Alternative title :
기다리고 있었어요! 봐지? (Kidarigo Isseosseoyo! Bwaji?)
GENRE :
Action-Romance, AU (Alternate Universe)
RATING :
NC-21/PG-17
CAST :
Lee Dong Hae [ 이동해 ]
Youra Leavanna [ 요우라 리판나 ]
Kim Kyung Dae [ 김경대 ]
Park
Chae Rin [ 박채린 ]
Author :@Aoirin_Sora
NOTE:
Halo lagi!
Ini FF chaptered kedua setelah KenKyu's. mohon dimaklumi kalau ceritanya jelek ya ;__;)
Maaf juga kalau layoutnya berantakan karena aku nge-post pake laptop sepupuku.
Hope everything is well in 2014.
Happy new year for everyone and wish we'll be better than 2013 :)
well, selamat membaca!
With Love,
Aoirin_Sora
*** PROLOG ***
—
“Apa kau percaya padaku?”
Youra menatap pria di hadapannya dengan penuh
ketakutan. Bibirnya terkulum dan matanya bergerak-gerak gelisah. Keringat
menetes perlahan dari dahinya yang tertutup poni sementara tangannya sudah
gemetar tak terkendali. “Ya, aku percaya padamu.” Jawab Youra tanpa keraguan.
“Dengarkan aku baik-baik. Jika aku
memberimu aba-aba, maka kau harus melepaskan peganganmu. Arajji—kau mengerti?” sambung pria itu dengan
sedikit tidak sabar.
Tidak ada yang bisa Youra lakukan selain
mengangguk. Lidahnya kelu dan genggamannya sudah mati rasa. Kini perlahan-lahan
rasa sakit mulai menjalari seluruh tubuhnya. Dia tahu dia tidak bisa bertahan
lebih lama lagi. Youra melirik kebawah, ketempat dimana ombak mengamuk
menghantam karang, dan bergidik. Air laut kelihatan dingin dan berbahaya. Sama
sekali tidak ada jalan baginya untuk selamat kali ini, bahkan dengan sang
penyelamatnya yang sekarang berada didepan mata.
Jika maut memang sudah menantinya, dia
harus mengatakan kata-kata terakhir untuk pria ini, yang telah dan selalu
melindunginya. “Terima kasih untuk segalanya,” bisik Youra lirih kendati matanya
memancarkan ketulusan.
“Jangan bodoh. Kita akan selamat,” ujar
laki-laki itu yakin. Untuk sesaat tidak ada yang terdengar selain deburan ombak
di bawah kaki mereka. “Youra-ssi..” panggil pria itu dengan nafas tertahan. “SEKARANG!”
teriaknya dan seketika itu juga Youra melepaskan tali yang dipegangnya
erat-erat.
Semuanya terasa mengabur didalam pandangan
Youra. Tidak ada yang bisa dilihatnya selain langit biru yang luas dan sepasang
mata coklat yang indah—yang selama ini menjadi muara kecilnya. Youra tidak
menyesal bertemu pria itu meskipun dia tidak pernah membayangkan segalanya harus
berakhir seperti ini, sebab dia sudah menemukan apa yang dia cari dalam
hidupnya. Belahan jiwanya.
Youra terhempas dari ketinggian 32 meter
dan air laut langsung menelannya dengan sukacita. Ombak menggulung tubuhnya
jauh kedalam hingga dia tidak bisa menemukan oksigen. Dia berusaha menggapai
tetapi tubuhnya terasa berat dan kini butiran-butiran air mulai menyelinap ke
dalam paru-parunya yang rasanya seperti terbakar—sangat menyakitkan. Youra
pasrah ketika kaki dan tangannya membeku karena air laut yang begitu dingin. Samar-samar
dia melihat sebuah siluet di kejauhan dan dia tersenyum. Kematiannya sudah di
depan mata.
“Selamat
tinggal.” Batin Youra sebelum kesadarannya menghilang sepenuhnya.
