Rabu, 01 Januari 2014

FANFIC: 4 Minutes in Memory [1]

TITLE                        : 4 Minutes in Memory [1]
Alternative title            : 기다리고 있었어요! 봐지? (Kidarigo Isseosseoyo! Bwaji?)
GENRE                      : Action-Romance, AU (Alternate Universe)
RATING                     : NC-21/PG-17
CAST                         : Lee Dong Hae [ 이동해 ]
                                    Youra Leavanna [ 요우라 리판나 ]
                                    Kim Kyung Dae [ 김경대 ]
                                    Park Chae Rin [ 박채린 ]
Author                       :@Aoirin_Sora

NOTE:
Halo lagi!
Ini FF chaptered kedua setelah KenKyu's. mohon dimaklumi kalau ceritanya jelek ya ;__;) 
Maaf juga kalau layoutnya berantakan karena aku nge-post pake laptop sepupuku.
Hope everything is well in 2014.
Happy new year for everyone and wish we'll be better than 2013 :)
well, selamat membaca!

With Love,
Aoirin_Sora


*** PROLOG ***

“Apa kau percaya padaku?”
Youra menatap pria di hadapannya dengan penuh ketakutan. Bibirnya terkulum dan matanya bergerak-gerak gelisah. Keringat menetes perlahan dari dahinya yang tertutup poni sementara tangannya sudah gemetar tak terkendali. “Ya, aku percaya padamu.” Jawab Youra tanpa keraguan.
“Dengarkan aku baik-baik. Jika aku memberimu aba-aba, maka kau harus melepaskan peganganmu. Arajji—kau mengerti?” sambung pria itu dengan sedikit tidak sabar.
Tidak ada yang bisa Youra lakukan selain mengangguk. Lidahnya kelu dan genggamannya sudah mati rasa. Kini perlahan-lahan rasa sakit mulai menjalari seluruh tubuhnya. Dia tahu dia tidak bisa bertahan lebih lama lagi. Youra melirik kebawah, ketempat dimana ombak mengamuk menghantam karang, dan bergidik. Air laut kelihatan dingin dan berbahaya. Sama sekali tidak ada jalan baginya untuk selamat kali ini, bahkan dengan sang penyelamatnya yang sekarang berada didepan mata.
Jika maut memang sudah menantinya, dia harus mengatakan kata-kata terakhir untuk pria ini, yang telah dan selalu melindunginya. “Terima kasih untuk segalanya,” bisik Youra lirih kendati matanya memancarkan ketulusan.
“Jangan bodoh. Kita akan selamat,” ujar laki-laki itu yakin. Untuk sesaat tidak ada yang terdengar selain deburan ombak di bawah kaki mereka. “Youra-ssi..” panggil pria itu dengan nafas tertahan. “SEKARANG!” teriaknya dan seketika itu juga Youra melepaskan tali yang dipegangnya erat-erat.
Semuanya terasa mengabur didalam pandangan Youra. Tidak ada yang bisa dilihatnya selain langit biru yang luas dan sepasang mata coklat yang indah—yang selama ini menjadi muara kecilnya. Youra tidak menyesal bertemu pria itu meskipun dia tidak pernah membayangkan segalanya harus berakhir seperti ini, sebab dia sudah menemukan apa yang dia cari dalam hidupnya. Belahan jiwanya.
Youra terhempas dari ketinggian 32 meter dan air laut langsung menelannya dengan sukacita. Ombak menggulung tubuhnya jauh kedalam hingga dia tidak bisa menemukan oksigen. Dia berusaha menggapai tetapi tubuhnya terasa berat dan kini butiran-butiran air mulai menyelinap ke dalam paru-parunya yang rasanya seperti terbakar—sangat menyakitkan. Youra pasrah ketika kaki dan tangannya membeku karena air laut yang begitu dingin. Samar-samar dia melihat sebuah siluet di kejauhan dan dia tersenyum. Kematiannya sudah di depan mata.
Selamat tinggal.” Batin Youra sebelum kesadarannya menghilang sepenuhnya.


Chapter 1


 YOURA LEAVANNA mematut wajahnya didepan cermin dengan sedikit antusias. Dia telah berulang kali menghafalkan skenario perkenalan diri untuk besok, hari pertamanya bekerja di sebuah perusahaan Fashion terbesar di Seoul. Setelah berusaha selama 3 tahun di negaranya, Youra mencoba melamar pekerjaan di berbagai perusahaan yang berbasis di Seoul dan akhirnya Youra di terima di bagian IT Server di K-Fashion Company dengan hasil yang cukup memuaskan.
Berulang kali Youra tersenyum dan melafalkan berbagai sapaan dan mengulangnya kembali ketika menurutnya sedikit berlebihan. Dia mencoba semuanya, mulai dari seragam, sepatu, hingga make-up yang akan di kenakannya besok. Setelah semuanya cocok dengan keinginannya, Youra mengembalikan barang-barang itu ke tempatnya dengan rapi. Dia bahkan menyetrika ulang kemejanya yang sedikit terlipat dibagian siku, dengan harapan kesempurnaan akan datang sesuai harapan.
Pukul 8 pm KST, Youra mulai membuka facebook dan mengabari temannya satu persatu. Dia memang sudah tiba di Korea 3 hari yang lalu tetapi dia terlalu sibuk mencari tempat tinggal dan membeli peralatan seadanya untuk mengisi kamarnya serta mengurus visa dan masalah imigrasi. Untung saja dia sudah mencari tempat tinggal lewat internet sebelum tiba di Korea, jadi dia hanya perlu mencari alamat rumah sewanya dan membayar separuh deposito yang belum dilunasi ketika dia tiba di Seoul.
Sebenarnya tempat ini tidak bisa di sebut ‘rumah’ secara harfiah. Karena ruangan ini begitu kecil dan hanya terdapat dua sekat yang masing-masing membatasi privasi kamar tidur dan kamar mandi. Begitu membuka pintu, dia akan menemukan dapur di sebelah kirinya dan di pojok kiri ada kamar mandi yang benar-benar mini. Kamar tidurnya begitu mungil dan hanya muat untuk satu kasur serta sebuah lemari pakaian kecil. Meskipun begitu, Youra sudah sangat bersyukur bisa mendapatkan rumah ini sebab lokasinya tidak begitu jauh dari kantornya. Youra hanya perlu duduk manis di bus selama 10 menit dan halte bus sendiri terletak hanya 5 menit berjalan kaki dari rumahnya. Benar-benar keberuntungan yang bagus.
Youra merebahkan dirinya di kasur dan membiarkan laptopnya untuk sementara. Dia sedang mengirimkan pesan kepada sahabatnya yang kini sudah berpencar-pencar. Hanya inilah yang bisa dilakukannya untuk tetap mendengar kabar terbaru mereka. Sesekali mereka melakukan web-chat dan selalu diakhiri dengan perasaan sedih karena tidak bisa berkumpul secara nyata.
Sudah setengah jam tapi belum ada satu balasan pun dari mereka. Sambil menghela nafas, Youra berbaring telentang dan mengambil ponselnya dengan perasaan bimbang. Eomma-nya pasti sudah tidur, tetapi dia tetap ingin memberi kabar..
‘Eomma, besok aku akan masuk kerja. Jangan lupa selalu mendoakanku ya..’
Dan tidak sampai 5 menit, sebuah panggilan dari nomor Eomma langsung berdering. Buru-buru Youra mengangkat telponnya dengan senyum terkembang.
“Jangan khawatir, eomma akan selalu mendoakanmu. Ingat Youra, yang penting harus selalu sabar dan tersenyum.” Ujar Eomma di akhir pembicaraan.
Seperti 3 panggilan sebelumnya, percakapan mereka tetap saja diakhiri tetesan air mata rindu. Baru 3 hari Youra di Seoul tapi dia sudah begitu merindukan eomma-nya dan ingin memeluknya untuk menghilangkan kegelisahan yang bercokol dihati.
Begitu usai melakukan panggilan, Youra mematikan laptopnya dan menyalakan lampu tidur yang bercahaya minim. Dia tidak suka kegelapan total. Itu membuatnya sedikit cemas dan gelisah dalam tidur. Jadi Youra selalu menghidupkan lampu tidur meskipun cahaya lampu jalan menembus kolong pintu rumahnya, menyisakan petak-petak sinar suram yang menghiasi lantai..



