TITLE :
4 Minutes in Memory [7]
Alternative title :
기다리고 있었어요! 봐지? (Kidarigo Isseosseoyo! Bwaji?)
GENRE :
Action-Romance, AU (Alternate Universe)
RATING :
NC-21
CAST :
Lee Dong Hae [ 이동해 ]
Youra Leavanna [ 요우라 리판나 ]
Kim Kyung Dae [ 김경대 ]
Park Chae Rin [ 박채린 ]
Author :
@Aoirin_Sora
NOTE:
Haihaihaihallooooo~~~~
Sejuta permohonan maaf untuk para readers
yang menanti FF ini di posting m(_ _)m *bow* setelah kejar-kejaran sama deadline
tugas, akhirnya chapter 7 selesai dengan keringat darah TwT) FYI, FF ini bakal
tamat dalam waktu dekat *aaamiiiin* dan (mungkin) di next chapter bakal hampir
penuh sama action. Bagi yang merasa
aneh sama penulisan acakadul di FF ini, harap di maklumi aja yak, soale aku
ngetiknya sambil pake ganjelan mata hehe. Mian kalo ceritanya ga mutu, aku juga
ga nyangka kemampuanku makin payah ;-;
Nah, buat yang nanya backsound music untuk
FF ini, sebaiknya kalian jangan ikutin aku. Karena……..sepanjang ngetik aku Cuma
muterin lagu metal (\m/) silahkan cari lagu lain kayak lagunya Kim Young Ho –
Leaving. Atau kalo mau coba denger playlistku juga boleh sih, tapi ga ada
asuransi kalo kalian jadi kejang-kejang *plak*
Udah deh, cukup sampai disini dulu~ selamat
menikmati chapter 7 ini~ dan buat yang mau cuap-cuap atau protes tentang FF ku,
silahkan kirim ke mycoach.coolaz@gmail.com,
I’ll be there! ^^
With L.o.v.e
Aoirin_Sora
Chapter 7
『Ilusimu
membutakanku,
Menyeretku dalam abu,
Memperdaya,
Sekaligus melemahkanku..』
Angin malam perlahan membelai
sekujur tubuh Youra yang tak tertutupi gaunnya—gaun pemberian Donghae—dan membuatnya
menggigil tak kentara. Sudah hampir setengah jam yang lalu sejak mereka keluar
dari tempat persembunyian mereka di sebuah lemari kecil di sudut ruangan Kyung
Dae.
Youra melirik Donghae yang
masih saja membisu. Bibirnya terkatup rapat, menolak mengatakan apapun. Kendati
begitu, Youra bisa melihat ekspresi terluka di wajah pria itu dengan jelas. Dia
sendiri tidak tahu apa yang harus di lakukannya untuk bisa menghibur Donghae
selain menemani pria itu membisu.
Sudah hampir satu jam dan
Youra tidak bisa berpura-pura keadaan tidak cukup dingin sekarang. Tubuhnya gemetaran
dan bulu kuduknya meremang kedinginan, membuatnya terpaksa mengusap-usapkan telapak
tangannya ke sepanjang lengan, berharap kehangatan akan muncul. Tetapi gerakan
Youra yang gelisah nampaknya menyadarkan Donghae yang terus-terusan melamun. Dengan
satu gerakan, Donghae melepaskan tuksedo miliknya dan segera meletakkannya
melewati kedua pundak Youra yang terekspos jelas.
“Maaf,” ujar Donghae
nyaris berupa bisikan. Youra tahu, permintaan maafnya mengandung begitu banyak
arti yang tersembunyi. Dan sebagai jawaban, Youra tersenyum menyemangatinya.
“Aku tidak tahu apa yang
harus kukatakan, Youra-ya. Dan aku bahkan tidak tahu harus mulai menjelaskan
darimana, sebab semuanya begitu membingungkan,” keluhnya sambil menghela napas.
“Aku hanya penasaran,
apakah Kyung Dae Sajangnim memang benar-benar akan membunuh seseorang? Aku
harap dia hanya bercanda,” ujar Youra sungguh-sungguh. Dia sama sekali tidak
bisa membayangkan sosok Kyung Dae yang berlumuran darah—terlalu mengerikan
untuk menjadi nyata.
Donghae menghela napas
lagi. Kali ini dia menjawab sedikit lebih lama, membiarkan udara dingin menyusup
ke kepalanya. “Aku tidak tahu,” jawabnya pelan. “Yah, dia memang Hyung-ku. Tetapi
kau pasti menyadari tidak ada kemiripan diantara kami. Tentu saja, sebab aku
bertemu dengannya pada saat umurku empat belas tahun. Dia bukan Cuma Hyung-ku,
tetapi juga penyelamat hidupku, Youra-ya.”
Dia bisa melihat kedua
mata Donghae yang menerawang ke angkasa, seakan berusaha memutar kembali memori
di otaknya dan Youra tahu, dia akan mendapatkan kebenaran. Dia sudah mencoba
untuk mengubur rasa penasarannya namun ketika dia menyadari bahwa dia sama
sekali tidak mengetahui apapun tentang pria di sampingnya ini, Youra tidak bisa berhenti bertanya-tanya dalam hati.
“Kejadian ini sudah
terjadi hampir lima belas tahun yang lalu, tetapi aku masih ingat setiap
detailnya. Karena pada hari itu, kedua orangtuaku meninggal dalam sebuah
kecelakaan mobil di Brazil. Meninggalkanku sendirian, sebatang kara..”
Youra menggenggam jemari
Donghae yang tergantung bebas. Dia benar-benar tidak menduga bahwa kedua
orangtua Donghae sudah meninggal dunia. Apakah hal itu yang menjadikannya
begitu kesepian?
“Selama lima belas tahun
aku berharap bahwa semua itu hanya mimpi dan aku akan segera terbangun. Aku
tahu kedengarannya sangat menyedihkan. Tapi aku benar-benar ingin terbangun dan
bisa melihat kedua orangtuaku lagi. Aku.. mengatakan sesuatu yang sangat kasar
kepada ibuku dan aku bahkan tidak bisa mengatakan maaf.”
Donghae memejamkan matanya
dan kembali bercerita tanpa memandang Youra sedikitpun. “Aku anak tunggal,
Youra-ya. Dengan perusahaan K-Asia sebagai ujung tombak kehidupan keluargaku, tak
pernah satu kalipun aku menerima kata-kata ‘tidak’.
Aku selalu mendapatkan yang kumau selama empat belas tahun lamanya. Termasuk
ketika berlibur di Brazil. Ibuku membujukku untuk mengambil perjalanan ke Eropa
dan aku tidak menurutinya. Aku telah memesan tiket pesawat ke Negara itu dan
berencana untuk pergi bersama teman-temanku. Tetapi ketika teman-temanku tahu bahwa
kedua orangtuaku akan ikut, mereka membatalkan perjalanan itu. aku sangat
marah. Terlebih kepada ibuku yang tidak mengijinkanku untuk berlibur bersama
semua temanku tanpa orangtua. Jadi pada hari pertama kami tiba di Brazil, aku
menolak keluar kamar dan mengurung diri seharian. Hal itu membuat kedua
orangtuaku bertengkar dan sepakat untuk pulang ke Seoul. Tetapi ketika dalam
perjalanan ke bandara, tiba-tiba saja mobil kami meledak—”
Youra menahan napasnya dan
membiarkan Donghae menelan kepahitannya sebelum melanjutkan. “Meledak dan
menewaskan ayahku dalam sekejap, Youra-ya. Tubuhku penuh darah dan kepalaku berdenging
mengerikan. Ada asap dimana-mana dan bagian depan mobil mulai terbakar. Tapi
aku berhasil merangkak keluar melalui jendela mobil yang telah pecah. Aku baru akan
berbalik dan menyelamatkan ibuku ketika kedua mata ibuku memandangiku dengan airmata.
Dia berbisik, menyuruhku pergi sejauh mungkin. Kau tahu kata-kata terakhir
ibuku?”
Butiran airmata mulai
menggenangi pelupuk mata Youra yang terasa panas dan dia menggeleng. “Mianhago, saranghago, Donghae-ya—Aku
minta maaf dan aku mencintaimu, Donghae.” Bisik Donghae padanya.
“Maafkan aku,
Donghae-ssi..” ucap Youra tanpa bisa mencegah airmatanya turun. Kepala Donghae
berbalik kepadanya dan ditatapnya Youra lebih lama sebelum tersenyum pilu.
“Kau tidak perlu meminta
maaf, Youra-ya. Bukan salahmu. Akulah yang bersalah dan sampai ketika mobil itu
meledak, aku tidak bisa mengatakan apapun
kepada orangtuaku. Betapa mudahnya, hanya satu kalimat sederhana; mianhae, tetapi lidahku tetap terkunci. Ada
begitu banyak saat dimana aku benar-benar menginginkan kematian..”
Youra mengejang dan menatap
Donghae dengan pupil mata membesar. “Tapi,” sambung Donghae sebelum Youra
sempat mengatakan penolakannya. “Aku tidak bisa melakukan itu. Tidak jika aku
belum berhasil menemukan pembunuh
orangtuaku.”