Chapter 1
YOURA LEAVANNA mematut wajahnya didepan cermin
dengan sedikit antusias. Dia telah berulang kali menghafalkan skenario
perkenalan diri untuk besok, hari pertamanya bekerja di sebuah perusahaan Fashion
terbesar di Seoul. Setelah berusaha selama 3 tahun di negaranya, Youra mencoba
melamar pekerjaan di berbagai perusahaan yang berbasis di Seoul dan akhirnya Youra
di terima di bagian IT Server di K-Fashion Company dengan hasil yang cukup
memuaskan.
Berulang kali Youra
tersenyum dan melafalkan berbagai sapaan dan mengulangnya kembali ketika
menurutnya sedikit berlebihan. Dia mencoba semuanya, mulai dari seragam,
sepatu, hingga make-up yang akan di kenakannya besok. Setelah semuanya cocok
dengan keinginannya, Youra mengembalikan barang-barang itu ke tempatnya dengan
rapi. Dia bahkan menyetrika ulang kemejanya yang sedikit terlipat dibagian
siku, dengan harapan kesempurnaan akan datang sesuai harapan.
Pukul 8 pm KST, Youra
mulai membuka facebook dan mengabari
temannya satu persatu. Dia memang sudah tiba di Korea 3 hari yang lalu tetapi
dia terlalu sibuk mencari tempat tinggal dan membeli peralatan seadanya untuk
mengisi kamarnya serta mengurus visa dan masalah imigrasi. Untung saja dia
sudah mencari tempat tinggal lewat internet sebelum tiba di Korea, jadi dia
hanya perlu mencari alamat rumah sewanya dan membayar separuh deposito yang
belum dilunasi ketika dia tiba di Seoul.
Sebenarnya tempat ini
tidak bisa di sebut ‘rumah’ secara harfiah. Karena ruangan ini begitu kecil dan
hanya terdapat dua sekat yang masing-masing membatasi privasi kamar tidur dan
kamar mandi. Begitu membuka pintu, dia akan menemukan dapur di sebelah kirinya
dan di pojok kiri ada kamar mandi yang benar-benar mini. Kamar tidurnya begitu
mungil dan hanya muat untuk satu kasur serta sebuah lemari pakaian kecil. Meskipun
begitu, Youra sudah sangat bersyukur bisa mendapatkan rumah ini sebab lokasinya
tidak begitu jauh dari kantornya. Youra hanya perlu duduk manis di bus selama
10 menit dan halte bus sendiri terletak hanya 5 menit berjalan kaki dari
rumahnya. Benar-benar keberuntungan yang bagus.
Youra merebahkan dirinya
di kasur dan membiarkan laptopnya untuk sementara. Dia sedang mengirimkan pesan
kepada sahabatnya yang kini sudah berpencar-pencar. Hanya inilah yang bisa
dilakukannya untuk tetap mendengar kabar terbaru mereka. Sesekali mereka
melakukan web-chat dan selalu diakhiri dengan perasaan sedih karena tidak bisa
berkumpul secara nyata.
Sudah setengah jam tapi
belum ada satu balasan pun dari mereka. Sambil menghela nafas, Youra berbaring
telentang dan mengambil ponselnya dengan perasaan bimbang. Eomma-nya pasti
sudah tidur, tetapi dia tetap ingin memberi kabar..
‘Eomma, besok aku akan masuk kerja. Jangan lupa selalu mendoakanku
ya..’
Dan tidak sampai 5 menit,
sebuah panggilan dari nomor Eomma langsung berdering. Buru-buru Youra
mengangkat telponnya dengan senyum terkembang.
“Jangan khawatir, eomma
akan selalu mendoakanmu. Ingat Youra, yang penting harus selalu sabar dan
tersenyum.” Ujar Eomma di akhir pembicaraan.
Seperti 3 panggilan
sebelumnya, percakapan mereka tetap saja diakhiri tetesan air mata rindu. Baru
3 hari Youra di Seoul tapi dia sudah begitu merindukan eomma-nya dan ingin
memeluknya untuk menghilangkan kegelisahan yang bercokol dihati.
