku sangat kesulitan untuk meyakinkan wanita itu agar mau berakting didepan kamera.”
Kedua mata Youra menyipit dan bibirnya mendesis. “Lalu dengan apa kau meyakinkannya? Apakah kau menciumnya juga?” Dia tidak bisa lagi menahan amarahnya sekarang. Membayangkan kedua tangan wanita itu melingkari tubuh Donghae sudah cukup menyakitkan tanpa harus mendengar pengakuan apapun.
“Kau cemburu padanya?”
Pertanyaan Donghae membuat Youra terkesiap dan langsung saja dia menutupi kegugupannya. “Apa? Aku cemburu—? Oh, tidak, tidak. Sepertinya aku harus menjelaskan sesuatu padamu, Donghae-ssi. Aku tidak cemburu sama sekali. Aku hanya ingin tahu apakah kau juga menciumnya seperti kau menciumku jadi aku bisa membenarkan dugaan bahwa kau memang hanya bermain-main denganku. Itu saja.”
Dengan satu gerakan cepat, Donghae telah berhasil memerangkap wajahnya dengan kedua tangannya yang besar. Ekspresi berpuas dirinya tercetak jelas pada wajah rupawan itu, membuat jantung Youra membengkak sepuluh kali dan ingin meledak menjadi ribuan keping. Bagaimana mungkin setelah apa yang diketahuinya malah membuat pria ini meruntuhkan kewarasannya?
“Tentu saja tidak, Youra. Aku tidak akan pernah menciumnya. Sebab aku hanya menciummu. Seperti ini,” bisik Donghae dan bibir pria itu langsung membungkamnya dalam euforia aneh. Kedua mata Youra menutup dan dalam kepalanya dia bisa melihat jutaan gelembung kebahagiaan membuncah menjadi kenikmatan. Bibir Donghae mencecapnya perlahan, seperti menanti reaksi Youra yang saat ini masih membeku—terlalu bahagia untuk merespon apapun.
Ciuman itu berlangsung singkat namun sangat dalam. Sama sekali tak membuat napasnya kepayahan. Tetapi meninggalkan ratusan ingatan tajam ketika Donghae memiringkan kepalanya, berusaha bergerak sepelan dan selembut mungkin—nyaris membuat kedua lutut Youra goyah.
“Aku hampir lupa kita berada di kamarmu, sayang.” Bisiknya di telinga Youra, mengembalikan kesadarannya dengan sebuah kenyataan fatal. Kedua pipi Youra bersemu dan dia yakin kalau Donghae menciumnya seperti tadi malam, dia pasti tidak akan bisa mengatakan tidak atau memikirkan penolakan apapun. Sebab nyatanya, Youra-lah yang menginginkan pria itu.
“Apakah kau sudah tidak marah lagi?” Ujar Donghae menahan cengirannya sementara kedua tangannya melingkari pinggang Youra.
Youra cemberut menatapnya. “Dasar curang.” Cibirnya namun tak bisa menyembunyikan senyumnya lebih lama lagi.
“Kau harus mengerti bahwa aku hanya ingin melindungimu, Youra-ya. Sebab aku tak mau kau jadi incaran para wartawan ketika aku tak ada..” desah Donghae dengan wajah tak bergurau.
“Apa maksudmu?”
Donghae membiarkan keheningan menguap di sekitar mereka selama beberapa menit. Kedua matanya menatap manik mata Youra yang terlihat bingung. “Aku.. sudah memutuskan akan mencari tahu apa yang dilakukan Kyung Dae Hyung di Brazil.” Jawab Donghae sambil menghela napas.
“Brazil? Tapi, bukankah Kyung Dae-ssi akan membunuh orang disana? Apakah kau berniat menghentikannya?” racau Youra panik, sementara Donghae malah memeluknya lebih erat.
“Tidak, Youra-ya. Aku akan melindunginya. Sama seperti dia melindungiku dulu. Sebab peluangnya untuk terbunuh dan dibunuh sama-sama besar. Jadi, aku akan melindunginya agar dia tetap hidup..”