“Itu.. bukan kecelakaan
biasa?” tanya Youra dengan mata membelalak.
“Bukan.” Jawabnya dingin. “Itu
memang bukan kecelakaan biasa, Youra-ya. Seseorang
telah berencana membunuh kami. Aku beruntung bisa selamat karena tampaknya
sang pembunuh tidak mengetahui kalau aku berhasil lolos.”
“Tapi.. bagaimana—”
“Bagaimana aku bisa
selamat?” sela Donghae lebih dulu. Dan ketika dia melihat anggukan Youra, Donghae
mengucapkan satu nama. “Kyung Dae Hyung.”
“Dia sedang dalam
perjalanan ke bandara pada malam itu dan melihatku yang tergeletak di sekitar
lokasi kecelakaan. Aku tidak ingat apapun sebab aku hampir saja keracunan karbonmonoksida
dan Hyung segera membawaku ke Rumah Sakit. Kami bahkan tidak sempat menginap di
Rumah Sakit itu. Begitu aku mengatakan bahwa mobilku meledak dan kedua
orangtuaku tewas, dia segera membawaku menuju bandara, memesan tiket pesawat pertama
malam itu. Didalam perjalanan, dia menjelaskan bahwa jika semua pembunuhan yang
terjadi di Brazil adalah ulah organisasi mafia obat-obatan terlarang. Hyung
mengatakan bahwa aku harus bersembunyi, atau mereka akan kembali memburuku. Dan
selama lima belas tahun aku terus bersembunyi, sementara semua orang yang
mengenalku mengira aku telah mati dalam kecelakaan itu. Aku harus menemukan siapa
pembunuh orangtuaku dan mencari tahu kenapa
mereka melakukan itu?”
“Tapi.. kenapa Kyung
Dae-ssi yang menjadi CEO K-Asia dan menggantinya menjadi K-Fashion? Bukankah
kalian tidak saling mengenal, sebelumnya?” Youra melihat kerutan samar di
kening Donghae dan pria itu menjawab dengan nada ringan.
“Tidakkah kau paham,
Youra-ya? Itu semua sudah kami rencanakan. Karena, meskipun tidak saling
mengenal, tetap saja aku mempercayainya. Dia satu-satunya orang yang
menolongku! Membawaku keluar dari Negara terkutuk itu dan melindungiku selama
lima belas tahun. Aku menemui pengacara ayahku—dan pengacaraku juga—sehari
setelah aku tiba di Korea dan membuat sebuah kesepakatan. Aku menjual semua saham
warisan kedua orangtuaku kepada Kyung Dae Hyung dan membuatnya menjadi penggantiku
dengan pembagian aset kekayaan sebanyak lima puluh persen ketika umurku dibawah
Sembilan belas tahun dan berubah menjadi empat puluh persen untuknya saat aku bisa
menunjukkan diri sebagai Haenoki, investor
asing dari Jepang di usia dua puluh empat tahun.”
Youra terdiam. Semua penuturan
Donghae bagaikan kengerian yang harus didengarnya, membuat kepalanya pusing dan
perutnya mulas. “Bukankah Kyung Dae-ssi berasal dari Brazil? Bagaimana mungkin
dia tidak bisa menemukan siapa pelaku pembunuhan itu?”
“Tentu saja aku sudah
mencari tahu hal itu. Tetapi dia hanya seorang pelajar di Brazil, Youra-ya. Hyungnim
mendapatkan beasiswa selama lima tahun di Brazil dan sama sekali tidak pernah terlibat
dengan dunia obat-obatan seperti yang kau bayangkan. Itu sebabnya aku yang menyamar untuk mendapatkan
begitu banyak informasi dari orang-orang dunia mafia obat-obatan, bukan
Hyungnim. Sebab dia sama sekali tidak pintar dalam hal itu. Tapi tunggu—kenapa
kau sepertinya mencurigai Hyung? Apa kau masih mengira bahwa Hyungnim adalah
pembunuh?” tatapan Donghae yang sekeras batu menghujam kedua mata Youra.
“Bukan begitu. Aku hanya..
merasa ada sesuatu yang aneh..” bisik Youra cemas. Dia tahu pembahasan Kyung
Dae akan menjadi sangat sensitif, tetapi dia tidak bisa mundur lagi. “Aku
menyerahkan laporan mengenai hacker yang berinisial falcon_33 beberapa minggu yang lalu sebab Kyung Dae-ssi berkata
akan melimpahkan kasus itu ke pihak kepolisian, tetapi sampai sekarang tidak
ada kemajuan sama sekali dan aku curiga dia tidak mengirim berkas itu
kemana-mana..”
“Youra-ya, Kyung Dae Hyung
tidak mungkin hanya mengurusi hal sekecil itu. kau tahu dia seorang CEO dan
dengan semua Fashion Event ini—”
“Tapi Falcon_33 juga
berasal dari Brazil! Tidakkah itu berarti sesuatu?”
Youra mulai menatap kemungkinan-kemungkinan
dari perkataannya sendiri. Namun begitu mendapati sepasang mata Donghae memandangnya
dingin, Youra mengurungkan niatnya untuk terlihat bersemangat.
“Bagaimana kau tahu? Kau
telah berhasil mencari tahu siapa itu Falcon_33?”
“Uhm, sebenarnya belum. Sebab
setelah aku mendapatkan informasi bahwa Hacker itu berasal dari Brazil, dia
tidak pernah muncul lagi..” jawab Youra sedikit bingung.
Donghae mendengus keras,
menunjukkan ketidaksukaannya terhadap apa yang disampaikan Youra barusan. “Cukup,
Youra-ya. Aku tidak mau kau menjelek-jelekkan Hyungnim. Dan berhentilah
berpikiran kalau Kyung Dae Hyung seorang pembunuh.” Tegasnya dengan suara
meninggi.
“Aku tidak berpikiran
seperti itu, Donghae-ssi!” kilah Youra tak kalah cepat. “Aku hanya berpikir
kalau mungkin Kyung Dae-ssi mengetahui sesuatu dan..dan dia tidak ingin kau
terlibat.” Terangnya berhati-hati ketika melihat kilatan amarah di kedua mata Donghae.
“Aku bilang cukup!”
geramnya tak lagi menahan emosi. Donghae mengatupkan bibirnya hingga menjadi garis
tipis dan tarikan napasnya terdengar berat. Youra tahu pria itu sedang
mengendalikan amarahnya dan dia sama sekali tidak ingin pertengkaran merusak
malam mereka. Tidak setelah ciuman menakjubkan tadi. Astaga.
“Ayo pulang.” Gumam Donghae
pelan. Dan Youra mengikuti langkahnya yang tergesa-gesa dalam kebisuan. Berharap
bahwa tidak akan ada lagi pertengkaran selanjutnya..
Fashion Show telah
berakhir beberapa menit yang lalu dan hanya terdengar dengungan bersemangat
para tamu di sekitar stage. Celotehan
yang bergema di seluruh ruangan tampaknya di penuhi antusiasme tanpa henti,
membuat langkah Youra sama sekali tidak pas diantara mereka semua. Donghae baru
saja meninggalkannya sendirian sebab pria itu akan menuju basement parkiran untuk mengambil mobil, tetapi dia merasa
terganggu dengan semua ingar bingar yang ada di sekelilingnya saat ini.
Beberapa orang yang
dikenalnya memanggil Youra dan mengajaknya bergabung, namun Youra hanya
membalas seruan mereka dengan senyuman dan buru-buru melangkah menuju pintu
keluar ketika seseorang menarik jemarinya.
“Disini kau rupanya,
Youra-ya. Aku sudah mencarimu kesana-kemari dari tadi,” ucap Jung Yoon lega. Tampak
raut wajahnya yang kelelahan mencari Youra dan dia merasa sedikit bersalah telah
meninggalkan Sunbaenya tanpa berkata apapun.
Youra baru akan mengatakan
maaf ketika tiba-tiba saja Dongahe telah berdiri tepat di sampingnya. Jung Yoon
terlihat kaget tapi segera memberikan senyuman ramah pada pria itu—sama sekali
tidak menyadari betapa wajah Donghae sudah merah padam.
“Lepaskan tanganmu darinya
dan enyahlah.” Desis Donghae dengan gigi terkatup.
Jung Yoon sepertinya tidak
mengerti apa yang terjadi sebab dia malah berkata, “maksud anda?” tanpa
menghilangkan kesopanannya pada Donghae.
Tapi dengan satu sentakan,
Donghae meraih tangan Youra yang masih berada dalam genggaman Jung Yoon. “Tidakkah
kau bisa melihatnya? Dia milikku.” Ujar Donghae penuh penekanan dan Youra
merasa perutnya berjumpalitan. Terlebih ketika pandangan Jung Yoon beralih
padanya, seakan meminta penjelasan atas perkataan Donghae barusan.
“Tunggu aku disini, Youra-ya.
Aku akan mengambil mobilku. Dan jika ada pria yang berani menyentuhmu lagi,
akan kupatahkan tangannya.” Geram Donghae tanpa melirik Youra, melainkan memandang
Jung Yoon berang.
Begitu Youra mengangguk, Donghae
pergi secepat mungkin dan berulang kali berbalik, mencoba memberikan tatapan
penuh ancaman pada Jung Yoon sebelum pria itu berbelok dan menghilang dari
pandangan mereka.