Youra berjalan terpogoh-pogoh di tengah lautan manusia yang membanjiri lantai satu. Dia terlalu percaya diri semalam, mencoba berbagai kalimat sapaan untuk sesi perkenalan diri, tetapi dia lupa memasang bekernya untuk bisa terbangun lebih awal. Dia bahkan tidak sempat sarapan. Celaka.
Kaki Youra mencoba melewati kerumunan orang yang berdesakan menunggu antrean lift yang penuh sesak. Dia hanya punya dua jalan keluar; ikut menunggu antrean lift yang sudah pasti akan membuatnya terlambat atau mencari tangga darurat yang akan membuatnya lebih cepat tiba tetapi bajunya akan basah kuyup oleh keringat.
‘Celaka lagi.’ Keluhnya panik.
Mau tak mau Youra berlari menuju tangga darurat di ujung koridor dan membukanya paksa. Dia berlari secepat kilat tanpa memperhatikan sekeliling, bahkan tidak sempat melihat sebuah ember terletak tepat di atasnya.
Bunyi berkelontangan bergema memenuhi ruangan itu ketika Youra menabrak seember penuh air sabun yang berguling-guling ke  bawah dengan cepat. Langsung saja air tumpah membanjiri satu persatu anak tangga.
Benar-benar celaka!  Youra mendongak keatas dan mendapati seseorang menatapnya terkejut dengan kedua tangan memegang pel basah.
“J-Jwisonghamnida.. ahjussi, aku.. benar-benar.. minta maaf.. aku hanya.. jamnya sudah..” pekik Youra kalut dan terbata-bata. Kini baik punggung dan pelipisnya mengucurkan keringat. Kenapa pagi ini sial sekali?
“Geumanhae—sudahlah,” ujar lelaki itu menghela nafas dan turun menyambangi anak tangga terakhir. “Ppalli ka—Cepat pergi.” Sambungnya dengan nada jengkel.
Youra menunduk berkali-kali dan meminta maaf untuk yang kesekian kali namun ahjussi—paman—itu bergeming dan membereskan ember itu tanpa menggubris Youra lagi. Segera saja gadis itu melesat menaiki tangga menuju lantai tiga, ke tempat bosnya yang menunggu kehadirannya pukul 8 tepat.
***


KIM KYUNG DAE menyipit memandang gadis dihadapannya dengan galak. Baru hari pertama bekerja dan gadis ini sudah berkelakuan minus—tiba 3 menit lebih lama dan penampilannya terlihat mengerikan. Meskipun gadis ini berusaha tersenyum namun tetap saja pelipisnya penuh tetesan keringat dan matanya jelas-jelas menunjukkan kecemasan.
Dia memang harus cemas.
“Kau terlambat tiga menit, Youra-ssi,” Kyung Dae sengaja menekan kata-kata terlambat, membuat efeknya langsung terlihat di wajah Youra yang syok. Youra  diam dan senyumnya mulai memudar.
“Ini hari pertamamu bekerja dan aku tidak mau menghabiskan waktuku untuk menceramahimu tentang betapa pentingnya kedisiplinan di perusahaanku.”
Gadis di hadapan Kyung Dae menunduk lebih dalam, tubuhnya seakan mulai merosot dihisap lubang tak kasat mata. “Sekarang tunggu Manajer Park disini, dia akan menujukkan ruanganmu di gedung sebelah.”
Kyung Dae pikir Youra hanya akan mengangguk dan menunduk menatap lantai sampai ia pergi tetapi yang terjadi malah kebalikannya. Youra mendongak dan kedua mata gadis itu melebar, menatapnya terkejut. “Maksudnya aku tidak bekerja di gedung ini?” tanyanya dengan suara melengking.
“Tentu saja tidak,” jawab Kyung Dae cepat-cepat. “Gedung ini khusus untuk fashion team, dan gedung administrasi ada di sebelah. Kupikir kau mendaftar sebagai IT Server di perusahaan ini.”
“Ah, ne..” jawab Youra dan menunduk lagi. Jelas sekali wajahnya diliputi perasaan kecewa. Tetapi sebersit pertanyaan mengganggu Kyung Dae, mengapa gadis ini mendaftar di bagian IT jika dia ingin bekerja di bagian Fashion?
Meskipun pertanyaan itu menyita perhatiannya, Kyung Dae tetap bangkit dan melewati Youra yang tersenyum dan membungkuk, sebelum akhirnya dia pergi meninggalkan Youra sendirian di tengah ruang meeting yang kosong.
Kyung Dae baru saja akan menaiki lift khusus ketika dia mendengar keributan di ujung ruangan. Buru-buru dia mendatangi kerumunan orang yang terdengar kesal dan sama sekali tidak menyadari kehadirannya. Kyung Dae berdeham dan kerumunan di depannya terkejut lalu langsung membungkuk penuh hormat.
“Ada apa?” tanyanya tanpa ekspresi.
“Sajangnim—Boss,” ujar salah satu pegawainya lega. “Aku baru saja hendak menuju ruanganmu. Aku ingin memberitahumu bahwa ahjussi ini telah menumpahkan air sabun di lantai satu dan membuatku terpleset. Karena ulahnya itu desain-desainku menjadi basah dan aku tidak bisa mempresentasikannya untuk meeting pagi ini,” keluhnya mantap.
“Kang Ji Hyuk,” panggil Kyung Dae kepada karyawannya yang memegang berlembar-lembar kertas basah. “Kau pergi libur untuk satu hari ini. Buat ulang semua desainmu dan aku akan mengatakan kepada Ketua Tim Park Jang Geun untuk menunda rapat. Dan kau, ahjussi, ikut aku ke ruangan meeting sekarang.”
Kerumunan mulai membubarkan diri satu persatu sementara Kang Ji Hyuk memandang bosnya dengan frustasi sebelum akhirnya ikut pergi, ke arah yang berlawanan dengan Kyung Dae.
Mereka sampai di ruangan meeting, dimana Youra yang sedang menanti Manajer Park di ruangan itu menatap mereka dengan heran. Kyung Dae berusaha untuk tidak mengacuhkan gadis itu dan segera memelototi pria di hadapannya dengan galak.
“Kali ini apa lagi?” desahnya kesal. “Bahkan belum tengah hari dan kau sudah membuat keributan? Jelaskan padaku.” Perintah Kyung Dae lalu merebahkan tubuhnya ke sofa terdekat.
Tidak ada jawaban apapun dan Kyung Dae mendesah lagi. “Kau tidak mau mengatakan apapun setelah menumpahkan air sabun ke lantai satu?”
“Maaf,” ujar sebuah suara dan Kyung Dae terkejut ketika melihat Youra kini sudah berada di sebelahnya. “Itu bukan perbuatannya, aku lah yang menumpahkan air itu.”
Pengakuan Youra membuat Kyung Dae dua kali lebih terkejut sekarang. Tatapan elangnya menyapu wajah Youra yang berdiri di hadapannya dengan pipi merah padam karena malu. “Jelaskan.” Perintah Kyung Dae dengan suara keras.
Youra menjelaskan semuanya dengan terbata-bata dan kikuk. Bahasa Koreanya masih sedikit kaku namun sepertinya dia tidak berbohong, walaupun kedua matanya memilih menatap lantai dibandingkan mata Kyung Dae. Tadinya dia ingin marah dan berencana akan memecatnya jika masa trainingnya sudah selesai namun entah kenapa pikirannya berubah ketika melihat tubuh Youra yang gemetaran menunggu eksekusi darinya.
Ini pertama kalinya dia melihat gadis seperti ini. Tidak banyak orang yang bersedia mengakui kesalahan mereka. Terlebih di hari pertama bekerja dan reputasi Youra sendiri tidaklah begitu bagus tapi dia berusaha mengakui perbuatannya.
“Kalau begitu ini semua kesalahanmu, Youra-ssi. Aku tidak perlu menjelaskan padamu bahwa kau sudah memiliki nilai minus dan karena ini hari pertamamu bekerja, aku akan berusaha melupakannya. Tapi ingat, jika ada kesalahan-kesalahan lain dalam masa trainingmu, aku akan segera memecatmu.”
Youra mengangguk dengan mata berbinar dan kelegaan yang terpapar jelas di wajahnya. “Kamsahamnida—Terima kasih,” ujarnya lalu membungkuk dalam-dalam.
“Baiklah, untuk sementara, temani Youra-ssi sampai manajer Park tiba. Dan aku harap kau tidak membuat keributan apapun lagi, Donghae-ssi.” ucap Kyung Dae dan menatap Donghae penuh arti, kemudian keluar dan menuju ruangannya di lantai teratas.