Begitu usai melakukan panggilan,
Youra mematikan laptopnya dan menyalakan lampu tidur yang bercahaya minim. Dia
tidak suka kegelapan total. Itu membuatnya sedikit cemas dan gelisah dalam
tidur. Jadi Youra selalu menghidupkan lampu tidur meskipun cahaya lampu jalan
menembus kolong pintu rumahnya, menyisakan petak-petak sinar suram yang
menghiasi lantai..
Youra berjalan
terpogoh-pogoh di tengah lautan manusia yang membanjiri lantai satu. Dia
terlalu percaya diri semalam, mencoba berbagai kalimat sapaan untuk sesi
perkenalan diri, tetapi dia lupa memasang bekernya untuk bisa terbangun lebih
awal. Dia bahkan tidak sempat sarapan. Celaka.
Kaki Youra mencoba
melewati kerumunan orang yang berdesakan menunggu antrean lift yang penuh
sesak. Dia hanya punya dua jalan keluar; ikut menunggu antrean lift yang sudah
pasti akan membuatnya terlambat atau mencari tangga darurat yang akan
membuatnya lebih cepat tiba tetapi bajunya akan basah kuyup oleh keringat.
‘Celaka lagi.’ Keluhnya panik.
Mau tak mau Youra berlari
menuju tangga darurat di ujung koridor dan membukanya paksa. Dia berlari
secepat kilat tanpa memperhatikan sekeliling, bahkan tidak sempat melihat
sebuah ember terletak tepat di atasnya.
Bunyi berkelontangan
bergema memenuhi ruangan itu ketika Youra menabrak seember penuh air sabun yang
berguling-guling ke bawah dengan cepat.
Langsung saja air tumpah membanjiri satu persatu anak tangga.
Benar-benar celaka! Youra
mendongak keatas dan mendapati seseorang menatapnya terkejut dengan kedua
tangan memegang pel basah.
“J-Jwisonghamnida..
ahjussi, aku.. benar-benar.. minta maaf.. aku hanya.. jamnya sudah..” pekik
Youra kalut dan terbata-bata. Kini baik punggung dan pelipisnya mengucurkan
keringat. Kenapa pagi ini sial sekali?
“Geumanhae—sudahlah,” ujar lelaki itu menghela
nafas dan turun menyambangi anak tangga terakhir. “Ppalli ka—Cepat pergi.” Sambungnya dengan nada
jengkel.
Youra menunduk
berkali-kali dan meminta maaf untuk yang kesekian kali namun ahjussi—paman—itu bergeming dan membereskan ember
itu tanpa menggubris Youra lagi. Segera saja gadis itu melesat menaiki tangga menuju
lantai tiga, ke tempat bosnya yang menunggu kehadirannya pukul 8 tepat.
***
KIM KYUNG DAE menyipit memandang
gadis dihadapannya dengan galak. Baru hari pertama bekerja dan gadis ini sudah berkelakuan
minus—tiba 3 menit lebih lama dan penampilannya terlihat mengerikan. Meskipun gadis
ini berusaha tersenyum namun tetap saja pelipisnya penuh tetesan keringat dan matanya
jelas-jelas menunjukkan kecemasan.
Dia memang harus cemas.
“Kau terlambat tiga menit, Youra-ssi,” Kyung Dae sengaja menekan kata-kata
terlambat, membuat efeknya langsung terlihat di wajah Youra yang syok. Youra diam dan senyumnya mulai memudar.
“Ini hari pertamamu
bekerja dan aku tidak mau menghabiskan waktuku untuk menceramahimu tentang
betapa pentingnya kedisiplinan di perusahaanku.”
Gadis di hadapan Kyung Dae
menunduk lebih dalam, tubuhnya seakan mulai merosot dihisap lubang tak kasat
mata. “Sekarang tunggu Manajer Park disini, dia akan menujukkan ruanganmu di
gedung sebelah.”