“Benarkah itu?” tanya Jung
Yoon ketika siluet Donghae telah lama menghilang. Youra bahkan tak bisa
mengatakan sepatah katapun selain mengangguk membenarkan. Dia bisa merasakan tatapan
Jung Yoon yang menyiratkan kekecewaan dan sebisa mungkin mengabaikannya.
Mereka sama-sama memilih
keheningan setelahnya. Membiarkan kebisingan yang terjadi di sekitar mereka seakan
berada di galaksi yang berbeda. Jung Yoon tak mengucapkan apapun lagi namun
tetap berdiri di samping Youra, separuh berharap bahwa Youra akan menyadari kehadirannya.
Tapi kebisuan yang mereka
pertahankan terusik dengan kehadiran seorang gadis cantik—nyaris bisa di sebut
sebagai Dewi—yang berdiri persis di hadapan Youra dan sedetik kemudian, gadis
itu telah menuangkan seluruh isi sampanye di gelasnya ke atas kepala Youra,
membuatnya dihujani cairan lengket dan memabukkan.
“Nappeun yeoja—Perempuan jalang.” Ujarnya penuh amarah. Matanya menyipit
dan bibirnya tertekuk kebawah.
Cairan itu membasahi rambut
Youra yang tergerai dan menetes ke atas gaun melalui ujung rambutnya,
menimbulkan jejak noda ke sepanjang gaun. Dia kelewat terkejut untuk bisa
mengatakan apapun, sementara Jung Yoon terperangah menatap kejadian itu dengan mata
terbelala. Namun tiba-tiba saja terdengar raungan penuh amarah.
“PARK CHAE RIN!!” panggil Donghae
dengan suara membahana, membuat semua orang terdiam dan menatap mereka dengan
ingin tahu. “Apa yang sedang KAU lakukan?!”
Chae Rin tak gentar menghadapi
kemarahan Donghae dan menjawab dengan nada tinggi. “Dia ini wanita jahat! Dia
menyebabkan semua kesakitan dan ketidakbahagiaanmu, oppa! Dan aku membencinya!”
“Aku tidak peduli jika kau
membencinya atau tidak, tapi cepat minta maaf!” desis Donghae berbahaya.
“Aku tidak mau!” pekik Chae
Rin, menimbulkan bisik-bisik ke seluruh ruangan.
Donghae menarik napas
panjang dan bersiap akan meneriaki gadis itu lagi, namun Youra segera meraih
tangannya yang bebas. “Tunggu,” katanya dalam bisikan parau. “Tidak apa-apa. Aku
baik-baik saja.. dan.. dia tidak melakukan kesalahan apapun..”
Pria itu mengernyit
bingung tetapi segera menghela napasnya. “Baiklah, Park Chae Rin. Aku akan
membiarkanmu kali ini. tapi ingat, jika kau melakukan sesuatu padanya, akan
kupastikan kau tahu bahwa aku bukan manusia. Tapi monster.” Ujar Donghae menahan amarahnya dan memberikan penekanan
pada suku kata terakhir.
“Aku tidak akan menyerah.”
Sergah Chae Rin cepat. Memperparah ketegangan yang ada.
Mereka bertatapan untuk
beberapa detik yang panjang, tetapi kemudian Donghae menarik jemari Youra dan
mereka berdua meninggalkan ruangan tanpa mengucapkan apapun—sementara seluruh
orang sibuk mengambil gambar dan merekam pertengkaran mereka tadi.
***
Donghae tiba di depan tempat
tinggal Youra dan mengucapkan selamat malam pada gadis itu. Dia tidak melakukan
apapun selain tersenyum sampai Youra masuk ke rumahnya yang nyaman dan hangat. Begitu
banyak pikiran yang berkecamuk dalam kepalanya dan Donghae telah memutuskan,
hal pertama yang harus dilakukannya adalah mengunjungi Gong Il Sun.
Lelaki gendut itu masih
terlihat sama meskipun pertemuan mereka secara langsung terjadi sekitar setahun
yang lalu. Meski begitu, mereka tetap saling berkomunikasi melalui telepon
ataupun e-mail. Gong Il Sun bisa di sebut sebagai mata Donghae dalam dunia kriminal dan obat-obatan. Pria itu tadinya
seorang pengedar narkoba dan mengetahui semua berita mengenai pasar gelap. Donghae sendiri sengaja memilih
ponsel sebagai sarana berkomunikasi dan hanya muncul beberapa kali karena dia
tidak ingin membuat Gong Il Sun mengetahui jati dirinya lebih banyak.
“Aku tidak tahu, Donghae-ah.
Aku sudah mencoba menghubungi kenalanku di Kolombia tapi dia juga tidak
mengetahui apapun. El-Chapo adalah orang yang misterius. Aku pikir dia dalang
dari semua LAD tapi semua petunjuk tak ada yang mengarah padanya. Tapi..”
“Tapi apa?” selidik Donghae
waspada. Bertransaksi dengan Gong Il Sun di haruskan untuk memiliki kelihaian.
“Kau tahu, mungkin kau
bisa mendapatkan beberapa informasi penting jika kau mengunjungi ‘tempat itu’.” ujar Gong Il mengangkat
bahu.
Donghae tahu dengan pasti
apa yang dimaksud pria tua itu dengan ‘tempat
itu’, tentu. Tapi Donghae menggeleng keras. “Mereka akan menendangku keluar
jika aku berani muncul disana lagi.”
Gong Il Sun menyeringai
dan berkata dengan nada ringan. “Oh, kedengarannya lebih bagus. Karena mereka
mengancam akan membunuhku jika aku pernah mencoba datang kesana lagi meskipun Cuma
sehelai kumisku.” Secara refleks, Il Sun menyentuh ujung kumisnya dan mengelusnya
beberapa kali.
“Tapi apakah kau yakin aku
akan mendapatkan informasi yang kubutuhkan?”
“Aku tidak tahu,” jawab Gong
Il Sun mengangkat bahu. “Tapi aku mendapat kabar bahwa TRIAD akan ada disana
selama seminggu. Jadi ini waktu yang tepat untuk mencari tahu.”
Gong Il Sun benar. Donghae
harus memastikan siapa orang dibalik peredaran LAD secepat mungkin. “Baiklah,
aku akan mencari cara untuk masuk. Dan seeperti biasa, ini tip untukmu.”
Donghae memberikan lelaki
gendut itu sebuah amplop berisi uang—yang disambut Gong Il Sun dengan riang—lalu
pergi. Dia harus menuju tempat kedua yang akan didatanginya..
Sekitar pukul tiga pagi
dini hari, Donghae tiba di area parkiran Kawasan Perumahan Elit Cheongdamdong. Mobilnya
berderu pelan sebelum mati secara otomatis dan Donghae menjejakkan kakinya ke
atas lantai dingin, menyusuri basement itu dengan perlahan. Semakin dekat
menuju kediaman Kim Kyung Dae—rumahnya.
Sepuluh menit kemudian
Donghae tiba di depan pintu masuk yang dipenuhi ukiran kayu Akasia yang indah.
Dia menekan bel beberapa kali sebelum akhirnya Kyung Dae membukakan pintu
dengan wajah sembab.
“Tidak bisakah kau kemari
lebih awal? Aku baru saja tertidur sepuluh menit yang lalu.” Ujarnya sambil
menguap lebar-lebar. “Kenapa kau baru tiba sepagi ini? Apakah ada sesuatu yang
gawat?” tanya Kyung Dae begitu dia memperhatikan ekspresi wajahnya yang sedikit
kaku.
“Tidak ada,” sanggah Donghae
dan langsung merebahkan dirinya ke atas sofa berlengan di ruang tengah. Matanya
terpaku pada benda persegi berwarna hitam di ujung ruangan. Sebuah koper berukuran
sedang dan dua buah tas yang tampaknya berisi laptop tersusun di kanan dan kiri
koper itu. “Kau mau kemana, Hyung?” tanyanya tanpa memindahkan tatapan dari koper.
“Seperti biasa, perjalanan
bisnis ke China.”
Donghae mengernyit
janggal. Jelas-jelas Kyung Dae berbohong padanya, sebab dia tahu pria itu akan tiba
di Brazil dua hari lagi. “Bolehkah aku ikut?” tanya Donghae lagi, berusaha
menjaga nadanya agar tidak terlalu antusias.
Sejenak raut wajah Kyung
Dae tampak menegang, namun buru-buru ditutupinya dengan senyum kecil. “Sepertinya
aku tidak bisa membiarkanmu pergi kemanapun untuk sementara ini, Donghae-ah.”
Ketika Kyung Dae melihat
wajah Donghae yang berkerut janggal, dia menambahkan. “Namamu berada di posisi
pertama dalam pencarian internet saat ini. aku bahkan tidak bisa membiarkanmu
keluar dari rumah ini karena reporter sedang memburumu.”
“Lakukan sesuatu, Hyung.” Pinta
Donghae resah. Bodoh sekali jika dia menganggap malamnya akan berjalan dengan
mudah. Kenyataannya dia telah membuat keributan dimana seluruh lensa terarah padanya—Youra
dan dirinya.