***


YOURA menatap pria di depannya dengan sedikit takut. Laki-laki yang di panggil Donghae oleh bossnya tadi tidak mengatakan apapun sejak mereka ditinggalkan berdua saja diruangan ini. Pelan-pelan Youra mengamatinya dengan sembunyi-sembunyi, mencoba mencuri pandang namun gagal. Matanya kini benar-benar terpusat pada ahjussi itu.
Dia tidak tahu harus memanggilnya ahjussi atau Donghae-ssi, sebab penampilannya benar-benar seperti seorang ahjussi. Wajah laki-laki itu penuh dengan janggut dan kumis, bahkan pipinya dipenuhi rambut tipis yang menjalar dari bawah telinganya. Rambutnya panjang dan acak-acakan, mencuat ke berbagai arah dan nyaris menutupi kedua matanya yang memiliki tatapan tajam. Hidung ahjussi itu meruncing mancung namun ujungnya menghitam, seolah tertutup kotoran yang kelihatannya seperti bercak tinta. Tidak hanya di hidung, bercak-bercak itu juga melekat di kanan-kiri pipinya. Membuat Youra bertanya-tanya apa yang dilakukan ahjussi itu sehingga wajahnya menjadi begitu kusam.
“Kenapa?” tanya ahjussi dihadapannya ketika Youra mulai menurunkan tatapannya ke bawah hidung—pada sebuah bibir tipis yang dari tadi cemberut.
Youra terkejut dan buru-buru mengalihkan pandangannya ke pintu masuk. Dia berdeham sekali dan menggeleng sebagai jawaban.
“Kenapa kau mengatakan kepada Sajangnim bahwa kau pelakunya?” sambung suara itu tanpa melihat Youra.
Dengan sedikit takut dan lega, Youra menjawab. “Karena itu memang salahku.”
Ahjussi itu diam saja dan tidak menunjukkan sebuah ekspresi sama sekali. Tatapannya kosong dan bibirnya kembali mencebik ke bawah.
“Maafkan aku,” imbuh Youra dan dia melihat ahjussi itu meliriknya sekilas tetapi tetap mengunci bibirnya rapat-rapat, tidak menjawab permintaan maafnya. Youra mengerucutkan bibir tidak suka. Bukankah dia sudah meminta maaf berulang kali? Kenapa ahjussi ini masih mengacuhkannya?
“Apakah kau tidak bisa mengatakan sesuatu? Aku sudah berulang kali meminta maaf kepadamu dan kau tetap tidak mempedulikanku. Apakah kau masih marah padaku?”
Itulah kata-kata yang ada dipikiran Youra meskipun akhirnya dia tidak memiliki keberanian untuk mengutarakannya. Alih-alih meracau seperti itu, Youra mengatakan hal yang lebih sopan tetapi nada suaranya sedikit meninggi. “Ahjussi, apakah kau memaafkanku?”
Pria itu lalu menggeser kepalanya ke arah Youra dengan perlahan-lahan hingga akhirnya pandangan mereka bertemu. Dan Youra bisa melihat betapa ahjussi ini memiliki bola mata yang indah, berwarna kecoklatan dan seperti memiliki manik di kedua pupilnya, bersinar diantara helaian rambut yang jatuh tak terawat.
“Youra Leavanna-ssi,” panggil ahjussi itu dengan suara pelan.  Dan entah kenapa jantung Youra berdetak tak beraturan mendengar namanya diucapkan oleh pria dihadapannya ini. “Permintaan maaf tidak mengubah apapun.” Ujarnya dingin.
Untuk beberapa saat Youra terhenyak mendengar perkataan ahjussi itu. Dia benar-benar tidak menduganya sama sekali. Dan tiba-tiba saja emosi menguasainya. Namun lagi-lagi Youra tidak mengatakan apapun yang ada dibenaknya saat ini. Dia hanya mampu mendesis jengkel dan menggigit bibirnya kuat-kuat.
Dengan gerakan tiba-tiba, ahjussi itu bangkit dan melangkah keluar, setelah lebih dulu memberikan tatapan sinis kepada Youra dan mendengus menyebalkan. Sementara Youra memandangi kepergiannya dengan menggerutu dan memaki dalam hati. Mengapa dia sempat berdebar ketika ahjussi pemarah itu mengucapkan namanya?



Lima belas menit setelah berdiam diri di ruang rapat, Manajer Park muncul dan meminta maaf atas keterlambatannya. Laki-laki separuh baya ini kelihatan baik hati dan lebih murah senyum dibanding dua orang pria yang sebelumnya ditemui Youra. Dengan lega Youra mengikuti Manajer Park yang membawanya ke gedung sebelah, menuju ruang kerjanya. Selama di perjalanan, Manajer Park menjelaskan banyak hal seperti di lantai berapa tim desainer bekerja, di sebelah mana tempat produksi pakaian dan dimana model-model melakukan pemotretan. Dan dalam perjalanannya pula Youra melihat begitu banyak gadis-gadis cantik yang mengenakan pakaian luar biasa keren yang berlalu-lalang sepanjang gedung.
Meskipun memiliki nama K-Fashion, perusahaan ini tidak hanya bergerak dalam bidang Fashion namun juga sebagai perusahaan konfeksi—memiliki pabrik sendiri dan sebuah aula besar yang di khususkan untuk mengadakan pergelaran busana yang terletak dalam satu komplek yang luas. Perusahaan ini bahkan memiliki sebuah tim produksi yang merangkap desain grafis yang mendesain majalah khusus K-Fashion dan web designer yang bertanggung jawab dalam bagian tampilan situs perusahaan. Oleh karena perusahaan ini sudah sangat mendunia, direktur mereka memutuskan untuk melakukan perlindungan terhadap situs resmi mereka yang kerap kali di kacaukan oleh orang-orang tak bertanggung jawab. Dan itu lah yang akan di kerjakan Youra, menjaga sistem control perusahaan dari tangan-tangan penyusup.
Mereka melewati koridor panjang dan lebar, yang menghubungkan antara main building dan second building. Kedua gedung ini bersisian dan memiliki bentuk yang serupa, walaupun gedung Fashion memiliki 21 lantai, dua kali lebih banyak daripada gedung administrasi. Youra melihat sebuah gedung lagi yang bisa dikatakan seperti pabrik dan tidak jauh dari pabrik itu, ada sebuah aula megah yang didepannya terdapat taman kecil. Dia cukup yakin itu adalah aula pergelaran busana.
Orang-orang yang mereka lewati membungkuk ketika melihat Manajer Park dan tersenyum ramah kepada Youra. Hal itu tak urung membuat Youra tersenyum senang. Setidaknya masih ada orang-orang yang sopan disini.
“Ini ruangan IT, Youra-ssi.” Ujar Manajer Park menunjuk sebuah ruangan yang lumayan luas, memiliki monitor dimana-mana dan setiap meja dibatasi dengan sekat yang memberikan privasi. “Mohon perhatiannya,” seru Manajer Park kepada seluruh orang didalam ruangan. “Ini adalah karyawan baru dan dia akan bekerja sebagai co-administrator.”
Youra maju satu langkah dan mencoba tersenyum. Kepala-kepala yang tadinya menunduk, kini mendongak, menanti dengan antusias. Seperti dugaannya, sebagian besar penghuni ruangan ini adalah laki-laki.
“A—Annyeong Hasimnika, Youra Leavanna imnida. Yeoreobun mannaseo bangapseumnida—Apa kabar, aku Youra Leavanna. Senang bertemu dengan kalian.” Sapanya kikuk lalu menunduk. Beberapa orang menggumam dan balas mengangguk sementara selebihnya hanya menunduk sekilas.
“Itu mejamu, Youra-ssi,” kata Manajer Park untuk yang terakhir kali sebelum mengucapkan selamat bekerja dan kemudian pergi.
Youra duduk di kursinya dan melihat-lihat berbagai perlengkapan kantornya dengan bersemangat. Dia sedang mencoba menghidupkan komputernya yang berada dalam kondisi sleep ketika sebuah tepukan ringan mendarat di bahunya.
“Annyeong!” sapa seseorang di belakangnya. Youra berbalik dan menemukan seorang wanita bertubuh gempal dengan rambut keriting-keriting kecil sedang menatapnya berbinar. Bibirnya tersenyum lebar dan menampakkan deretan gigi berkilau. Wanita ini benar-benar mungil. Bahkan dengan hak sepatunya yang tinggi tetap tidak membuatnya menjulang sedikitpun.
“Annyeong haseyo,” balas Youra dan tersenyum ramah.
Wanita itu terkikik sedikit aneh dan menjawab “Song Ah Gyeong imnida~” sambil mengulurkan tangannya yang berisi. Youra langsung menjabat tangannya dan bergumam, “Ne, Bangapseumnida, Song Ah Gyeong-ssi.”
“Ani—bukan!” pekik Ah Gyeong tiba-tiba. “Song Ah Gyeong-ssi aniyeyo. Ah Gyeongi-yeyo. Eoh?—Bukan Song Ah Gyeong-ssi tapi Ah Gyeongi, oke?” desaknya.
Mau tak mau Youra meringis melihat tingkah Ah Gyeong. “Ne, Ah Gyeongi.” Jawab Youra pasrah.
Ah Gyeong terkikik lagi dan berkata dengan penuh semangat “Selamat bergabung di tim IT K-Fashion! Mulai hari ini kau adalah magnae—junior—disini. Dan karena itu….” kata-kata Ah Gyeong menggantung ketika wanita itu harus pergi ke mejanya dan kembali dengan membawa setumpuk berkas. “Kau harus mengerjakan semua ini dalam waktu 2 hari!” serunya dengan senyum lebar.
Youra memandangi tumpukan berkas yang tingginya bisa mencapai sepinggang dan menelan ludahnya dengan susah payah. Belum ada lima belas menit dia duduk nyaman dikursinya dan kini dia harus menyelesaikan semua ini? Yang benar saja?
“Youra-ya, hwaiting!” ucap Ah Gyeong dengan gaya seperti gadis 17 tahun yang genit. Dia bahkan mengedipkan mata sebelum kembali ke mejanya yang hanya berjarak beberapa meter dari Youra. Sekali lagi Youra memandang tumpukan berkas itu lalu menghela nafas panjang. Mungkin ini adalah tradisi perpeloncoan di Negera Ginseng, memaksa karyawan baru untuk bekerja gila-gilaan..