***

Sudah hampir dua jam berlalu sejak Donghae meninggalkan rumahnya sore tadi. Pria itu mendekapnya erat, dan memberikan sebuah ciuman singkat di dahi, lalu berbisik dengan jelas dan perlahan, “Nal kidaryeo— tunggu aku,” sebelum akhirnya pergi meninggalkannya dengan hati separuh terluka.
Youra memahami, bahwa ini adalah keputusan Donghae dan dia tidak akan bisa menghentikan pria itu jika keinginannya adalah untuk menyelamatkan Kyung Dae. Tetapi tetap saja, jauh di lubuk hatinya, Youra benar-benar tidak ingin Donghae pergi, sebab firasatnya mengatakan akan ada sesuatu yang buruk yang akan menimpa pria itu. Itulah sebabnya dia masih saja terbujur kaku diatas tempat tidurnya yang nyaman, bergelung dibawah selimut dengan tatapannya tertuju pada sebuah nomor di layar ponsel.
Empat belas digit angka yang baru saja diperolehnya sore ini membuat Youra gelisah. Dia ingin mendengar suara pria itu, meski Donghae telah mengatakan bahwa dia akan menonaktifkan ponselnya selama penerbangan ke Brazil karena dia tidak ingin Kyung Dae mengetahui niatnya. Donghae telah memesan dua tiket sekaligus; Jepang dan Brazil.
Bersamaan dengan keberangkatan Kyung Dae ke Brazil malam ini, Donghae juga akan bertolak ke Jepang namun segera berganti pesawat menuju Brazil. Semua itu dilakukannya hanya untuk memastikan bahwa Kyung Dae sama sekali tidak mengetahui kalau Donghae akan mengikutinya. Ia juga mengatakan kalau sebisa mungkin Youra menghindari wartawan dan yang paling utama, Park Chae Rin. Gadis itu tentu tidak akan diam saja setelah dipermalukan di depan seratus pasang mata. Mau tak mau Youra bergidik memikirkannya. Bagaimana jika Chae Rin malah memberitahu wartawan dimana rumahnya?

Tetapi semua ketakutan Youra terjawab dalam tiga hari berikutnya; tiga hari yang panjang dan melelahkan. Sebenarnya dia sama sekali tidak melakukan apapun selain mengurung diri di kamar, membaca buku atau memandangi layar ponselnya yang menjemukan, tetapi pikirannya tak pernah berhenti bekerja bahkan untuk satu menit saja. Kemarin Jung Yoon memberitahu bahwa reporter yang mencari dirinya hanya tinggal dua orang saja. Itu berarti dia sudah bisa masuk ke kantor besok, sebab dia yakin tugas untuknya sudah menumpuk hingga atap.
Youra menghela napas dalam-dalam, membuang setiap kegelisahannya karena selama tiga hari belakangan Donghae tidak kunjung mengabarinya. Ponsel pria itu masih tetap tidak aktif dan semua pesannya melalui sosial media masih tertunda. Dia semakin gelisah ketika bahkan e-mailnya juga tidak di balas. Apakah telah terjadi sesuatu yang gawat?