Kyung Dae pikir Youra
hanya akan mengangguk dan menunduk menatap lantai sampai ia pergi tetapi yang terjadi
malah kebalikannya. Youra mendongak dan kedua mata gadis itu melebar, menatapnya
terkejut. “Maksudnya aku tidak bekerja di gedung ini?” tanyanya dengan suara
melengking.
“Tentu saja tidak,” jawab Kyung
Dae cepat-cepat. “Gedung ini khusus untuk fashion team, dan gedung administrasi
ada di sebelah. Kupikir kau mendaftar sebagai IT Server di perusahaan ini.”
“Ah, ne..” jawab Youra dan
menunduk lagi. Jelas sekali wajahnya diliputi perasaan kecewa. Tetapi sebersit pertanyaan
mengganggu Kyung Dae, mengapa gadis ini mendaftar di bagian IT jika dia ingin
bekerja di bagian Fashion?
Meskipun pertanyaan itu menyita
perhatiannya, Kyung Dae tetap bangkit dan melewati Youra yang tersenyum dan
membungkuk, sebelum akhirnya dia pergi meninggalkan Youra sendirian di tengah ruang
meeting yang kosong.
Kyung Dae baru saja akan menaiki
lift khusus ketika dia mendengar keributan di ujung ruangan. Buru-buru dia
mendatangi kerumunan orang yang terdengar kesal dan sama sekali tidak menyadari
kehadirannya. Kyung Dae berdeham dan kerumunan di depannya terkejut lalu langsung
membungkuk penuh hormat.
“Ada apa?” tanyanya tanpa
ekspresi.
“Sajangnim—Boss,” ujar salah satu pegawainya lega. “Aku
baru saja hendak menuju ruanganmu. Aku ingin memberitahumu bahwa ahjussi ini telah
menumpahkan air sabun di lantai satu dan membuatku terpleset. Karena ulahnya
itu desain-desainku menjadi basah dan aku tidak bisa mempresentasikannya untuk
meeting pagi ini,” keluhnya mantap.
“Kang Ji Hyuk,” panggil
Kyung Dae kepada karyawannya yang memegang berlembar-lembar kertas basah. “Kau
pergi libur untuk satu hari ini. Buat ulang semua desainmu dan aku akan
mengatakan kepada Ketua Tim Park Jang Geun untuk menunda rapat. Dan kau,
ahjussi, ikut aku ke ruangan meeting sekarang.”
Kerumunan mulai membubarkan
diri satu persatu sementara Kang Ji Hyuk memandang bosnya dengan frustasi
sebelum akhirnya ikut pergi, ke arah yang berlawanan dengan Kyung Dae.
Mereka sampai di ruangan meeting,
dimana Youra yang sedang menanti Manajer Park di ruangan itu menatap mereka dengan
heran. Kyung Dae berusaha untuk tidak mengacuhkan gadis itu dan segera
memelototi pria di hadapannya dengan galak.
“Kali ini apa lagi?”
desahnya kesal. “Bahkan belum tengah hari dan kau sudah membuat keributan?
Jelaskan padaku.” Perintah Kyung Dae lalu merebahkan tubuhnya ke sofa terdekat.
Tidak ada jawaban apapun dan Kyung Dae
mendesah lagi. “Kau tidak mau mengatakan apapun setelah menumpahkan air sabun
ke lantai satu?”
“Maaf,” ujar sebuah suara dan Kyung Dae
terkejut ketika melihat Youra kini sudah berada di sebelahnya. “Itu bukan
perbuatannya, aku lah yang menumpahkan air itu.”
Pengakuan Youra membuat Kyung Dae dua kali
lebih terkejut sekarang. Tatapan elangnya menyapu wajah Youra yang berdiri di
hadapannya dengan pipi merah padam karena malu. “Jelaskan.” Perintah Kyung Dae
dengan suara keras.