Maka tidak ada yang bisa dilakukan Youra selain duduk di depan monitor selama seharian penuh. Dia menolak ajakan makan siang dari Ah Gyeong dan beberapa karyawan yang lain. Bagi Youra ini adalah tugas perdananya dan dia tidak ingin merusak citra dirinya di mata Kyung Dae lebih buruk lagi. Tugas-tugas ini harus selesai dalam dua hari. Harus.
“Youra-ya~ kau tidak mau pulang?” tanya Ah Gyeong ketika jarum jam sudah berhenti di pukul 4 sore. Youra tidak bisa menjawab apapun selain menggeleng sopan dan tersenyum. “Sebentar lagi,” imbuhnya dan berharap Ah Gyeong tidak mengganggunya lagi.
“Jangan begitu, kau tidak perlu terlalu serius,” ujar Ah Gyeong dengan nada riang yang malah membuat Youra menggertakkan gigi. Jelas sekali wanita itu yang mengatakan kalau Youra harus menyelesaikannya dalam dua hari. Bagaimana mungkin dia berkata bahwa Youra tidak perlu terlalu serius?
“Aku pikir kau mengatakan bahwa aku harus menyelesaikannya dalam dua hari?” tanya Youra sopan, benar-benar berusaha keras untuk menghilangkan kejengkelannya.
Bibir Ah Gyeong mengerucut dan kedua alisnya bertaut heran. “Memangnya aku bilang begitu, ya?” kilahnya dengan wajah polos.
Sekali lagi Youra harus menggertakkan gigi sementara senyum menghiasi wajahnya. “Aku cukup ingat,” jawab Youra pendek namun segera menyambungnya lagi, “Lagipula hampir selesai, jadi aku akan mengerjakannya sedikit lagi.”
“Baiklah kalau begitu, dadah Youra-ya~” ujar Ah Gyeong sambil melambaikan tangan dan kemudian menghilang dibalik pintu.
Satu-satunya yang diinginkan Youra saat ini hanyalah kasurnya yang mungil. Seharian berkutat dengan deretan huruf dan angka yang masing-masing membentuk bahasa pemrograman cukup membuatnya kelelahan. Dia sama sekali tidak menyangka bahwa pekerjaannya sesulit ini. Youra tahu dia bisa meminta tolong kepada sunbae—senior di sekelilingnya tapi dia masih tidak memiliki nyali untuk merusak konsentrasi orang-orang diruangan ini. Mereka pasti sudah cukup sibuk tanpa perlu Youra ganggu lagi.
Begitu jarum jam menuju ke angka 5, Youra memutuskan untuk pulang. Dia bangkit dari kursinya dan merentangkan tangan dengan bunyi berkeretak yang menyenangkan. Dan saat itulah dia menyadari bahwa hampir seharian ini dia belum memakan apapun selain selembar sandwich pemberian Ah Gyeong tadi. Cepat-cepat Youra melangkahkan kakinya keluar ruangan, berniat sesegera mungkin tiba dirumah.
Namun langkahnya terhenti ketika melewati jendela kantor yang menunjukkan pemandangan gedung sebelahnya. Dia melongok ke atap gedung yang terlihat sepi dan tenang lalu sebuah ide terlintas di benaknya. Akhirnya Youra mengubah tujuannya untuk menyambangi puncak gedung Fashion setelah dia membeli sebungkus sandwich dan sekaleng kopi hangat dari mesin otomatis.
Pelan-pelan Youra membuka pintu atap gedung K-Fashion dan wajahnya seakan membeku. Udara dingin langsung menghantam kedua pipinya, membuat Youra menggigil kedinginan. Buru-buru dia menggenggam kopinya dan membiarkan kehangatan menjalari telapak tangannya dengan perlahan-lahan. Youra baru saja duduk di sebuah kursi didekat pagar pembatas dan hendak merobek bungkus sandwich ketika sebuah suara mengagetkannya dari belakang.
 “Mwo haneun geoya—Apa yang kau lakukan disini?”
Youra terlonjak kaget dan kopi ditangannya hampir saja tumpah. Buru-buru dia berbalik ke belakang dan semakin terkejut ketika melihat pemilik suara tadi. Ahjussi pemarah yang bahkan tidak menunjukkan emosi apapun selain memberikan tatapan intimidasi padanya.
“Duduk dan makan,” jawab Youra singkat dan langsung berbalik menghadap ke depan—pada hamparan langit Seoul yang indah. Dia mendengar langkah kaki ahjussi itu yang semakin dekat dan berusaha tidak mempedulikannya.
“Pergi.” Perintah Ahjussi itu tidak kalah singkat.
Youra menaikkan alisnya tinggi-tinggi dan menoleh, “Kenapa aku harus pergi?” tanyanya sengit.
 “Karena ini tempatku. Jadi, sekarang pergilah.”
Lagi-lagi Ahjussi ini bersikap menyebalkan. Youra harus berulangkali menenangkan dirinya agar tidak kelepasan dan mendelikS kepada Ahjussi di sampingnya ini. Tapi egonya tidak bisa menuruti keinginannya, Youra mengacuhkan ucapan Ahjussi itu dan mengunyah sandwichnya dengan garang. “Tidak mau.” Jawabnya tegas. “Aku juga punya hak untuk duduk disini, kenapa aku harus pergi?”
Suasana sempat hening untuk beberapa saat, namun berhubung Youra tidak bisa menahan rasa penasarannya lagi, dia pun melirik pria disampingnya dengan sembunyi-sembunyi. Dan Ahjussi itu malah memandanginya tanpa berkedip, bahkan tanpa ekspresi apapun. Ketika mata mereka bertemu, tiba-tiba Youra melupakan amarahnya yang meluap-luap. Youra bisa merasakan pipinya bersemu dan dia berdalih bahwa semua ini karena dinginnya udara Seoul, sama sekali tidak ada hubungannya dengan Ahjussi itu—walaupun dia tetap saja mengagumi keindahan bola mata cokelatnya.
“Dasar keras kepala.” Kata Ahjussi itu dengan cukup jelas. Youra langsung membalasnya bahkan tanpa memalingkan muka. “Kau juga Ahjussi yang keras kepala.”
“Apa yang kau inginkan?”
“Aku? Aku hanya ingin duduk disini dan menghabiskan sandwichku. Apa kau keberatan?” ujar Youra sambil mendongakkan kepala dengan angkuh.
Ahjussi itu menyipitkan matanya dan mendengus. “Baik, silahkan makan sepuasmu.” Bentaknya mengerikan lalu segera pergi meninggalkan Youra.
“Apa kau harus begitu menyebalkan?!” geram Youra sia-sia. Dia benar-benar marah sekarang. Bagaimana mungkin satu kesalahan bisa berakibat seburuk ini? Lagipula Youra kan tidak sengaja.  Apakah semua orang Korea memang seperti Ahjussi itu?
Youra meneguk habis isi kaleng kopinya dan meremukkan benda itu menjadi dua. Hari ini hari pertamanya bekerja dan dia sudah memiliki musuh. Benar-benar keberuntungan yang buruk.