Terdengar suara deru mobil berhenti tepat di depan rumah mungil Youra dan dadanya seakan gegap gempita begitu mendengar sebuah ketukan singkat di pintunya. Youra bangkit dan buru-buru mengganti piyamanya dengan pakaian yang lebih bagus. Dia separuh—sebenarnya sangat—berharap bahwa yang sedang menantinya di balik pintu itu adalah Donghae. Youra bahkan sudah memikirkan keluhan-keluhan atas tiga hari tanpa kabar. Namun ketika memutar selot pintu dan berhasil melihat langsung sang pengunjung, Youra merasa di terjunkan dari ketinggian seribu meter. Yang dilihatnya sama sekali bukan Lee Donghae, atau bahkan Park Jung Yoon. Dan yang tadinya  paling memungkinkan adalah Ah Gyeong. Tetapi tidak ada satupun dari mereka yang mengunjunginya selain gadis itu.
Park Chae Rin sedang berdiri persis di hadapan Youra. Mengenakan kacamata Gucci, memakai dress selutut dengan mengamit tas jinjing Channel berwarna cokelat pudar dan kakinya yang jenjang di hiasi boots Vintage limited edition. Benar-benar penampilan yang berlebihan untuk mengunjungi seorang rakyat jelata.
Dengan gerakan anggun, Chae Rin membuka kacamata Gucci-nya. Wajah gadis itu datar, kontras sekali dengan ekspresi Youra yang seakan melihat hantu—pucat seperti kertas. Mereka bertatapan dalam diam, sama-sama enggan untuk menyapa lebih dulu. Tetapi kenyataannya, otak Youra sibuk melakukan kalkulasi atas apa yang sedang terjadi. Dia tidak melihat satupun wartawan di belakang Chae Rin, tidak juga seseorang yang menemaninya. Itu berarti gadis ini datang sendirian.
“Beri tahu aku,” ucap Chae Rin sambil melipat kedua tangannya di atas dada. “Aku tahu kau pasti tahu apa yang disembunyikan Donghae Oppa.”
Youra baru berniat akan memasang wajah lugu, tetapi terlambat. Ketika nama Donghae diucapkan Chae Rin dengan begitu jelas, Youra nyaris membelalak, membuat wajahnya terlihat sangat khawatir dan gelisah. Tentu saja Chae Rin melihatnya. Sebab kini gadis itu semakin mendesaknya.
“Katakan, Youra-ssi. Aku sedang tidak ingin berdebat denganmu saat ini. Kedua Oppa-ku hilang tanpa kabar dan kau masih pura-pura tidak tahu apapun?” suara Chae Rin masih terdengar angkuh, namun raut wajahnya yang keras perlahan memudar, digantikan dengan kekalutan dan kesedihan. Untuk beberapa alasan yang tidak masuk akal, Youra merasa kasihan dengan gadis itu.
“Masuklah,” ujar Youra pelan. Dan sejurus kemudian Chae Rin mengikutinya.
Mereka duduk diujung tempat tidur Youra yang dipenuhi buku-buku serta beberapa laporannya. Chae Rin tidak mengeluh atau merasa terganggu dengan pemandangan itu. Sebaliknya, dia malah merebahkan dirinya tanpa sungkan, memejamkan matanya—yang baru disadari Youra bahwa tercetak jelas lingkaran hitam di sekeliling mata itu—dan menghela napas berat.
“Apakah kau tahu dimana Donghae Oppa?” tanya gadis itu membuyarkan lamunan kecil Youra.
“Ne,” jawab Youra pelan. Mata Chae Rin langsung menatapnya dan meminta penjelasan. “Dia ada di Brazil.”
Tiba-tiba saja Chae Rin bangkit dengan sangat cepat, hampir seperti melompat berdiri dan wajahnya pucat pasi. “Brazil? Untuk apa? Dia sudah menemukan pembunuhnya?” serunya panik.