Youra menjelaskan semuanya dengan terbata-bata
dan kikuk. Bahasa Koreanya masih sedikit kaku namun sepertinya dia tidak
berbohong, walaupun kedua matanya memilih menatap lantai dibandingkan mata
Kyung Dae. Tadinya dia ingin marah dan berencana akan memecatnya jika masa
trainingnya sudah selesai namun entah kenapa pikirannya berubah ketika melihat tubuh
Youra yang gemetaran menunggu eksekusi darinya.
Ini pertama kalinya dia melihat gadis
seperti ini. Tidak banyak orang yang bersedia mengakui kesalahan mereka.
Terlebih di hari pertama bekerja dan reputasi Youra sendiri tidaklah begitu
bagus tapi dia berusaha mengakui perbuatannya.
“Kalau begitu ini semua kesalahanmu, Youra-ssi.
Aku tidak perlu menjelaskan padamu bahwa kau sudah memiliki nilai minus dan
karena ini hari pertamamu bekerja, aku akan berusaha melupakannya. Tapi ingat, jika
ada kesalahan-kesalahan lain dalam masa trainingmu, aku akan segera memecatmu.”
Youra mengangguk dengan mata berbinar dan kelegaan
yang terpapar jelas di wajahnya. “Kamsahamnida—Terima kasih,” ujarnya lalu membungkuk dalam-dalam.
“Baiklah, untuk sementara, temani
Youra-ssi sampai manajer Park tiba. Dan aku harap kau tidak membuat keributan
apapun lagi, Donghae-ssi.” ucap Kyung Dae dan menatap Donghae penuh arti,
kemudian keluar dan menuju ruangannya di lantai teratas.
***
YOURA menatap pria di depannya dengan sedikit
takut. Laki-laki yang di panggil Donghae oleh bossnya tadi tidak mengatakan
apapun sejak mereka ditinggalkan berdua saja diruangan ini. Pelan-pelan Youra
mengamatinya dengan sembunyi-sembunyi, mencoba mencuri pandang namun gagal. Matanya
kini benar-benar terpusat pada ahjussi itu.
Dia tidak tahu harus memanggilnya ahjussi
atau Donghae-ssi, sebab penampilannya benar-benar seperti seorang ahjussi. Wajah laki-laki itu penuh
dengan janggut dan kumis, bahkan pipinya dipenuhi rambut tipis yang menjalar
dari bawah telinganya. Rambutnya panjang dan acak-acakan, mencuat ke berbagai
arah dan nyaris menutupi kedua matanya yang memiliki tatapan tajam. Hidung
ahjussi itu meruncing mancung namun ujungnya menghitam, seolah tertutup kotoran
yang kelihatannya seperti bercak tinta. Tidak hanya di hidung, bercak-bercak
itu juga melekat di kanan-kiri pipinya. Membuat Youra bertanya-tanya apa yang
dilakukan ahjussi itu sehingga wajahnya menjadi begitu kusam.
“Kenapa?” tanya ahjussi dihadapannya
ketika Youra mulai menurunkan tatapannya ke bawah hidung—pada sebuah bibir
tipis yang dari tadi cemberut.
Youra terkejut dan buru-buru mengalihkan
pandangannya ke pintu masuk. Dia berdeham sekali dan menggeleng sebagai
jawaban.
“Kenapa kau mengatakan kepada Sajangnim
bahwa kau pelakunya?” sambung suara itu tanpa melihat Youra.
Dengan sedikit takut dan lega, Youra
menjawab. “Karena itu memang salahku.”
Ahjussi itu diam saja dan tidak
menunjukkan sebuah ekspresi sama sekali. Tatapannya kosong dan bibirnya kembali
mencebik ke bawah.
“Maafkan aku,” imbuh Youra dan dia melihat
ahjussi itu meliriknya sekilas tetapi tetap mengunci bibirnya rapat-rapat,
tidak menjawab permintaan maafnya. Youra mengerucutkan bibir tidak suka. Bukankah
dia sudah meminta maaf berulang kali? Kenapa ahjussi ini masih mengacuhkannya?
“Apakah kau tidak bisa mengatakan sesuatu?