***

Sudah seminggu belakangan tidak ada yang bisa Youra lakukan selain duduk di depan layar komputer selama seharian penuh, memeriksa seluruh laporan dan memperbaiki sistem pada program-program yang terminated­—error. Dia hampir kelimpungan menyelesaikan pekerjaan yang tidak kunjung habis. Di saat dia hampir menarik nafas lega karena tugasnya tinggal sedikit lagi, di saat itulah tugas-tugas baru datang dari para sunbae—senior—di sekelilingnya. Youra tidak bisa berbuat apapun selain menerima dengan pasrah. Dia sendiri bingung dengan posisinya yang sekarang merangkap ke berbagai divisi, mulai dari co-administrator, web developer dan bahkan teknisi komputer. Jadi hampir setiap hari Youra melewatkan makan siang dan baru akan menyempatkan diri untuk melahap sebungkus sandwich atau kimbab di atap gedung Fashion ketika kantor sudah sepi.
Entah kenapa dia sangat menyukai tempat itu, meskipun ada seorang ahjussi yang menyebalkan yang selalu berada disana.
Ahjussi menyebalkan dan pemarah itu keesokan harinya kembali lagi dan tanpa mengucapkan sepatah katapun, dia langsung merebahkan tubuhnya ke kursi, tidak membiarkan Youra duduk disana. Tapi Youra tidak menyerahs, dia bersandar di pagar pembatas dan menghabiskan makanannya dalam diam. Mereka tidak mengatakan apapun setelahnya, hanya memandangi semburat ke emasan di langit dengan keheningan yang membuat mereka tenggelam dalam pikiran masing-masing.
Begitu juga dengan hari selanjutnya, tidak ada yang di lakukan Ahjussi itu selain merebahkan diri dan mengeluarkan decakan sinis setiap kali Youra mendatangi tempat itu. Tapi setelah tiga hari, Youra menemukan tempat itu kosong pada hari ke empat. Tidak ada tanda-tanda Ahjussi itu akan datang hari itu. Sampai ketika hari senin tiba dan dia mendengar desahan sebal di atas kursi.
“Keras kepala sekali,” gumam Ahjussi itu sambil bersedekap.
Youra mendengus dan tidak mengacuhkannya. Dia berjalan lurus dan berhenti di dekat pagar pembatas. Namun dengan tidak menoleh kepada Ahjussi itu, Youra menyodorkan sekaleng kopi kepadanya.
“Aku tidak mau.” Katanya cepat dan masih bersedekap.
“Kekanak-kanakan sekali.” Komentar Youra dan dia meletakkan kaleng kopi itu di ujung kursi. “Ahjussi, kau sering kesini ya?” tanyanya berusaha ramah.
“Sudah ku bilang tempat ini tempatku. Jadi jangan kemari lagi.”
Youra menggigit bibirnya dengan masam. Dia tidak menyangka Ahjussi ini masih saja bersikap ketus. Kalau saja tidak terlalu lelah, dia pasti membalas perkataannya. Tetapi Youra diam saja dan menghabiskan minumannya tanpa mengucapkan sepatah katapun lagi.
Mereka kembali membisu, menciptakan keheningan di tengah bisikan angin..

***


LEE DONGHAE terbangun dengan nafas tersengal-sengal dan wajah penuh peluh. Matanya menatap ruangan dengan nanar, menangkap sinar lampu yang menyilaukan dan buru-buru menutup wajah dengan kedua tangannya. Dia mencoba menarik nafas dalam-dalam dan menghembuskannya dengan perlahan lalu berusaha untuk duduk.
Bukan pertama kalinya Donghae mengalami hal seperti ini, tetapi tidak pernah sekalipun dia terbangun tanpa tubuh yang gemetar ketakutan setelah memimpikan kecelakaan itu—kecelakaan yang merenggut nyawa kedua orangtuanya di Brazil. Meski sudah terjadi bertahun-tahun yang lalu, tetapi dia masih bisa mengingat semuanya dengan jelas—malam ketika mobil yang dikendarai ayahnya tertabrak dan mengakibatkan kedua orangtuanya tewas ditempat, meninggalkannya seorang diri didunia. Dia tidak bisa menghapus memori itu walaupun dia berusaha untuk melupakan apa yang terjadi. Tidak, dia memang tidak boleh sampai melupakan hal itu. Sebelum dia berhasil menyelesaikan pencariannya.
Dengan langkah gontai, Donghae berjalan menuju kamar mandi dan membuka pintunya yang sudah dimakan ngengat, namun engselnya lepas ketika Donghae menarik pintu itu. Dia mengerutkan kening dan tanpa bersusah payah memasangnya lagi, Donghae melempar benda itu ke sembarang tempat. Dia bisa memperbaikinya lain kali… atau membiarkan pintunya tanpa engsel.
 Donghae membasuh wajahnya yang kelihatan pucat dengan tetesan air keran. Dibiarkannya air dingin itu mengalir melewati rambut-rambut halus di wajahnya yang rupawan. Tak tanggung-tanggung, Donghae menyiramkan segayung penuh air ke kepalanya dan dia mendesah begitu merasakan udara dingin bercampur dengan sejuknya air membasahi kulit kepalanya. Donghae kemudian mengambil ponselnya dan menekan tombol 1.
“Hyung—(Panggilan untuk kakak laki-laki),” ucapnya begitu panggilan tersambung. “Aku akan ke kawasan belakang Itaewon nanti malam, aku mendengar kabar bahwa Mikio Ono, Yakuza dari Osaka akan tiba di Seoul siang ini.”
Donghae-ya, bisakah kau tidak bergerak sendirian? Aku yakin mereka akan mengenalimu jika kau berada di lokasi pertemuan. Serahkan semuanya padaku, Donghae-ya, aku akan mengirimkan orang untuk memata-matai mereka.”
Donghae menghela nafas gusar dan berkata dengan sedikit sebal. “Tapi aku tidak pernah memperoleh informasi yang memuaskan dari semua orang-orangmu, Hyung. Biarkan kali ini aku yang menanganinya. Aku jamin aku tidak akan mengacaukan apapun.”
Tidak ada jawaban dari ujung sambungan dan Donghae melanjutkan kata-katanya. “Hyung, kalau kau memang khawatir, kau bisa mengirimkan orang-orangmu nanti malam, tapi aku tetap akan berada disana.”
Baiklah. Aku harap kau tidak ketahuan dan semuanya berjalan lancar.
Setelah memutus panggilan, Donghae menyelipkan ponselnya di kantong celana dan meraih mantelnya yang sudah bulukan dari balik pintu. Di sebelah timur, langit Seoul sudah dipenuhi semburat kuning keemasan dan itu artinya dia harus bergegas sebab dia harus tiba di kantor lebih awal dari pegawai yang lain..