“Bukan,” sanggah Youra sedikit terkejut. “Donghae-ssi pergi untuk melindungi Kyung Dae-ssi—atau menolongnya—tetapi sama sekali belum menemukan siapa pembunuh itu.”
Jika tadi wajah Chae Rin hanya pucat, kali ini tampaknya darah sudah menyusut dari wajahnya—meninggalkan seraut wajah tanpa rona sama sekali. “Ap—Kyung Dae Oppa di Brazil? Tapi—Donghae Oppa—” racau gadis itu tak jelas. Berulang kali matanya mengerjap dan menggeleng, seakan sedang bergelut dengan pikirannya sendiri.
“Chae Rin-ssi, tenanglah,” ucap Youra setengah takut. Dan detik berikutnya Chae Rin memelototinya.
“Bagaimana aku bisa tenang? Donghae Oppa sedang di Brazil! Dia tidak boleh ada disana atau dia akan dibunuh!” raung Chae Rin tak terkendali.
Youra membeku untuk sesaat dan berusaha menjernihkan kepalanya. “Tapi, Kyung Dae-ssi bahkan tidak tahu kalau Donghae-ssi mengikutinya ke—”
“Itu masalahnya!” bentak Chae Rin keras sekali. “Kalau Kyung Dae Oppa mengetahuinya, tentu saja dia tidak akan pernah membiarkan hal itu terjadi! Setelah semua perlindungan yang diberikan untuknya, seharusnya Donghae-ssi tidak menjadi begitu gegabah.”
“Bisakah kau menjelaskan padaku apa yang sebenarnya terjadi antara Donghae-ssi dan Kyung Dae-ssi?” pinta Youra dengan nada sopan, kendati kepalanya hampir meledak karena informasi yang baru saja didapatnya; Donghae akan dibunuh?
Chae Rin menelan ludahnya dan mengerjap beberapa kali. Kebimbangan tergambar jelas di wajahnya yang indah, membuat kecantikannya seakan salah tempat. Namun akhirnya gadis itu duduk kembali, menarik napasnya dalam-dalam dan mulai bercerita dengan suara parau.
“Kau pasti sudah tahu kalau Kyung Dae Oppa pernah tinggal di Brazil, bukan?” tanyanya pada Youra yang mengangguk cepat. “Dan kau diberi tahu Hae Oppa kalau orangtuanya dibunuh di Brazil dan Kyung Dae Oppa yang menyelamatkannya?” tanya Chae Rin lagi dan kembali di sambut anggukan Youra.
“Tetapi Kyung Dae-ssi sama sekali tidak tahu siapa pembunuh itu. Dia hanya pelajar di Brazil, bukan?” kali ini Youra yang melemparkan pertanyaan. Dan betapa terkejutnya dia ketika Chae Rin menggeleng.
“Sebenarnya Kyung Dae Oppa mengetahui siapa pembunuh itu. Dia mengenal mereka. Tetapi dia tetap tidak mau memberitahuku mengapa mafia itu membunuh orangtua Donghae Oppa. Aku rasa ada semacam konspirasi disana, dan ketika mengetahui bahwa Donghae Oppa selamat, Kyung Dae Oppa segera membawanya kabur ke Korea, membuat pembunuh-pembunuh itu mengira bahwa Hae Oppa sudah mati. Itulah sebabnya mengapa Kyung Dae Oppa sampai repot-repot mengurusi semua pergantian identitas dan memindahkan Hae Oppa ke Jepang selama beberapa tahun, tidak mengijinkannya sekolah di luar selain home schooling dan harus menyamar ketika bertemu orang lain. Karena Donghae Oppa adalah seseorang yang seharusnya mati.”
Youra bisa merasakan udara di sekitar mereka semakin dingin dan kegelisahan menyelimuti dirinya lebih banyak lagi. “Dan.. Kenapa kau tidak memberitahu Donghae-ssi mengenai jati diri Kyung Dae yang sesunguhnya?”