Aku sudah berulang kali meminta maaf kepadamu dan kau tetap tidak
mempedulikanku. Apakah kau masih marah padaku?”
Itulah kata-kata yang ada dipikiran Youra meskipun
akhirnya dia tidak memiliki keberanian untuk mengutarakannya. Alih-alih meracau
seperti itu, Youra mengatakan hal yang lebih sopan tetapi nada suaranya sedikit
meninggi. “Ahjussi, apakah kau memaafkanku?”
Pria itu lalu menggeser kepalanya ke arah
Youra dengan perlahan-lahan hingga akhirnya pandangan mereka bertemu. Dan Youra
bisa melihat betapa ahjussi ini memiliki bola mata yang indah, berwarna
kecoklatan dan seperti memiliki manik di kedua pupilnya, bersinar diantara helaian
rambut yang jatuh tak terawat.
“Youra Leavanna-ssi,” panggil ahjussi itu
dengan suara pelan. Dan entah kenapa jantung
Youra berdetak tak beraturan mendengar namanya diucapkan oleh pria dihadapannya
ini. “Permintaan maaf tidak mengubah apapun.” Ujarnya dingin.
Untuk beberapa saat Youra terhenyak mendengar
perkataan ahjussi itu. Dia benar-benar tidak menduganya sama sekali. Dan tiba-tiba
saja emosi menguasainya. Namun lagi-lagi Youra tidak mengatakan apapun yang ada
dibenaknya saat ini. Dia hanya mampu mendesis jengkel dan menggigit bibirnya kuat-kuat.
Dengan gerakan tiba-tiba, ahjussi itu
bangkit dan melangkah keluar, setelah lebih dulu memberikan tatapan sinis
kepada Youra dan mendengus menyebalkan. Sementara Youra memandangi kepergiannya
dengan menggerutu dan memaki dalam hati. Mengapa dia sempat berdebar ketika ahjussi
pemarah itu mengucapkan namanya?
Lima belas menit setelah berdiam diri di
ruang rapat, Manajer Park muncul dan meminta maaf atas keterlambatannya. Laki-laki
separuh baya ini kelihatan baik hati dan lebih murah senyum dibanding dua orang
pria yang sebelumnya ditemui Youra. Dengan lega Youra mengikuti Manajer Park
yang membawanya ke gedung sebelah, menuju ruang kerjanya. Selama di perjalanan,
Manajer Park menjelaskan banyak hal seperti di lantai berapa tim desainer
bekerja, di sebelah mana tempat produksi pakaian dan dimana model-model melakukan
pemotretan. Dan dalam perjalanannya pula Youra melihat begitu banyak gadis-gadis
cantik yang mengenakan pakaian luar biasa keren yang berlalu-lalang sepanjang gedung.
Meskipun memiliki nama K-Fashion,
perusahaan ini tidak hanya bergerak dalam bidang Fashion namun juga sebagai
perusahaan konfeksi—memiliki pabrik sendiri dan sebuah aula besar yang di
khususkan untuk mengadakan pergelaran busana yang terletak dalam satu komplek
yang luas. Perusahaan ini bahkan memiliki sebuah tim produksi yang merangkap desain
grafis yang mendesain majalah khusus K-Fashion dan web designer yang
bertanggung jawab dalam bagian tampilan situs perusahaan. Oleh karena perusahaan
ini sudah sangat mendunia, direktur mereka
memutuskan untuk melakukan perlindungan terhadap situs resmi mereka yang kerap
kali di kacaukan oleh orang-orang tak bertanggung jawab. Dan itu lah yang akan
di kerjakan Youra, menjaga sistem control perusahaan dari tangan-tangan
penyusup.
Mereka melewati koridor panjang dan lebar,
yang menghubungkan antara main building
dan second building. Kedua gedung ini
bersisian dan memiliki bentuk yang serupa, walaupun gedung Fashion memiliki 21
lantai, dua kali lebih banyak daripada gedung administrasi. Youra melihat sebuah
gedung lagi yang bisa dikatakan seperti pabrik dan tidak jauh dari pabrik itu, ada
sebuah aula megah yang didepannya terdapat taman kecil. Dia cukup yakin itu
adalah aula pergelaran busana.