Tinggal empat jam dari waktu pertemuan dan Donghae semakin gelisah. Mikio Ono, keturunan ketiga Yakuza generasi Ono itu sudah tiba di Seoul dan dalam waktu beberapa jam akan terjadi transaksi di Itaewon. Tetapi tetap saja Donghae tidak bisa segera menuju kesana saat ini juga, sebab dia baru boleh keluar gedung ketika semua karyawan sudah pulang. Dan salah satu karyawan K-Fashion dihadapannya ini belum juga memutuskan untuk beranjak dari atap gedung Fashion.
“Kenapa kau kembali lagi?” tanya Donghae ketus. Namun gadis dihadapannya terlihat tidak menggubrisnya dan terus-terusan menggigiti biskuit.
“Apa aku harus meminta izinmu untuk datang kesini?” tuntutnya dengan mulut penuh.
Donghae menatapnya dengan kening berkerut. Dia sama sekali tidak menyangka gadis ini sangat keras kepala. Dia yakin sikapnya tidak pernah menunjukkan keramahan sedikitpun tetapi kenapa gadis ini tidak peduli dan terus menerus mendatanginya?
“Pergilah.” Kata Donghae separuh memaksa.
“Ahjussi, mwo mogeuraeyo—Apa yang ingin kau minum?” tanyanya sambil menyodorkan plastik yang berisi beberapa kaleng minuman. “Aku punya kopi, soda dan jus. Ambilah yang kau inginkan.”
Bibir Donghae mencebik kebawah, dia tidak mengerti apa yang diinginkan gadis ini tapi akhirnya dia meraih minuman bersoda dan membuka penutup kalengnya.
Seketika itu juga gadis ini nyengir senang. “Apa?” tukas Donghae salah tingkah.
“Tidak ada, aku hanya senang akhirnya kau menerima niat baikku.” Katanya tersenyum. Donghae memilih diam dan menyeruput minumannya. “Sudah sebulan aku kerja disini dan aku tidak benar-benar memiliki teman yang bisa diajak bicara,” ungkap gadis itu lagi.
“Ahjussi, apakah orang Korea memang sangat serius dalam pekerjaan? Aku tidak berani mengganggu mereka ketika bekerja tetapi aku merasa sangat sulit untuk mengerjakan semuanya sendirian. Menurutmu apa yang harus aku lakukan?”
Donghae menggerutu dalam hati. Kenapa dia harus mendengarkan isi hati karyawan baru ini? Dia sendiri punya begitu banyak hal yang di cemaskannya sekarang. Terlebih lagi, biasanya gadis ini tidak terlalu banyak berbicara, apakah suasana hatinya sedang bagus? Dan sebagai jawaban, Donghae hanya mengedikkan bahu.
“Aku dulu selalu memimpi-mimpikan bisa bekerja di Seoul tetapi tidak kusangka semuanya menjadi sangat rumit. Kau tahu, sudah 3 hari aku tidak tidur untuk menyelesaikan  pekerjaanku. Bagaimana mungkin ada hacker yang terus menerus memaksa memblokade situs K-Fashion? Ah, aku bisa gila,” sambung gadis itu lagi, tak henti-hentinya menghela nafas dan mengusap pelipisnya gugup.
“Apa pekerjaanmu seberat itu?” tanya Donghae akhirnya, setelah tidak bisa menahan rasa iba terhadap gadis dihadapannya.
Gadis itu menoleh padanya dengan cepat dan wajahnya sungguh menyedihkan, bibirnya mengatup dan matanya menyipit—terlihat seakan mau menangis. “Pekerjaanku tidak berat! Aku hanya perlu duduk didepan monitor seharian penuh dan mencegah orang-orang sialan itu menembus sistem web K-Fashion. Tidak berat seandainya mereka berhenti memberiku begitu banyak tugas lain seperti memonitor akun-akun mencurigakan atau mengolah ribuan informasi yang masuk setiap harinya. Bayangkan bagaimana sibuknya aku! Dan ketika aku tiba disini untuk menarik nafas sejenak, kau malah mengusirku pergi! Bagaimana mungkin aku tidak menganggap pekerjaanku berat?”
Kali ini Donghae benar-benar tertegun—bibirnya bahkan sampai membulat dan matanya membesar penuh keterkejutan. Baru kali ini dia melihat seorang gadis meledak-ledak dan mengeluh dalam satu tarikan nafas. Dia salah. Sepertinya suasana hatinya sedang buruk. Donghae bahkan tidak sempat berkata apapun, gadis itu masih saja melanjutkan gerutuannya tanpa bisa dikendalikan.
“Aku hanya bisa tidur beberapa jam dalam seminggu dan mereka selalu—selalu saja menambah kuota pekerjaanku! ‘Youra-ssi, tolong kerjakan ini. Youra-ssi, tolong selesaikan ini.’ Dan mereka tidak repot-repot menanyakan apakah aku bisa mengerjakan itu semua! Oh, aku benar-benar jengkel!” katanya terengah-engah lalu meneguk habis sekaleng penuh minuman di tangannya.
Mau tidak mau, Donghae menatap geli gadis itu, yang tengkuk dan telinganya memerah karena menahan emosi dan pipinya menggembung merah muda. “Kalau kau bisa mengucapkan itu semua kepadaku, kenapa kau tidak mengatakannya kepada karyawan-karyawan yang lain?”
Youra segera cemberut dan mengernyit tidak suka. “Mana mungkin aku mengatakan hal seperti itu didepan mereka semua. Aku bakal tamat kalau mereka mengadukanku kepada Boss.” Kata Youra jujur.
“Dan kau tidak takut jika aku akan mengadukanmu?”
Cepat-cepat Youra memalingkan mukanya dan mengejap menatap Donghae, seakan baru mengetahui ide itu mungkin saja terjadi. “Eh, itu—”
Donghae mendengus dan meneguk minumannya sebelum menjawab keraguan Youra. “Tenang saja, aku tidak melakukan perbuatan rendah seperti itu.” ujarnya tenang.
“Aku yakin aku bisa mempercayaimu.” Kata Youra kemudian. “Terima kasih, Ahjussi.”
“Pulanglah.” Ujar Donghae, alih-alih menjawab ucapan terima kasih Youra.
“Tadinya aku memutuskan untuk menolak ajakan Ah Gyeong untuk makan malam bersama karyawan lain, tapi setelah aku berbicara denganmu, sepertinya lebih baik aku ikut hadir,” senyum Youra hadir di tengah keyakinan atas ucapannya barusan.
Alis Donghae bertaut mendengar perkataan Youra. Dia cukup yakin gadis itu tidak ‘berbicara’ melainkan ‘mengomel’ kepadanya. Tapi Donghae tidak mengatakan apapun lagi, sebab Youra telah bangkit dan merentangkan tangannya sembari menatap langit luas.
“Ah, aku suka senja di Seoul,” ujarnya penuh sukacita, tidak peduli meski angin menerbangkan rambutnya, membuat setiap helai menjadi kusut masai. “Gomawo Ahjussi, dan sampai ketemu lagi,” ucapnya riang lalu pergi meninggalkan Donghae sendirian.
Donghae menatap punggung Youra yang menghilang dibalik pintu dan beranggapan bahwa kejadian yang dialaminya barusan seperti badai yang muncul dan hilang dengan sekejap. Meski begitu tetap saja dia belum pernah menemukan gadis seperti Youra, yang seenaknya saja berkeluh kesah kepadanya, kepada seorang Lee Donghae, bayangan tergelap dalam perusahaan K-Fashion.

Ponsel disakunya bergetar dan buru-buru Donghae menjawab panggilan begitu melihat nama yang tertera di layarnya. “Hyung, aku akan segera ke Itaewon dua puluh menit lagi. Aku tidak akan naik mobilku, lebih baik aku naik bus saja,” ujar Donghae dan sebuah rencana muncul di kepalanya.
Segera setelah dia menutup panggilan, Donghae melesat turun dari atap gedung, menuju ke rumahnya dengan tergesa-gesa. Dia yakin dia akan sempat mengambil ABSOLUT—vodka yang sudah begitu lama disimpannya di lemari—untuk penyamarannya kali ini.
Donghae melompati beberapa tangga sekaligus dan tidak berhenti untuk sekedar menarik nafas, dia terus saja berlari sambil menyusun rencana-rencana brilian yang akan segera dilakukannya di Itaewon nanti..