“Aku sudah melakukan sesuatu, Hae-ah. Tapi aku tidak bisa mencegah semua
video dan foto dari ponsel pribadi di Internet. Kau telah melakukan sesuatu
yang besar, Donghae-ah. Dengan reputasi dan Chae Rin sebagai ‘tunangan’mu, kau membuat wartawan-wartawan
itu girang setengah mati.”
“Tidak akan menjadi
seperti itu seandainya Chae Rin tidak memulai pertengkaran, Hyung. Dia harus
mengerti bahwa dia tidak bisa melakukan apapun yang dia mau.” Ujar Donghae separuh
kesal ketika mengingat tubuh Youra yang penuh tetesan sampanye. Dan semakin
kesal saat gadis itu malah beranggapan Chae Rin tidak melakukan hal yang salah.
Apa maksudnya? Apakah Youra berpikir bahwa dia pantas diperlakukan begitu?
Kyung Dae mengangguk pasif
mendengar bantahan Donghae. “Tapi itulah Chae Rin kita.”
“Tapi tetap saja, aku
tidak suka dia mempermalukan Youra seperti itu. dia bahkan tidak melakukan apapun
pada Chae Rin dan—”
“Dia mencintaimu, uri Chae Rin.” Sela Kyung Dae cepat. Tidak
memberikan kesempatan pada Donghae untuk menumpahkan kekesalannya. “Dia sangat
cemburu. Menangis padaku semalaman dan dia masih tetap mencintaimu.”
Donghae mengerutkan pelipis
dan menggeliat tak nyaman dalam duduknya. “Tapi aku tidak mencintainya seperti itu.
Dia hanya.. yeodongsaeng bagiku, Hyung.”
“Dan gadis itu, kau
mencintainya?”
Jika sebelumnya kening Donghae
mengernyit, kali ini wajahnya terlihat kaget oleh pertanyaan tak terduga Kyung
Dae. Dia terdiam cukup lama sebelum akhirnya menjawab dengan bimbang. “Aku..
tidak tahu. Tapi.. aku menginginkannya.”
Kyung Dae mengamati wajah
Donghae yang menunjukkan kekagetan dengan mata menyipit curiga. “Kau boleh
bersenang-senang dengannya tapi jangan jatuh cinta. Itu akan melukai Chae Rin. Dia
akan sangat menderita.” Ujar Kyung Dae bersungguh-sungguh.
Donghae bangkit dan mulai meninggikan
suaranya. Dia benci kalau Kyung Dae mulai bersikap begitu diktator. “Kau tahu
bahwa aku tidak bisa mencintainya, Hyung! Kenapa kau tidak bersikap jujur? Aku
sudah mengetahuinya sejak lama, Hyung, kau mencintainya, bukan? Cobalah untuk
jujur, sebab aku yakin dia juga mencintaimu.”
Namun entah mengapa Kyung
Dae malah tersenyum dan menggeleng. “Aniyo,”
ujarnya. “Aku ingin melihat kalian berdua berbahagia bersama—”
“Dan kau terluka? Demi
Tuhan, tidak akan, Hyung!”
“Dengar, Chae Rin mencintaimu.
Dia menginginkanmu, Hae-ah, bukan aku. Dan.. aku tidak pantas menerima perasaan
itu dari siapapun. Itu terlalu berlebihan bagiku..”
Mereka bertatapan dan tidak
mengatakan apapun lagi setelahnya. Donghae mengernyit dan memandang Kyung Dae seolah
hendak bertanya ‘apa maksudmu, Hyung?’
namun hingga akhir, niatnya tak pernah diutarakan langsung pada Hyungnya itu. Sejujurnya,
Kyung Dae-lah yang lebih berhak menerima seluruh perasaan tulus dan kasih
sayang Chae Rin, sebab nyatanya pria itu yang selalu ada untuk Chae Rin. Sementara
Donghae selalu menghindari gadis itu dalam banyak kesempatan.
“Ngomong-ngomong, sejak
kapan kau menjalin hubungan dengan gadis itu, Youra Leavanna?” tanya Kyung Dae
tiba-tiba, memecah kesunyian yang menyelimuti mereka beberapa saat.
Donghae berdeham beberapa
kali sebelum menjawab kikuk. Pembahasan mengenai gadis itu selalu saja membuatnya
terlihat payah. “Uhm, sebenarnya kau tidak bisa mengatakan kami sedang menjalin hubungan. Karena kami tak
pernah benar-benar berkomitmen seperti itu. Tapi, yah.. harus kuakui aku cukup
tertarik padanya.” Ungkap Donghae jujur.
Kyung Dae mengangguk tak
kentara dan menelisik ekspresi pada wajah Donghae yang tak nyaman. “Dan aku
rasa dia juga tertarik padamu. Dengan seluruh kehebatan yang di miliki seorang
Haenoki, tidak mungkin dia bisa kabur bukan?” gurau Kyung Dae sambil tersenyum.
“Itu.. sebenarnya.. dia
mengetahui siapa aku sebenarnya, Hyung. Sebab dari awal dia sudah mengenal
diriku sebagai Lee Donghae. Aku tidak mungkin membohonginya lagi karena dia tidak
sebodoh itu untuk dikelabui.”
Wajah Kyung Dae seakan
membiru kehabisan napas ketika mendengar penjelasan Donghae barusan. “Jangan
bilang kau sudah memberitahu gadis itu segalanya.”
Geramnya emosi. “Bukankah kau bersumpah kalau semua itu akan menjadi rahasia
sampai semua pencarian itu selesai? Lee Donghae, aku sudah mati-matian
melindungimu!”
“Hyung! Tenanglah!” seru
Donghae kesal. “Dia tidak akan melakukan apapun dengan rahasiaku—”
“Bagaimana kau bisa tahu?!”
potong Kyung Dae cepat. Kemarahan pria itu tampak jelas dari balik lensa
kacamatanya yang berbentuk persegi. “Kau tidak bisa mempercayai seseorang
dengan mudah, Donghae-ah! Dia mungkin saja—”
“AKU TIDAK MEMPERCAYAI
SESEORANG DENGAN MUDAH, HYUNG!” ujarnya Donghae berang. Mengucapkan setiap suku
katanya dengan penuh emosi. “Dan aku yakin dia tidak seperti itu. Youra
Leavanna tidak akan pernah menyebarkan rahasiaku.” Sambungnya keras. Dan saat
itulah dia menyadari kebenaran dari kata-katanya hampir tidak bisa dipastikan,
namun tidak ada yang bisa mencegahnya untuk tidak
percaya kepada gadis itu. Terlalu kasar jika mengandaikan Youra akan membeberkan
rahasianya kepada publik.
“Bahkan Chae Rin tidak
mengetahui penyamaranmu, Hae-ah. Bagaimana mungkin kau yakin dia tidak akan menceritakan
rahasiamu kepada teman-temannya?”
Donghae menggeleng dan
memejamkan matanya. Perkataan Kyung Dae tadi memang beralasan, namun juga tak
ada yang dapat membuktikan bahwa Youra akan melakukan hal kejam semacam itu. “Aku
tahu dia tidak akan melakukan itu, Hyung. Lagipula yang Chae Rin ketahui hanyalah
kenyataan bahwa aku masih hidup
karena aku sudah melarang Park Ahjussi untuk mengatakan apapun padanya tentang
penyamaranku. ” Desahnya parau, setengah
meyakinkan dirinya bahwa dugaannya benar.
“Tapi kenapa kau
mempercayai gadis itu?” Desak Kyung Dae lagi, seakan mengharapkan sebuah
jawaban riil.
Perlahan Donghae menatap Kyung
Dae dengan raut yang tak terbaca. Ada beribu emosi yang terpapar disana,
menunjukkan dengan jelas bahwa apa yang dipikirkan dan dirasakannya saat ini
bukanlah hal kecil. “Alasannya sama
dengan mengapa aku mempercayaimu, Hyung.” Jawabnya tanpa keraguan.
Kyung Dae terpaku dan sama
sekali tak menyangka jawaban tak terduga itu. Namun ekspresinya berubah menjadi
gelisah, seakan telah mendengar hal yang tak seharusnya. “Kau juga tidak boleh terlalu
mempercayaiku, Hae-ah.” Gumamnya dengan nada menyesal yang tak bisa
disembunyikan.
“Kau tidak bisa mengatakan
hal itu, Hyung. Sebab aku mempercayai siapapun yang aku rasa pantas. Dan aku mempercayaimu.”
“Baiklah, kau benar. Maafkan
aku, aku hanya sangat mengkhawatirkanmu—”
“Hyung!” protes Donghae
lagi. “Berhentilah mengkhawatirkanku sebab aku bukan anak kecil!” Sembur
Donghae dingin dan menghambur ke kamarnya sejurus kemudian.
Dia bisa merasakan tatapan
Kyung Dae dari balik punggungnya, namun Donghae terlalu kesal untuk menggubris
pria itu. Dia benci jika Kyung Dae mulai menjadi over-protective padanya. Tentu saja dia tidak lupa bahwa Kyung Dae
telah melindunginya selama ini. Tapi semua perlindungan itu membuatnya muak. Dia
bukan lagi seorang balita yang harus dituntun berjalan kesana kemari. Dia bisa
berjalan kemana saja yang dia mau—dan memberitahukan kenyataan pada siapapun yang diinginkannya.