“Aku sudah bersumpah, Youra-ssi. Kyung Dae Oppa membuatku bersumpah untuk menutup mulutku rapat-rapat sebab kalau sampai Hae Oppa tahu, semua perlindungan itu akan menjadi sia-sia! Coba pikir, seandainya Donghae Oppa diberitahu, dia pasti akan segera ke Brazil, menyerahkan dirinya pada sang pembunuh, hanya untuk bertanya kenapa! Kyung Dae Oppa berakting seakan dia tidak mengetahui apapun dan sengaja menjauhkan Donghae Oppa dari informasi apapun yang berhubungan dengan mafia-mafia itu, sebab dia tidak ingin identitas Hae Oppa diketahui.”
Dada Chae Rin naik turun begitu menyelesaikan penjelasannya dengan separuh emosi. Matanya mulai berair dan bibirnya tertarik ke atas, gadis itu sedang berusaha menahan tangisannya. “Dan sekarang dia malah berada di Brazil.. seperti mengantarkan nyawanya pada pembunuh-pembunuh itu..” isaknya tertahan.
“Chae Rin-ssi, ada beberapa fakta yang tidak kau ketahui. Kyung Dae-ssi tidak berhasil menjauhkan Donghae-ssi dari informasi-informasi mengenai pembunuh orangtuanya, sebab dia berhasil mendapatkannya tanpa bantuan Kyung Dae-ssi.” Youra menatap kedua mata Chae Rin lurus-lurus. Kilauan air mata yang menggenang di sudut matanya berubah tajam.
“Apa maksudmu?”
Youra menghela napas dan berusaha menceritakan hal yang selalu diingatkan Donghae sebagai rahasia. Tapi bukankah Chae Rin sudah menceritakan kebenaran padanya? “Donghae-ssi mendapatkan semua informasi itu dengan melakukan penyamaran. Kau mungkin tidak mengenalnya di Gedung K-Fashion, tapi Donghae-ssi selalu bekerja sebagai cleaning service jika tidak menjadi Haenoki. Itulah mengapa kau selalu kehilangan jejaknya, sebab dia melakukan penyamaran itu untuk mendapatkan informasi.”
Kebingungan kini menetap di wajah Chae Rin. Namun alih-alih membahas soal penyamaran itu, Chae Rin malah bertanya informasi apa saja yang sudah diketahui Donghae.
“Aku tidak tahu,” jawabnya berterus terang. “Terakhir kali aku melihatnya menyamar, kami dikepung mafia-mafia yang sedang bertengkar dan nyaris ketahuan. Tapi sialnya mereka tidak menggunakan bahasa Korea ataupun Inggris. Jadi aku sama sekali tidak bisa menangkap apa yang mereka bicarakan.”
Youra sudah merasa setengah putus asa ketika dia melihat wajah Chae Rin yang berubah antusias. “Kita bisa mencaritahu..” bisik gadis itu dengan nada gembira yang aneh.
“Bukankah kau bekerja di bidang IT? Apakah kau bisa menyabotase isi ponsel Donghae Oppa?” tanya Chae Rin dengan mata berbinar, sementara Youra menatapnya skeptis.
“Tidak bisa, Chae Rin-ssi. Protokol smartphone berbeda dengan komputer. Dan situasinya sangat tidak menguntungkan. Karena selain berada di Negara yang sangat jauh, ponsel Donghae-ssi juga tidak aktif. Akan membutuhkan waktu lama untuk sekedar melacak sinyal dan menjangkau server setempat. Dan saat itu kita sudah dikepung Interpol.”
“Tapi, bagaimana dengan e-mail? Kau bisa menyadapnya tanpa perlu menunggu lama dan dikepung Interpol, bukan?”
Youra memandang wajah Youra yang bersemangat dan senyumnya terkembang. “Benar,” bisiknya menyetujui. “Kita bisa mengintai saat ini juga.” Dan Chae Rin mengangguk menyemangatinya.