***



YOURA menyapu pandangannya ke seluruh ruangan di salah satu rumah makan yang terletak di Dongdaemun. Dia terlambat datang ke perjamuan makan malam dan merasa sedikit canggung karena semua orang di ruangan itu benar-benar sedang menikmati makanan mereka. Youra berdiri di sudut ruangan, mengangguk kaku kepada pemilik warung itu dan mencari-cari Ah Gyeong diantara para lelaki yang mulai mengangkat gelas mereka ke udara.
“Youra-ya!” teriak Ah Gyeong begitu melihat sosok Youra di sudut dan dia melambai-lambaikan tangannya, menyuruh Youra mendekat. “Palli wa—cepat kesini.”
Sambil meminta maaf berulang kali kepada orang-orang yang dilewatinya, Youra melesak masuk ke tengah-tengah kursi, ke tempat Ah Gyeong yang memberi sepetak kecil ruang kosong baginya untuk duduk. Begitu dia menghempaskan tubuhnya, Ah Gyeong langsung menyodorkan menu dan mulai berisik.
“Kenapa kau datang lama sekali? Kami pikir kau tidak jadi datang, karena kalau begitu sayang sekali, ini kan pestamu,” kata Ah Gyeong tanpa jeda sedikit pun.
Alis Youra terangkat dan memandang Ah Gyeong dengan terkejut. “EH? Ini pestaku?”
Ah Gyeong menepuk punggungnya dan menatapnya jengah. “Tentu saja! Ini kan pesta penyambutan dirimu, Youra-ya~ sekarang, makanlah yang banyak, kau boleh pilih makanan apa saja”
Kedua pipi Youra menghangat mendengar perkataan Ah Gyeong. Dia sama sekali tidak menyangka bahwa mereka memberikan pesta selamat datang kepadanya. Yah, walaupun sudah sebulan dia bekerja disini. Tetapi tetap saja dia merasa senang dengan semua perlakuan ini, terlebih dia hampir tidak pernah berbicara normal kepada orang-orang di ruangan kerjanya—hanya sebuah percakapan formal dan kaku.
“Gomawo,” ujar Youra tersipu. Dan seketika itu juga semua orang bersulang atas kehadiran Youra, membuat wajahnya semakin memerah. Para pria di ruangan itu memberikan ucapan selamat bergabung sembari menyuguhkan berbagai makanan ke hadapan Youra. Ada Sundae Bokkeum, Ddeokbokki, Twigim dan bahkan Hoddeok. Semua itu makanan terkenal di Dongdaemun dan tanpa ragu Youra mencicipi semuanya.
“Oh, lezat sekali!” seru Youra terpukau. Namun belum lagi dia sempat mengatakan hal lain, Ah Gyeong lagi-lagi sudah menyikutnya.
“Tentu saja lezat! Ini, kau harus mencoba ini. Lihat, baru sebulan kau disini dan aku perhatikan badanmu semakin kurus, Youra-ya,” ujar Ah Gyeong tak memperhatikan Youra yang mendesis jengkel. Salah siapa badannya bisa kurus begini kalau bukan karena tugas-tugas menumpuk itu?
“Aku benar-benar berjuang mengerjakan semua tugas itu. Soalnya aku tidak mau sampai berurusan dengan boss lagi,” keluh Youra jujur. Entah kenapa Ah Gyeong memutar tubuhnya menghadap Youra dengan antusias dan matanya berkilat membara.
“Kau sudah pernah mendapat masalah dari boss, sebelumnya?” tanya Ah Gyeong tertarik. Begitu Youra mengangguk, wanita itu langsung mendesaknya untuk bercerita dengan lengkap dan detail.
Karena dia sama sekali tidak menganggap itu satu hal yang harus di sembunyikan, Youra lalu menceritakan bagaimana semuanya bermula. Dan belum sempat dia menyelesaikan ceritanya dengan utuh, Ah Gyeong telah berkali-kali menyelanya dan mengomentari setiap suku kata yang di ucapkan Youra dengan seruan-seruan yang tidak perlu.
“Jadi kau tidak hanya berurusan dengan Boss tetapi juga Ahjussi itu?” pekik Ah Gyeong semangat. Beberapa orang bahkan terlonjak mendengar suara Ah Gyeong yang nyaring. Buru-buru Ah Gyeong merendahkan suaranya dan berkata lagi. “Omo, Youra-ya, kau benar-benar tidak mengetahui bahwa kau sudah terlibat dengan dua orang paling misterius di K-Fashion!”
 “Apa maksudmu?” tanya Youra bingung.
Ah Gyeong menarik nafas dalam-dalam dan setelah celingukan melihat sekeliling yang tidak memperhatikan mereka, dia mulai berbisik di telinga Youra dengan gaya sok penting. “Kau tentu belum mendengar hal ini, tetapi ini sudah jadi rahasia umum di K-Fashion. Boss kita, Kim Kyung Dae, adalah salah satu businessman termuda di Korea yang sudah mengambil alih perusahaan K-Asia dan merubahnya menjadi K-Fashion Company. Tidak ada yang tahu latar belakang keluarganya dan dia sama sekali bukan anak seorang pengusaha atau apapun. Dia seakan muncul begitu saja dan langsung membeli 85% saham K-Asia yang saat itu diujung kehancuran, mengganti nama perusahaan menjadi K-Fashion dan membuka jalur kerjasama internasional serta menggaet begitu banyak desainer berbakat dalam kurun waktu singkat! Dan hingga saat ini tidak ada yang mengetahui siapa sebenarnya boss kita itu. Dia tidak pernah terlihat bergandengan bersama wanita manapun dan kabarnya para pemegang saham juga tidak dapat melacak masa lalu boss kita. Bukankah itu sungguh aneh? Yah, walaupun dia bukan tipikal boss diktator yang dibenci karyawannya, tapi semua orang di K-Fashion beranggapan bahwa Boss termasuk orang yang bertangan besi. Jadi sebaiknya, jangan sampai kau mendapat masalah lagi.”
Youra mengerutkan keningnya penasaran setelah mendengar penjelasan Ah Gyeong yang benar-benar panjang dan terdengar sedikit menakutkan. Bayangannya tentang Kim Kyung Dae memang bukanlah seseorang yang murah hati dan ramah. Dia sendiri setengahnya membenarkan perkataan Ah Gyeong, bahwa dia tidak boleh sampai berurusan lagi dengan bossnya itu.
“Tapi bagaimana dengan Ahjussi? Sepertinya dia tidak semenakutkan boss kita,” ujar Youra yang segera dibalas pelototan Ah Gyeong.
“Kau salah!” bisiknya tak sabar. Ah Gyeong membungkuk dan menarik kepala Youra lebih dekat. “Kalau ada yang lebih misterius dari boss kita, pastilah Ahjussi itu!”
Youra hanya sempat membuka mulut tanpa mengucapkan apapun, sebab Ah Gyeong segera menyelanya. “Aku sudah hampir 3 tahun bekerja di K-Fashion dan belum pernah sekalipun menguak misteri Ahjussi itu. Dia muncul di perusahaan hanya beberapa hari dalam seminggu dan sisanya menghilang entah kemana. Ahjussi itu tidak pernah berbicara di depan karyawan lain dan menurut gossip, dia hanya mau berbicara dengan Boss. Aku juga heran kenapa Boss mau mempekerjakan seseorang seperti Ahjussi itu. Menurut kabar yang beredar, Ahjussi itu adalah salah satu preman jalanan dan dia sudah pernah terlibat dengan begitu banyak kekerasan. Ada yang bilang dia jadi seperti itu karena anak istrinya mati di bunuh preman lain dan kemudian dia tidak pernah tersenyum lagi. Bukankah itu mengerikan? Itu sebabnya tidak ada yang berani mendekatinya!”
Benar. Youra menyadari bahwa Ahjussi itu hanya terlihat beberapa kali dalam seminggu dan selebihnya menghilang. Awalnya dia pikir pekerjaan bersih-bersih gedung memiliki shift yang bisa diganti-ganti tetapi sepertinya hanya Ahjussi itu yang memiliki kebebasan untuk datang sesuka hati. Tapi.. benarkah bahwa Ahjussi yang menyebalkan itu preman?
“Tapi, apakah dia sudah setua itu untuk dipanggil Ahjussi?”
Ah Gyeong mengedikkan bahunya. “Entahlah. Tidak ada yang mengetahui kenapa dia bisa dipanggil Ahjussi. Tetapi jika melihat wajahnya yang berantakan seperti itu, siapapun akan memanggilnya Ahjussi. Lagi pula dia sendiri tidak keberatan, bukan? Yah, walaupun dia memang tidak pernah berbicara kepada siapapun sih,” tukas Ah Gyeong mengangguk-angguk.
Kali ini salah. Youra bahkan sudah melakukan beberapa percakapan dengan Ahjussi itu, tetapi entah kenapa dia tidak memberitahu Ah Gyeong tentang hal ini. Youra beranggapan bahwa apa yang telah dibicarakannya dengan Ahjussi itu adalah sesuatu yang bersifat pribadi dan rahasia.
“Nah, saranku, selain Kim Kyung Dae, direktur K-Fashion Company, kau juga harus berhati-hati pada Ahjussi itu, jangan sampai terlibat sesuatu dengannya, Youra-ya. Dia seorang preman misterius yang salah-salah bisa melukaimu,” tandas Ah Gyeong dengan gaya mengesankan.
Sebuah anggukan dari kepala Youra membuat Ah Gyeong menegapkan diri dan mencomot Twigim—sejenis tempura—lalu menggigit satu tusukan penuh. Dia tidak menyadari perubahan ekspresi wajah Youra yang semakin muram, memikirkan seluruh kata-kata Ah Gyeong yang berputar-putar dikepalanya.
Tapi Ahjussi itu tidak kelihatan seperti orang jahat—meskipun dia memang menyebalkan—dan Youra pikir dia akan kelihatan lebih baik seandainya mau mencukur janggut serta kumisnya yang memenuhi wajah dan lebih sering tersenyum. Tapi benarkah anak dan istrinya dibunuh? Youra sendiri tidak begitu yakin akan hal itu, meskipun berkali-kali dia menghela nafas panjang.
Beberapa orang menawari Youra segelas soju dan dia buru-buru menolak dengan sopan. “Maaf, aku tidak kuat minum arak,” kilah Youra dan mereka langsung terlihat kecewa. Sebagai ganti Youra, Ah Gyeong menawarkan diri untuk menghabiskan semua minuman yang ada. Alhasil, suasana semakin meriah dengan sorakan dan tepuk tangan disana-sini.
Dengan gelisah Youra melirik jam tangannya. Sudah hampir tengah malam dan orang-orang disini hampir mabuk sepenuhnya. Jika dia menunggu lebih lama lagi, Youra yakin dia akan ketinggalan bus terakhir dan harus berjalan kaki menuju rumahnya. Setelah menimbang-nimbang untuk beberapa saat, akhirnya Youra berbisik kepada salah satu rekannya, Park Jung Yoon yang juga sedang menyemangati Ah Gyeong untuk meneguk habis sebotol soju.
“Jwiseonghamnida—maaf,” ujar Youra pelan. Park Jung Yoon menatapnya tersenyum. “Bus terakhir tinggal beberapa menit lagi, jadi aku harus pulang sekarang.”
“Sudah larut dan jalanan sudah sepi. Bagaimana kalau aku mengantarmu?” tawar rekannya dan Youra langsung menolak.
“Oh, terima kasih, tapi tidak usah. Halte bus hanya beberapa blok dari sini dan aku yakin masih banyak orang dijalanan. Tolong jaga Ah Gyeong saja,” pinta Youra sambil membungkuk. Pria di hadapannya tersenyum dan kemudian mengucapkan “Hati-hati di jalan,” dengan tulus, memandangi kepergian Youra dengan sedikit cemas.