Donghae mengempaskan tubuh
diatas kursi kayu berlengan di kamarnya dan memandang ke sekeliling. Tidak ada
yang berubah dari kamar ini. Semuanya masih pada tempatnya masing-masing, sama
seperti kali terakhir dia mengunjungi kamarnya. Bahkan tidak berubah sama
sekali dari sejak kepindahannya ke sebuah rumah—atau bisa disebut gubuk reyot—beberapa
tahun yang lalu. Donghae melihat mejanya sedikit berdebu dan dia memakluminya. Sebab
hanya seorang pembantu keluarga yang diizinkan untuk masuk ke kamar ini dan
membersihkannya seminggu sekali. Keberadaan Donghae bahkan tidak boleh di
ketahui oleh pembantu-pembantu yang lain. Itu sebabnya Kyung Dae tidak
membiarkan siapapun termasuk pembantu, menginap di rumah ini.
Sebersit perasaan bersalah
menyusup ke hatinya saat menyadari semua usaha Kyung Dae untuk menyelamatkannya. Dia tahu bahwa
Hyungnya itu tidak bermaksud buruk, namun entah mengapa selalu saja
keegoisannya mengalahkan akal sehatnya. Donghae merutuki dirinya sendiri dan
dia merasa sangat bersalah sekarang. Pikirannya mengembara pada sebuah memori
lama yang acap kali di pendamnya dalam-dalam; Hari ketika dia bertemu Kyung Dae
di Brazil.
Dan kecurigaannya
berkembang menjadi sebuah ketakutan. Apa yang akan dilakukan Kyung Dae di
Brazil? Membunuh seseorang? Tapi bagaimana jika Hyung-nya yang dibunuh?
Tiba-tiba saja semua perkataan
Youra berhamburan di kepalanya. Gadis itu benar. Ada sesuatu yang aneh pada Kyung
Dae dan sepertinya Kyung Dae berniat merahasiakannya dari dirinya..
***
Mengerikan.
Suasana kantor K-Fashion
saat ini benar-benar mengerikan. Youra bahkan tidak pernah bermimpi bahwa
dirinya akan menjadi buah bibir paling
sensasional di seantero kota Seoul. Sudah tak terhitung banyaknya orang-orang
yang menunjuk dirinya dengan terang-terangan dan mencibirnya secara langsung. Beberapa
bahkan tak bisa berhenti memotret setiap aktivitasnya seharian ini. Semua orang
tidak bisa melepaskan pandangan mereka kurang dari lima menit, sebab siapapun
pasti bertanya-tanya, seperti apa gadis yang membuat Raveiden Haenoki bertekuk
lutut dan mencampakkan Park Chae Rin semalam?
Tetapi yang paling menggelisahkan
adalah sikap permusuhan Ah Gyeong. Wanita dengan tubuh gempal itu menolak untuk
berbicara dengannya selama sehari penuh. Dia memicingkan matanya dengan tak
suka setiap kali Youra lewat dihadapannya dan kemarahannya benar-benar membuat
seluruh orang di ruangan menjadi uring-uringan, sebab Ah Gyeong selalu membuat
keributan kecil seperti sengaja menumpahkan kopi di atas tumpukan laporan baru
lalu meminta maaf dengan histeris kemudian menyalahkan dirinya sendiri karena
kebodohannya. Benar-benar sukses menyindir Youra.
Dan.. Park Jung Yoon. Menghadapi
sunbaenya itu membutuhkan seluruh tekad dan keberaniannya, karena pria dengan
wajah baik hati itu selalu menatapnya sendu, seolah mengharapkan kejadian
semalam hanya ilusi semata. Namun Park Jung Yoon lah yang membelanya ketika dia
di sergap beberapa gadis dari bagian finance
marketing—hal yang seharusnya di lakukan Donghae—sekaligus menyelamatkan
Youra dari para reporter pemburu gossip.
“Istirahatlah untuk tiga
hari ke depan, Youra-ya. Aku akan membicarakannya pada Manajer Kim.” Usul Kyung
Dae sambil menyerahkan segelas kopi hangat padanya.
Youra mengangguk dan
menggumamkan terima kasih dengan berbisik. Dia benar-benar bersyukur dengan kemurahan
hati Jung Yoon yang begitu besar. Sebab yang dibutuhkannya untuk menghadapi
tatapan permusuhan dari semua orang adalah izin kantor. Dia tidak akan tahan
jika harus menerima celaan dan cibiran setiap karyawan K-Fashion lagi.
“Ngomong-ngomong, aku
belum melihat Haenoki-ssi seharian. Apakah dia sedang menghindari wartawan
juga? Kenapa dia tidak datang dan melindungimu?” tanya Jung Yoon tepat sasaran.
Youra menggenggam gelasnya lebih kuat dan mencoba tersenyum.
“Aku tidak tahu.. lagipula
hubungan kami tidak seperti itu..” jawabnya lirih. Benar. Bahkan Youra tidak
memiliki nomor ponselnya. Bagaimana dia bisa menanyakan kabar Donghae hari ini?
mengetahui bahwa pria itu sehat dan sedang menghindari wartawan menjadi mustahil
sebab pilihannya hanyalah bertanya langsung pada Kyung Dae atau Chae Rin.
Jung Yoon mendengus keras
dan menatap Youra skeptis. “Kuharap dia tidak sedang mabuk ketika dia
mengatakan bahwa kau miliknya, karena aku bisa saja meninjunya saat ini.”
“Aku pikir aku sebaiknya
pulang sekarang,” ujar Youra tiba-tiba, berusaha mengabaikan kata-kata Jung
Yoon barusan. Dia tidak menyukai kebenaran yang tersirat di dalam kemarahan Jung
Yoon. Karena nyatanya dia memang tidak tahu apakah Donghae memang hanya
menganggapnya sebagai boneka Barbie yang
bisa di mainkan kapanpun dia suka.
Pintu lift terbuka dan Youra
berjalan dengan sedikit terburu-buru, dia tidak mau jika harus mendengar setiap
bisikan orang-orang di ruangan ini lebih lama lagi. Tetapi kasak-kusuk itu
akhirnya teralihkan ketika Donghae turun dari sebuah mobil biru metalik
mengilat bersama seorang wanita cantik dan—dan seksi. Mereka terlihat dekat dan
intim, berpelukan di depan semua orang dan reporter memotret mereka dengan
ekspresi lapar. Donghae terlihat sangat menikmati semua perhatian yang berhasil
didapatkannya sore itu dengan memberikan sebuah senyuman mempesona tanpa henti.
Dan dalam sekejap, Youra Leavanna terlupakan dari kepala orang-orang.
Tetapi ada sesuatu yang
menggores nadinya dengan kasar. Berdarah dan bernanah tanpa bisa dicegah. Youra
menggigit bibirnya keras-keras, mencoba mengalihkan rasa sakit di dadanya dan berjalan
melewati kerumunan itu secepat yang dia bisa. Namun bagai memancarkan magnet, Donghae
bisa menemukan sosoknya di tengah begitu banyak orang yang berlomba-lomba untuk
mendapatkan gambar mesra mereka. Matanya menyiratkan pesan yang tak bisa
ditangkap Youra. Tidak jika senyum pria itu terpapar jelas di wajahnya, seakan
mengatakan; “Lihatlah, aku tidak butuh
gadis sepertimu, Youra. Aku bisa mendapatkan yang lebih hebat darimu.”
Youra memberengut menatap
Donghae yang sebelah tangannya masih memeluk wanita itu. Menolak untuk mendengar
suara minor dalam kepalanya dan lebih memilih mempercayai apa yang di
saksikannya sekarang.
Akhirnya dia berhasil
melewati kerumunan penuh sesak itu dan mencapai halte bus tanpa pernah berbalik
ke belakang. Beruntung lima menit kemudian bus menjemputnya dengan keadaan separuh
kosong. Youra segera memilih bangku ketiga dari belakang, membuka jendela di
samping kanannya dan menghirup udara dalam-dalam. Tetapi betapa terkejutnya dia
ketika melihat Donghae menaiki bus yang sama dengan tergesa-gesa!
Pria itu menarik napasnya
dengan kesusahan, berdiri menatapnya dengan bimbang. Untuk sejenak Youra
berpikir Donghae akan segera duduk di sebelahnya namun ketika bus mulai
bergerak, pria itu malah duduk di kursi seberang Youra—membiarkan kursi di
sebelahnya kosong.
Youra berusaha sekuat
tenaga untuk tidak mempedulikan Donghae yang terus-terusan menatapnya tanpa
berkata apapun. Meskipun benaknya sudah hampir meledak dengan kejengkelan, Youra
tetap menahan pandangannya ke arah jalan. Dia bahkan tidak menyadari bahwa bus
telah berhenti dan mengangkut satu penumpang lagi. Youra tetap tidak
memperhatikan sang penumpang itu memilih untuk duduk di samping kirinya—padahal
ada begitu banyak kursi kosong. Tetapi belum lima menit, Donghae sudah memecah keheningan.