Orang-orang yang mereka lewati membungkuk
ketika melihat Manajer Park dan tersenyum ramah kepada Youra. Hal itu tak urung
membuat Youra tersenyum senang. Setidaknya masih ada orang-orang yang sopan
disini.
“Ini ruangan IT, Youra-ssi.” Ujar Manajer
Park menunjuk sebuah ruangan yang lumayan luas, memiliki monitor dimana-mana
dan setiap meja dibatasi dengan sekat yang memberikan privasi. “Mohon
perhatiannya,” seru Manajer Park kepada seluruh orang didalam ruangan. “Ini
adalah karyawan baru dan dia akan bekerja sebagai co-administrator.”
Youra maju satu langkah dan mencoba
tersenyum. Kepala-kepala yang tadinya menunduk, kini mendongak, menanti dengan
antusias. Seperti dugaannya, sebagian besar penghuni ruangan ini adalah
laki-laki.
“A—Annyeong Hasimnika, Youra Leavanna
imnida. Yeoreobun mannaseo bangapseumnida—Apa
kabar, aku Youra Leavanna. Senang bertemu dengan kalian.” Sapanya kikuk
lalu menunduk. Beberapa orang menggumam dan balas mengangguk sementara selebihnya
hanya menunduk sekilas.
“Itu mejamu, Youra-ssi,” kata Manajer Park
untuk yang terakhir kali sebelum mengucapkan selamat bekerja dan kemudian
pergi.
Youra duduk di kursinya dan melihat-lihat berbagai
perlengkapan kantornya dengan bersemangat. Dia sedang mencoba menghidupkan komputernya
yang berada dalam kondisi sleep
ketika sebuah tepukan ringan mendarat di bahunya.
“Annyeong!” sapa seseorang di belakangnya.
Youra berbalik dan menemukan seorang wanita bertubuh gempal dengan rambut keriting-keriting
kecil sedang menatapnya berbinar. Bibirnya tersenyum lebar dan menampakkan
deretan gigi berkilau. Wanita ini benar-benar mungil. Bahkan dengan hak
sepatunya yang tinggi tetap tidak membuatnya menjulang sedikitpun.
“Annyeong haseyo,” balas Youra dan
tersenyum ramah.
Wanita itu terkikik sedikit aneh dan menjawab
“Song Ah Gyeong imnida~” sambil mengulurkan tangannya yang berisi. Youra
langsung menjabat tangannya dan bergumam, “Ne, Bangapseumnida, Song Ah
Gyeong-ssi.”
“Ani—bukan!”
pekik Ah Gyeong tiba-tiba. “Song Ah Gyeong-ssi
aniyeyo. Ah Gyeongi-yeyo. Eoh?—Bukan Song
Ah Gyeong-ssi tapi Ah Gyeongi, oke?” desaknya.
Mau tak mau Youra meringis melihat tingkah
Ah Gyeong. “Ne, Ah Gyeongi.” Jawab Youra pasrah.
Ah Gyeong terkikik lagi dan berkata dengan
penuh semangat “Selamat bergabung di tim IT K-Fashion! Mulai hari ini kau
adalah magnae—junior—disini. Dan
karena itu….” kata-kata Ah Gyeong menggantung ketika wanita itu harus pergi ke
mejanya dan kembali dengan membawa setumpuk berkas. “Kau harus mengerjakan semua
ini dalam waktu 2 hari!” serunya dengan senyum lebar.
Youra memandangi tumpukan berkas yang
tingginya bisa mencapai sepinggang dan menelan ludahnya dengan susah payah. Belum
ada lima belas menit dia duduk nyaman dikursinya dan kini dia harus
menyelesaikan semua ini? Yang benar
saja?