Tapi tebakan Youra meleset.
Dia sama sekali tidak tahu bahwa setelah beberapa blok dari rumah makan tadi, jalanan di sekitar Dongdaemun begitu sepi dan tidak terlihat seorangpun diluar pada jam segini. Tetapi sepertinya bukan ini jalan yang dilewatinya ketika datang pertama kali. Dan jelas sekali bahwa dia sedang tersesat. Papan diatas kepalanya bertuliskan Namdaemun Market Street dan tidak ada apapun disini selain bunyi deritan pintu-pintu yang mengerikan. Youra menatap jalanan didepannya ragu. Dia tidak tahu harus melangkah kemana sebab tidak ada satu orangpun disekitar sini yang bisa dia tanyai. Dia juga harus menerima nasib buruknya karena ponselnya mati—kehabisan baterai.
Dengan langkah yang penuh tekad, Youra berjalan melewati kedai-kedai yang sudah tutup dan tidak berpenghuni. Bibirnya komat-kamit berdoa dengan ketakutan dan tubuhnya gemetar. Ada persimpangan dan Youra memilih untuk berbelok ke kanan, sambil terus berharap bahwa dia bisa menemukan seseorang untuk ditanyai.
Beruntung, lima menit setelah melewati persimpangan itu, Youra mendengar suara-suara didepannya dan langsung saja dia mempercepat jalannya menuju sumber suara—dengan langkah tergesa-gesa.
Tetapi apa yang diharapkannya ternyata sama sekali berbeda.
Sekitar 5 orang laki-laki berbadan tegap tengah berkumpul di sudut jalan, masing-masing memegang sebotol bir ditangan dan tertawa-tawa seperti orang mabuk. Mereka berpaling menatap Youra secara serentak dan tersenyum mengerikan begitu melihat wajah Youra yang menjadi pucat pasi.
“Halo manis, sedang apa disini? Kau tersesat?” tanya salah seorang dari mereka dan berjalan mendekati Youra perlahan-lahan.
Youra merasa kedua kakinya membeku ditempat dan tubuhnya gemetaran. Hal yang paling ditakutinya seumur hidup kini terjadi didepan mata. Dia tahu seharusnya dia segera lari dan meminta tolong, tetapi tenggorokannya seakan tercekat sementara kedua kakinya tidak bisa melakukan apa yang di perintahkan otaknya—untuk berlari.
“Sini, biar aku tunjukkan kepadamu jalan pulang, sayang. Ayo kesini,” bujuk berandalan itu semakin mendekat. Beberapa orang dibelakangnya terlihat begitu semangat dan tangan mereka terjulur hendak menyentuh Youra.
Saat itulah Youra menemukan suaranya kembali. Dia berteriak dan segera berlari tanpa mengetahui kemana kakinya melangkah. Yang ada dipikirannya saat ini hanyalah kabur, menjauh dari berandalan-berandalan liar itu. Youra bisa mendengar derap langkah kaki mereka yang persis dibelakangnya dan dia mulai menangis ketakutan.
“Jangan lari, sayang. Oh, kau mau main petak umpet ya? Tunggu saja, aku akan segera menangkapmu, manis.” Ujar seseorang dibelakang Youra. Hal itu membuatnya semakin mempercepat larinya dan dia tidak punya waktu untuk melihat sekeliling.
Dia tidak sempat melihat ketika seseorang muncul dari perempatan, menghadang jalan dihadapannya lalu mencengkram tubuh Youra dengan cepat. Laki-laki itu menyeringai dan barisan gigi kuning tak terawatnya berdesis liar. “Aku mendapatkanmu, sayang.” Ujarnya membuat bulu roma Youra berdiri.
“Kumohon, jangan—Kumohon lepaskan aku—” racau Youra ketakutan. Airmatanya sudah menetes deras dan tubuhnya menggigil tanpa henti.
“Pegangi dia.” Perintah pria itu ketika teman-teman berandalnya muncul dengan nafas terengah-engah. “Ayo kita bersenang-senang, manis.” Bisiknya menakutkan.
Youra berteriak dan memberontak sekuat yang dia mampu namun mereka hanya tertawa dan menyeret tubuh Youra dengan mudah, seakan menikmati semua perlawanan yang dia berikan. Mereka menghempaskan tubuh Youra dengan kasar ke tanah sementara Youra masih menjerit dan memohon.
Namun tiba-tiba saja terdengar bunyi berderak keras dan salah satu diantara berandalan itu roboh ke tanah dengan darah mengaliri kepalanya. Serentak mereka semua menengadah menatap seseorang yang memegang sebuah balok yang tengah menetesi darah dan sebotol minuman keras ditangannya.
“Pergi.” Ucapnya dingin.
Tubuh Youra semakin gemetaran sementara berandalan-berandalan itu menggeram dan sumpah serapah terdengar dari mulut mereka. Dan entah bagaimana, semuanya menjadi begitu kacau. Bunyi berkeretak, teriakan-teriakan kesakitan serta darah yang menetes dimana-mana menjadi pemandangan yang membuat Youra menahan nafas. Kepalanya hanya dipenuhi ucapan Ah Gyeong beberapa jam yang lalu;
“Kau juga harus berhati-hati pada Ahjussi itu, jangan sampai terlibat sesuatu dengannya, Youra-ya. Dia seorang preman misterius yang salah-salah bisa melukaimu.”
Dan kini Ahjussi itu malah berdiri menjulang dihadapannya. Matanya yang tajam itu seolah menembus pikiran Youra yang terdalam, membuat jantungnya berpacu gila-gilaan. “Ayo pergi,” ujarnya singkat. Dan tanpa menunggu jawaban apapun dari Youra, Ahjussi itu menarik tangannya dan membawa Youra pergi, ditengah malam yang dingin, tanpa tahu apa yang akan dilakukan pria itu terhadapnya..

***

4 komentar:

  1. Yeeiiyyy..... story about my bias :D kalo sequel KenKyu kepending karena ff ini, saya rela dehh....pake banget malah. Haha :P

    Karena ini masih chapter pertama, jadi masih banyak teka-teki yg belum terbaca. Tapi ada sedikit clue yg membuat saya menebak-nebak
    "Siapa sebenarnya Lee Donghae?"
    Benar-benar misterius. Membuat kadar penasaran saya semakin meningkat /? #apalah

    Sempet mikir diawal cerita karena donghae dibikin tua, soalnya beda sama prolognya. Saya pikir itu kisah masa lalu Donghae? tapi sepertinya bukan.

    Bagaimanapun kisahnya, saya berharap ff ini gag kalah bagus dari KenKyu story :D *masang tampang melas*

    BalasHapus
    Balasan
    1. dari dulu aku kepingin bikin Donghae 'beda' dari sosok aslinya yang suka senyum dan penggombal, jadinya aku bikin dia disini sebagai ahjussi *plak* hehe engga ding, ada maksud lain kok kenapa Donghae jadi jenggotan(?)

      aaamiiiiiinnnnn >< plot garis besar udah jadi dan next chapter masih on progress karena datanya belum lengkap, so be patient ya :p

      Hapus
  2. Apa donghae ahjussi????
    Pingsan gue -_-

    BalasHapus
  3. Ternyata ga cuman ahjussi yg mencurigakan, ternyata bos nya jga ya :3 oke lanjut ya authorr fightingg~

    BalasHapus