“Maaf, bisakah kita
bertukar kursi? Gadis di sebelahmu adalah pacarku.” Ujarnya cukup keras untuk
menarik perhatian sampai ke deretan paling depan.
Pria di sebelah Youra terlihat
sedikit bingung namun tetap menuruti permintaan Donghae. Begitu penumpang itu
pindah, Donghae langsung merebahkan dirinya cepat.
“Kenapa kau diam saja?” tanyanya
dengan merendahkan suara. Youra bisa menangkap nada cemas dalam suaranya tetapi
memilih untuk mengacuhkannya.
“Youra-ya. Kau marah
padaku?” bisiknya lagi.
Dengan wajah sebal Youra
memutar kepalanya dan menatap Donghae jengah. “Kenapa kau ada disini? Bukankah
seharusnya kau menemani wanita itu?” ujarnya ketus. Dan Youra merutuki kebodohannya
untuk tampak begitu marah.
“Kita harus bicara.” Tegas
Donghae singkat.
Bus berhenti sepuluh menit
kemudian, membiarkan penumpang mengosongkan kembali kursi dan turun satu
persatu. Donghae dan Youra adalah penumpang terakhir yang turun dan supir bus
harus bersabar ketika mereka bertengkar mengenai siapa yang harus membayar.
“CUKUP!” teriak Donghae keras.
Tangannya menggenggam uang lima ribu won dan meletakkannya di tangan supir bus
yang terlihat kebingungan. “Ambil ini pak, ambil saja sisanya.” Desisnya emosi,
menarik paksa tangan Youra yang ingin memberikan uangnya pada sang supir.
Mereka berjalan dengan
langkah di hentakkan dan Donghae tidak bisa berhenti menggerutu. Dia menyebut
betapa Youra sangat keras kepala dan Youra membalasnya dengan perkataan yang
sama. Ketika akhirnya mereka mencapai pintu rumah Youra, Donghae menghela
napasnya dengan berat.
“Sedang apa disini? Cepat
pergi.” Dengus Youra jengkel saat Donghae malah menunggunya membuka pintu.
“Sudah kubilang kalau kita
harus bicara, bukan? Jadi, cepat buka pintunya.” Perintah Donghae datar.
Youra memelototinya
sejenak namun tetap memutar kenop pintunya dan mengizinkan pria itu masuk. Kamar
yang mungil itu untuk pertama kalinya disinggahi seorang pria dan entah kenapa Youra
menjadi sedikit berdegup memikirkan bahwa keberadaan Donghae di rumahnya bisa
saja berbeda kalau mereka tidak sedang bertengkar.
Donghae mengedarkan
pandangannya ke seluruh sudut tanpa merasa sungkan sedikitpun. Mengamati
barang-barang Youra yang tersusun diatas meja dengan penuh minat dan tersenyum begitu
melihat berbagai ekspresi aneh yang di tunjukkan Youra pada deretan foto
pribadinya.
“Berhenti menertawaiku dan
cepat katakan apa yang kau mau.”
Perkataan itu segera
terlihat efeknya. Donghae berbalik dan berjalan mendekati Youra yang masih berdiri di dekat pintu. Pria itu
tersenyum sedikit melihat ketidakramahan Youra, mencoba mengintimidasinya lewat
tatapan memikat namun Youra bergeming, tidak menunjukkan tanda-tanda bahwa dia
akan balas tersenyum.
“Kenapa kau marah?” tanya Donghae
akhirnya.
“Kenapa aku harus marah? Aku
tidak berhak.” balas Youra. Donghae menatapnya dengan raut wajah menyesal.
“Kau kesal karena wanita
yang bersamaku tadi?” tanya Donghae dan Youra bersedekap. Tidak mengakui
ataupun menyangkal. “Itu semua karena aku ingin melindungimu, Youra-ya. Dengan
begitu para wartawan tidak akan mengganggumu lagi. Ayolah, berhenti marah
seperti itu. Aku sangat kesulitan untuk meyakinkan wanita itu agar mau berakting
didepan kamera.”
Kedua mata Youra menyipit dan
bibirnya mendesis. “Lalu dengan apa kau meyakinkannya? Apakah kau menciumnya
juga?” Dia tidak bisa lagi menahan amarahnya sekarang. Membayangkan kedua
tangan wanita itu melingkari tubuh Donghae sudah cukup menyakitkan tanpa harus
mendengar pengakuan apapun.
“Kau cemburu padanya?”
Pertanyaan Donghae membuat
Youra terkesiap dan langsung saja dia menutupi kegugupannya. “Apa? Aku cemburu—?
Oh, tidak, tidak. Sepertinya aku harus menjelaskan sesuatu padamu, Donghae-ssi.
Aku tidak cemburu sama sekali. Aku hanya ingin tahu apakah kau juga menciumnya
seperti kau menciumku jadi aku bisa membenarkan dugaan bahwa kau memang hanya bermain-main denganku. Itu
saja.”
Dengan satu gerakan cepat,
Donghae telah berhasil memerangkap wajahnya dengan kedua tangannya yang besar. Ekspresi
berpuas dirinya tercetak jelas pada wajah rupawan itu, membuat jantung Youra
membengkak sepuluh kali dan ingin meledak menjadi ribuan keping. Bagaimana
mungkin setelah apa yang diketahuinya malah membuat pria ini meruntuhkan
kewarasannya?
“Tentu saja tidak, Youra. Aku
tidak akan pernah menciumnya. Sebab aku hanya menciummu. Seperti ini,” bisik Donghae
dan bibir pria itu langsung membungkamnya dalam euforia aneh. Kedua mata Youra
menutup dan dalam kepalanya dia bisa melihat jutaan gelembung kebahagiaan
membuncah menjadi kenikmatan. Bibir Donghae mencecapnya perlahan, seperti
menanti reaksi Youra yang saat ini masih membeku—terlalu bahagia untuk merespon
apapun.
Ciuman itu berlangsung
singkat namun sangat dalam. Sama sekali tak membuat napasnya kepayahan. Tetapi
meninggalkan ratusan ingatan tajam ketika Donghae memiringkan kepalanya, berusaha
bergerak sepelan dan selembut mungkin—nyaris membuat kedua lutut Youra goyah.
“Aku hampir lupa kita
berada di kamarmu, sayang.” Bisiknya di telinga Youra, mengembalikan
kesadarannya dengan sebuah kenyataan fatal. Kedua pipi Youra bersemu dan dia
yakin kalau Donghae menciumnya seperti tadi malam, dia pasti tidak akan bisa
mengatakan tidak atau memikirkan penolakan
apapun. Sebab nyatanya, Youra-lah
yang menginginkan pria itu.
“Apakah kau sudah tidak
marah lagi?” Ujar Donghae menahan cengirannya sementara kedua tangannya
melingkari pinggang Youra.
Youra cemberut menatapnya.
“Dasar curang.” Cibirnya namun tak bisa menyembunyikan senyumnya lebih lama lagi.
“Kau harus mengerti bahwa
aku hanya ingin melindungimu, Youra-ya. Sebab aku tak mau kau jadi incaran para
wartawan ketika aku tak ada..” desah Donghae dengan wajah tak bergurau.
“Apa maksudmu?”
Donghae membiarkan
keheningan menguap di sekitar mereka selama beberapa menit. Kedua matanya menatap
manik mata Youra yang terlihat bingung. “Aku.. sudah memutuskan akan mencari
tahu apa yang dilakukan Kyung Dae Hyung di Brazil.” Jawab Donghae sambil
menghela napas.
“Brazil? Tapi, bukankah
Kyung Dae-ssi akan membunuh orang disana? Apakah kau berniat menghentikannya?”
racau Youra panik, sementara Donghae malah memeluknya lebih erat.
“Tidak, Youra-ya. Aku akan
melindunginya. Sama seperti dia
melindungiku dulu. Sebab peluangnya untuk terbunuh
dan dibunuh sama-sama besar. Jadi,
aku akan melindunginya agar dia tetap hidup..”
***
Sudah hampir dua jam
berlalu sejak Donghae meninggalkan rumahnya sore tadi. Pria itu mendekapnya erat,
dan memberikan sebuah ciuman singkat di dahi, lalu berbisik dengan jelas dan perlahan,
“Nal kidaryeo— tunggu aku,” sebelum
akhirnya pergi meninggalkannya dengan hati separuh terluka.
Youra memahami, bahwa ini
adalah keputusan Donghae dan dia tidak akan bisa menghentikan pria itu jika keinginannya
adalah untuk menyelamatkan Kyung Dae. Tetapi tetap saja, jauh di lubuk hatinya,
Youra benar-benar tidak ingin Donghae pergi, sebab firasatnya mengatakan akan
ada sesuatu yang buruk yang akan menimpa pria itu. Itulah sebabnya dia masih
saja terbujur kaku diatas tempat tidurnya yang nyaman, bergelung dibawah
selimut dengan tatapannya tertuju pada sebuah nomor di layar ponsel.
Empat belas digit angka yang
baru saja diperolehnya sore ini membuat Youra gelisah. Dia ingin mendengar
suara pria itu, meski Donghae telah mengatakan bahwa dia akan menonaktifkan ponselnya
selama penerbangan ke Brazil karena dia tidak ingin Kyung Dae mengetahui
niatnya. Donghae telah memesan dua tiket sekaligus; Jepang dan Brazil.