Setengah jam kemudian, Youra telah berhasil membuka paksa e-mail Donghae dan membaca setiap kotak masuknya dari bawah. Tidak banyak nama yang memenuhi inbox itu. Nama Gong Il Sun sepertinya yang paling sering menjadi sender. Chae Rin segera mencatat alamat e-mail itu sementara Youra memindahkan isi korespondensi mereka ke laptopnya. Isinya benar-benar membingungkan. Sebab pesan-pesan yang dikirim selalu singkat.
‘TRIAD at Five Club, Itaewon.’ , ‘Mikio Ono arrived.’
Atau, ‘El Chapo vs Mikio Ono tonight.’

Dan baik Youra maupun Chae Rin sama sekali tidak mengerti apa dan siapa itu TRIAD, Mikio Ono dan El Chapo. Meski begitu, mereka bertekad untuk mencaritahu semua arti dari pesan-pesan itu secepat mungkin.
Di bagian teratas, hanya ada empat pesan baru dan belum di baca sama sekali. Yang paling atas berasal dari Youra yang dikirimnya kemarin sore. Dua dari Chae Rin yang menanyakan posisinya dan pesan ke empat berasal dari Kyung Dae; Tiga hari yang lalu..

Donghae-ah, kupikir aku akan pergi beberapa saat. Sebab belum ada kepastian kapan aku bisa segera kembali ke Korea. Sebaiknya kau mulai menangani perusahaan secara berkala karena aku akan mengajukan pengunduran diri dalam waktu dekat. Sahamku sudah aku alihkan padamu dan seluruh sertifikat sudah diperbarui oleh Park Ahjussi. Aku juga menitipkan Chae Rin padamu. Tolong katakan padanya bahwa aku minta maaf karena tidak bisa menemaninya lagi. Jaga dirimu baik-baik dan tetaplah hidup.
Terima kasih.
Kyung Dae.

“Dasar bodoh!” gerutu Chae Rin ketika selesai membaca isi pesan itu. Airmatanya telah menetes hingga dagu dan buru-buru dia menyekanya. “Apa-apaan itu? mengapa itu terdengar seperti kata-kata terakhir?”
“Sebenarnya.. aku juga mengetahui sesuatu secara tak sengaja. Kyung Dae-ssi berkata bahwa dia akan..uhm, membunuh seseorang di Brazil..” bisik Youra enggan. Dia melirik Chae Rin yang kelihatan amat syok dan tubuhnya mengejang.
“Dasar laki-laki paling bodoh sedunia!” geramnya penuh amarah. Dia tak lagi mampu menahan emosi yang memenuhi hatinya dan mulai terisak keras. Youra mengusap punggung gadis itu perlahan, tetapi Chae Rin segera memeluknya dan menangis tanpa henti.
Mereka tidak bisa lagi bersikap optimis sekarang. Apalagi yang mereka punyai selain secarik kertas yang berisi alamat e-mail? Sementara setiap detik mempengaruhi nasib dua orang pria di benua Amerika itu; Kyung Dae dan Donghae. Youra mengerutkan keningnya dan berusaha untuk menyingkirkan perasaan pesimis. Dia yakin dan sangat berharap bahwa Donghae akan baik-baik saja. Tidak ada yang bisa menghentikan pergerakan takdir, tetapi dia yakin, seluruh penantian dan rasa sakit yang dialami Donghae akan terjawab. Entah sekarang, ataupun nanti..

***

Hanya ada angin,
Dan aku tahu kau merindukanku.
Hanya dengan rinai hujan,
Aku dengar kau memanggilku.
Mataku buta,
Telingaku tuli,
Dan tubuhku lumpuh.
Tapi semua sentuhanmu,
Kurasa.
Semua senyumanmu,
Kutahu,
Dan semua kata cintamu,
Kunanti..

An Illusion – 28 Mei 2014

4 komentar:

  1. Ya, ya, ya!! Itu scane di bus kenapa sok suwiiit baangeet :G

    Authornya pinter ngambil hati readernya nii... Curang :/ akunya kan malah gag bisa protes kalo gini *pout :]x

    Aku gag mau komen panjang lebar disini. Mau ngirim message protesku langsung aja lewat e-mail *gag ada yg nanya* :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Abisnya mau menebus keterlambatan aku hehehe :p

      Hapus
  2. niceeeeeeeeeeeeeeeeeeeeee

    BalasHapus
  3. Mulai terbongkar sistah" sekalian *-* saya penasaran sekalee~
    Hehee maaf comment nya cma segini, ga tau mw coment apa lagi ._. Author fighting~ <3

    BalasHapus