Bersamaan dengan keberangkatan
Kyung Dae ke Brazil malam ini, Donghae juga akan bertolak ke Jepang namun
segera berganti pesawat menuju Brazil. Semua itu dilakukannya hanya untuk memastikan
bahwa Kyung Dae sama sekali tidak mengetahui kalau Donghae akan mengikutinya. Ia
juga mengatakan kalau sebisa mungkin Youra menghindari wartawan dan yang paling
utama, Park Chae Rin. Gadis itu tentu tidak akan diam saja setelah dipermalukan
di depan seratus pasang mata. Mau tak mau Youra bergidik memikirkannya. Bagaimana
jika Chae Rin malah memberitahu wartawan dimana rumahnya?
Tetapi semua ketakutan Youra
terjawab dalam tiga hari berikutnya; tiga hari yang panjang dan melelahkan. Sebenarnya
dia sama sekali tidak melakukan apapun selain mengurung diri di kamar, membaca
buku atau memandangi layar ponselnya yang menjemukan, tetapi pikirannya tak
pernah berhenti bekerja bahkan untuk satu menit saja. Kemarin Jung Yoon memberitahu
bahwa reporter yang mencari dirinya hanya tinggal dua orang saja. Itu berarti
dia sudah bisa masuk ke kantor besok, sebab dia yakin tugas untuknya sudah
menumpuk hingga atap.
Youra menghela napas
dalam-dalam, membuang setiap kegelisahannya karena selama tiga hari belakangan Donghae
tidak kunjung mengabarinya. Ponsel pria itu masih tetap tidak aktif dan semua
pesannya melalui sosial media masih tertunda. Dia semakin gelisah ketika bahkan
e-mailnya juga tidak di balas. Apakah telah terjadi sesuatu yang gawat?
Terdengar suara deru mobil
berhenti tepat di depan rumah mungil Youra dan dadanya seakan gegap gempita
begitu mendengar sebuah ketukan singkat di pintunya. Youra bangkit dan buru-buru
mengganti piyamanya dengan pakaian yang lebih bagus. Dia separuh—sebenarnya
sangat—berharap bahwa yang sedang menantinya di balik pintu itu adalah Donghae.
Youra bahkan sudah memikirkan keluhan-keluhan atas tiga hari tanpa kabar. Namun
ketika memutar selot pintu dan berhasil melihat langsung sang pengunjung, Youra
merasa di terjunkan dari ketinggian seribu meter. Yang dilihatnya sama sekali bukan
Lee Donghae, atau bahkan Park Jung Yoon. Dan yang tadinya paling memungkinkan adalah Ah Gyeong. Tetapi tidak
ada satupun dari mereka yang mengunjunginya selain gadis itu.
Park Chae Rin sedang berdiri
persis di hadapan Youra. Mengenakan kacamata Gucci, memakai dress selutut dengan
mengamit tas jinjing Channel berwarna cokelat pudar dan kakinya yang jenjang di
hiasi boots Vintage limited edition. Benar-benar
penampilan yang berlebihan untuk mengunjungi seorang rakyat jelata.
Dengan gerakan anggun, Chae
Rin membuka kacamata Gucci-nya. Wajah gadis itu datar, kontras sekali dengan ekspresi
Youra yang seakan melihat hantu—pucat seperti kertas. Mereka bertatapan dalam
diam, sama-sama enggan untuk menyapa lebih dulu. Tetapi kenyataannya, otak Youra
sibuk melakukan kalkulasi atas apa yang sedang terjadi. Dia tidak melihat
satupun wartawan di belakang Chae Rin, tidak juga seseorang yang menemaninya. Itu
berarti gadis ini datang sendirian.
“Beri tahu aku,” ucap Chae
Rin sambil melipat kedua tangannya di atas dada. “Aku tahu kau pasti tahu apa
yang disembunyikan Donghae Oppa.”
Youra baru berniat akan
memasang wajah lugu, tetapi terlambat. Ketika nama Donghae diucapkan Chae Rin
dengan begitu jelas, Youra nyaris membelalak, membuat wajahnya terlihat sangat
khawatir dan gelisah. Tentu saja Chae Rin melihatnya. Sebab kini gadis itu semakin
mendesaknya.
“Katakan, Youra-ssi. Aku
sedang tidak ingin berdebat denganmu saat ini. Kedua Oppa-ku hilang tanpa kabar
dan kau masih pura-pura tidak tahu apapun?” suara Chae Rin masih terdengar
angkuh, namun raut wajahnya yang keras perlahan memudar, digantikan dengan kekalutan
dan kesedihan. Untuk beberapa alasan yang tidak masuk akal, Youra merasa kasihan dengan gadis itu.
“Masuklah,” ujar Youra pelan.
Dan sejurus kemudian Chae Rin mengikutinya.
Mereka duduk diujung
tempat tidur Youra yang dipenuhi buku-buku serta beberapa laporannya. Chae Rin
tidak mengeluh atau merasa terganggu dengan pemandangan itu. Sebaliknya, dia
malah merebahkan dirinya tanpa sungkan, memejamkan matanya—yang baru disadari Youra
bahwa tercetak jelas lingkaran hitam di sekeliling mata itu—dan menghela napas berat.
“Apakah kau tahu dimana Donghae
Oppa?” tanya gadis itu membuyarkan lamunan kecil Youra.
“Ne,” jawab Youra pelan. Mata
Chae Rin langsung menatapnya dan meminta penjelasan. “Dia ada di Brazil.”
Tiba-tiba saja Chae Rin
bangkit dengan sangat cepat, hampir seperti melompat berdiri dan wajahnya pucat
pasi. “Brazil? Untuk apa? Dia sudah menemukan pembunuhnya?” serunya panik.
“Bukan,” sanggah Youra sedikit
terkejut. “Donghae-ssi pergi untuk melindungi Kyung Dae-ssi—atau menolongnya—tetapi
sama sekali belum menemukan siapa pembunuh itu.”
Jika tadi wajah Chae Rin hanya
pucat, kali ini tampaknya darah sudah menyusut dari wajahnya—meninggalkan seraut
wajah tanpa rona sama sekali. “Ap—Kyung Dae Oppa di Brazil? Tapi—Donghae Oppa—”
racau gadis itu tak jelas. Berulang kali matanya mengerjap dan menggeleng,
seakan sedang bergelut dengan pikirannya sendiri.
“Chae Rin-ssi, tenanglah,”
ucap Youra setengah takut. Dan detik berikutnya Chae Rin memelototinya.
“Bagaimana aku bisa
tenang? Donghae Oppa sedang di Brazil! Dia tidak boleh ada disana atau dia akan
dibunuh!” raung Chae Rin tak terkendali.
Youra membeku untuk sesaat
dan berusaha menjernihkan kepalanya. “Tapi, Kyung Dae-ssi bahkan tidak tahu
kalau Donghae-ssi mengikutinya ke—”
“Itu masalahnya!” bentak Chae
Rin keras sekali. “Kalau Kyung Dae Oppa mengetahuinya, tentu saja dia tidak
akan pernah membiarkan hal itu terjadi! Setelah semua perlindungan yang
diberikan untuknya, seharusnya Donghae-ssi tidak menjadi begitu gegabah.”
“Bisakah kau menjelaskan
padaku apa yang sebenarnya terjadi antara Donghae-ssi dan Kyung Dae-ssi?” pinta
Youra dengan nada sopan, kendati kepalanya hampir meledak karena informasi yang
baru saja didapatnya; Donghae akan
dibunuh?
Chae Rin menelan ludahnya dan
mengerjap beberapa kali. Kebimbangan tergambar jelas di wajahnya yang indah, membuat
kecantikannya seakan salah tempat. Namun akhirnya gadis itu duduk kembali,
menarik napasnya dalam-dalam dan mulai bercerita dengan suara parau.
“Kau pasti sudah tahu
kalau Kyung Dae Oppa pernah tinggal di Brazil, bukan?” tanyanya pada Youra yang
mengangguk cepat. “Dan kau diberi tahu Hae Oppa kalau orangtuanya dibunuh di Brazil
dan Kyung Dae Oppa yang menyelamatkannya?” tanya Chae Rin lagi dan kembali di
sambut anggukan Youra.
“Tetapi Kyung Dae-ssi sama
sekali tidak tahu siapa pembunuh itu. Dia hanya pelajar di Brazil, bukan?” kali
ini Youra yang melemparkan pertanyaan. Dan betapa terkejutnya dia ketika Chae
Rin menggeleng.
“Sebenarnya Kyung Dae Oppa
mengetahui siapa pembunuh itu. Dia mengenal
mereka. Tetapi dia tetap tidak mau memberitahuku mengapa mafia itu membunuh
orangtua Donghae Oppa. Aku rasa ada semacam konspirasi disana, dan ketika mengetahui
bahwa Donghae Oppa selamat, Kyung Dae Oppa segera membawanya kabur ke Korea, membuat
pembunuh-pembunuh itu mengira bahwa Hae Oppa sudah mati. Itulah sebabnya
mengapa Kyung Dae Oppa sampai repot-repot mengurusi semua pergantian identitas
dan memindahkan Hae Oppa ke Jepang selama beberapa tahun, tidak mengijinkannya
sekolah di luar selain home schooling
dan harus menyamar ketika bertemu orang lain. Karena Donghae Oppa adalah
seseorang yang seharusnya mati.”
Youra bisa merasakan udara
di sekitar mereka semakin dingin dan kegelisahan menyelimuti dirinya lebih
banyak lagi. “Dan.. Kenapa kau tidak memberitahu Donghae-ssi mengenai jati diri
Kyung Dae yang sesunguhnya?”
“Aku sudah bersumpah,
Youra-ssi. Kyung Dae Oppa membuatku bersumpah untuk menutup mulutku rapat-rapat
sebab kalau sampai Hae Oppa tahu, semua perlindungan itu akan menjadi sia-sia! Coba
pikir, seandainya Donghae Oppa diberitahu, dia pasti akan segera ke Brazil, menyerahkan
dirinya pada sang pembunuh, hanya untuk bertanya kenapa! Kyung Dae Oppa berakting seakan dia tidak mengetahui apapun
dan sengaja menjauhkan Donghae Oppa dari informasi apapun yang berhubungan
dengan mafia-mafia itu, sebab dia tidak ingin identitas Hae Oppa diketahui.”
Dada Chae Rin naik turun begitu
menyelesaikan penjelasannya dengan separuh emosi. Matanya mulai berair dan bibirnya
tertarik ke atas, gadis itu sedang berusaha menahan tangisannya. “Dan sekarang
dia malah berada di Brazil.. seperti mengantarkan nyawanya pada
pembunuh-pembunuh itu..” isaknya tertahan.
“Chae Rin-ssi, ada
beberapa fakta yang tidak kau ketahui. Kyung Dae-ssi tidak berhasil menjauhkan Donghae-ssi
dari informasi-informasi mengenai pembunuh orangtuanya, sebab dia berhasil
mendapatkannya tanpa bantuan Kyung Dae-ssi.” Youra menatap kedua mata Chae Rin
lurus-lurus. Kilauan air mata yang menggenang di sudut matanya berubah tajam.
“Apa maksudmu?”
Youra menghela napas dan berusaha
menceritakan hal yang selalu diingatkan Donghae sebagai rahasia. Tapi bukankah Chae Rin sudah menceritakan kebenaran
padanya? “Donghae-ssi mendapatkan semua informasi itu dengan melakukan
penyamaran. Kau mungkin tidak mengenalnya di Gedung K-Fashion, tapi Donghae-ssi
selalu bekerja sebagai cleaning service
jika tidak menjadi Haenoki. Itulah mengapa kau selalu kehilangan jejaknya,
sebab dia melakukan penyamaran itu untuk mendapatkan informasi.”
Kebingungan kini menetap di
wajah Chae Rin. Namun alih-alih membahas soal penyamaran itu, Chae Rin malah
bertanya informasi apa saja yang sudah diketahui Donghae.
“Aku tidak tahu,” jawabnya
berterus terang. “Terakhir kali aku melihatnya menyamar, kami dikepung mafia-mafia
yang sedang bertengkar dan nyaris ketahuan. Tapi sialnya mereka tidak menggunakan
bahasa Korea ataupun Inggris. Jadi aku sama sekali tidak bisa menangkap apa
yang mereka bicarakan.”
Youra sudah merasa setengah
putus asa ketika dia melihat wajah Chae Rin yang berubah antusias. “Kita bisa
mencaritahu..” bisik gadis itu dengan nada gembira yang aneh.
“Bukankah kau bekerja di
bidang IT? Apakah kau bisa menyabotase isi ponsel Donghae Oppa?” tanya Chae Rin
dengan mata berbinar, sementara Youra menatapnya skeptis.
“Tidak bisa, Chae Rin-ssi.
Protokol smartphone berbeda dengan komputer.
Dan situasinya sangat tidak menguntungkan. Karena selain berada di Negara yang sangat
jauh, ponsel Donghae-ssi juga tidak aktif. Akan membutuhkan waktu lama untuk
sekedar melacak sinyal dan menjangkau server setempat. Dan saat itu kita sudah
dikepung Interpol.”
“Tapi, bagaimana dengan e-mail?
Kau bisa menyadapnya tanpa perlu menunggu lama dan dikepung Interpol, bukan?”
Youra memandang wajah Youra
yang bersemangat dan senyumnya terkembang. “Benar,” bisiknya menyetujui. “Kita
bisa mengintai saat ini juga.” Dan Chae Rin mengangguk menyemangatinya.
Setengah jam kemudian, Youra
telah berhasil membuka paksa e-mail Donghae dan membaca setiap kotak masuknya dari
bawah. Tidak banyak nama yang memenuhi
inbox itu. Nama Gong Il Sun sepertinya yang paling sering menjadi sender. Chae Rin segera mencatat alamat
e-mail itu sementara Youra memindahkan isi korespondensi mereka ke laptopnya. Isinya
benar-benar membingungkan. Sebab pesan-pesan yang dikirim selalu singkat.
‘TRIAD at Five Club, Itaewon.’ , ‘Mikio Ono arrived.’
Atau, ‘El Chapo vs Mikio Ono tonight.’
Dan baik Youra maupun Chae
Rin sama sekali tidak mengerti apa dan siapa itu TRIAD, Mikio Ono dan El Chapo.
Meski begitu, mereka bertekad untuk mencaritahu semua arti dari pesan-pesan itu
secepat mungkin.
Di bagian teratas, hanya
ada empat pesan baru dan belum di baca sama sekali. Yang paling atas berasal
dari Youra yang dikirimnya kemarin sore. Dua dari Chae Rin yang menanyakan
posisinya dan pesan ke empat berasal dari Kyung Dae; Tiga hari yang lalu..
Donghae-ah, kupikir aku akan pergi beberapa saat. Sebab belum ada
kepastian kapan aku bisa segera kembali ke Korea. Sebaiknya kau mulai menangani
perusahaan secara berkala karena aku akan mengajukan pengunduran diri dalam
waktu dekat. Sahamku sudah aku alihkan padamu dan seluruh sertifikat sudah
diperbarui oleh Park Ahjussi. Aku juga menitipkan Chae Rin padamu. Tolong
katakan padanya bahwa aku minta maaf karena tidak bisa menemaninya lagi. Jaga
dirimu baik-baik dan tetaplah hidup.
Terima kasih.
Kyung Dae.
“Dasar bodoh!” gerutu Chae
Rin ketika selesai membaca isi pesan itu. Airmatanya telah menetes hingga dagu
dan buru-buru dia menyekanya. “Apa-apaan itu? mengapa itu terdengar seperti
kata-kata terakhir?”
“Sebenarnya.. aku juga
mengetahui sesuatu secara tak sengaja. Kyung Dae-ssi berkata bahwa dia
akan..uhm, membunuh seseorang di Brazil..” bisik Youra enggan. Dia melirik Chae
Rin yang kelihatan amat syok dan tubuhnya mengejang.
“Dasar laki-laki paling
bodoh sedunia!” geramnya penuh amarah. Dia tak lagi mampu menahan emosi yang
memenuhi hatinya dan mulai terisak keras. Youra mengusap punggung gadis itu
perlahan, tetapi Chae Rin segera memeluknya dan menangis tanpa henti.
Mereka tidak bisa lagi
bersikap optimis sekarang. Apalagi yang mereka punyai selain secarik kertas
yang berisi alamat e-mail? Sementara setiap detik mempengaruhi nasib dua orang
pria di benua Amerika itu; Kyung Dae dan Donghae. Youra mengerutkan keningnya
dan berusaha untuk menyingkirkan perasaan pesimis. Dia yakin dan sangat
berharap bahwa Donghae akan baik-baik saja. Tidak ada yang bisa menghentikan
pergerakan takdir, tetapi dia yakin, seluruh penantian dan rasa sakit yang
dialami Donghae akan terjawab. Entah sekarang, ataupun nanti..
***
Hanya
ada angin,
Dan
aku tahu kau merindukanku.
Hanya
dengan rinai hujan,
Aku
dengar kau memanggilku.
Mataku
buta,
Telingaku
tuli,
Dan
tubuhku lumpuh.
Tapi
semua sentuhanmu,
Kurasa.
Semua
senyumanmu,
Kutahu,
Dan
semua kata cintamu,
Kunanti..
『An Illusion – 28 Mei 2014』
Ya, ya, ya!! Itu scane di bus kenapa sok suwiiit baangeet :G
BalasHapusAuthornya pinter ngambil hati readernya nii... Curang :/ akunya kan malah gag bisa protes kalo gini *pout :]x
Aku gag mau komen panjang lebar disini. Mau ngirim message protesku langsung aja lewat e-mail *gag ada yg nanya* :D
Abisnya mau menebus keterlambatan aku hehehe :p
Hapusniceeeeeeeeeeeeeeeeeeeeee
BalasHapusMulai terbongkar sistah" sekalian *-* saya penasaran sekalee~
BalasHapusHehee maaf comment nya cma segini, ga tau mw coment apa lagi ._. Author fighting~ <3