“Youra-ya, hwaiting!” ucap Ah Gyeong dengan
gaya seperti gadis 17 tahun yang genit. Dia bahkan mengedipkan mata sebelum
kembali ke mejanya yang hanya berjarak beberapa meter dari Youra. Sekali lagi
Youra memandang tumpukan berkas itu lalu menghela nafas panjang. Mungkin ini
adalah tradisi perpeloncoan di Negera Ginseng, memaksa karyawan baru untuk
bekerja gila-gilaan..
Maka tidak ada yang bisa dilakukan Youra
selain duduk di depan monitor selama seharian penuh. Dia menolak ajakan makan
siang dari Ah Gyeong dan beberapa karyawan yang lain. Bagi Youra ini adalah
tugas perdananya dan dia tidak ingin merusak citra dirinya di mata Kyung Dae
lebih buruk lagi. Tugas-tugas ini harus selesai dalam dua hari. Harus.
“Youra-ya~ kau tidak mau pulang?” tanya Ah
Gyeong ketika jarum jam sudah berhenti di pukul 4 sore. Youra tidak bisa
menjawab apapun selain menggeleng sopan dan tersenyum. “Sebentar lagi,”
imbuhnya dan berharap Ah Gyeong tidak mengganggunya lagi.
“Jangan begitu, kau tidak perlu terlalu
serius,” ujar Ah Gyeong dengan nada riang yang malah membuat Youra
menggertakkan gigi. Jelas sekali wanita itu yang mengatakan kalau Youra harus
menyelesaikannya dalam dua hari. Bagaimana mungkin dia berkata bahwa Youra
tidak perlu terlalu serius?
“Aku pikir kau mengatakan bahwa aku harus
menyelesaikannya dalam dua hari?” tanya Youra sopan, benar-benar berusaha keras
untuk menghilangkan kejengkelannya.
Bibir Ah Gyeong mengerucut dan kedua alisnya
bertaut heran. “Memangnya aku bilang begitu, ya?” kilahnya dengan wajah polos.
Sekali lagi Youra harus menggertakkan gigi
sementara senyum menghiasi wajahnya. “Aku cukup ingat,” jawab Youra pendek namun
segera menyambungnya lagi, “Lagipula hampir selesai, jadi aku akan
mengerjakannya sedikit lagi.”
“Baiklah kalau begitu, dadah Youra-ya~” ujar
Ah Gyeong sambil melambaikan tangan dan kemudian menghilang dibalik pintu.
Satu-satunya yang diinginkan Youra saat
ini hanyalah kasurnya yang mungil. Seharian berkutat dengan deretan huruf dan
angka yang masing-masing membentuk bahasa pemrograman cukup membuatnya kelelahan.
Dia sama sekali tidak menyangka bahwa pekerjaannya sesulit ini. Youra tahu dia
bisa meminta tolong kepada sunbae—senior
di sekelilingnya tapi dia masih tidak memiliki nyali untuk merusak konsentrasi
orang-orang diruangan ini. Mereka pasti sudah cukup sibuk tanpa perlu Youra
ganggu lagi.
Begitu jarum jam menuju ke angka 5, Youra
memutuskan untuk pulang. Dia bangkit dari kursinya dan merentangkan tangan
dengan bunyi berkeretak yang menyenangkan. Dan saat itulah dia menyadari bahwa
hampir seharian ini dia belum memakan apapun selain selembar sandwich pemberian
Ah Gyeong tadi. Cepat-cepat Youra melangkahkan kakinya keluar ruangan, berniat
sesegera mungkin tiba dirumah.
Namun langkahnya terhenti ketika melewati jendela
kantor yang menunjukkan pemandangan gedung sebelahnya. Dia melongok ke atap
gedung yang terlihat sepi dan tenang lalu sebuah ide terlintas di benaknya. Akhirnya
Youra mengubah tujuannya untuk menyambangi puncak gedung Fashion setelah dia
membeli sebungkus sandwich dan sekaleng kopi hangat dari mesin otomatis.
Pelan-pelan Youra membuka pintu atap
gedung K-Fashion dan wajahnya seakan membeku. Udara dingin langsung menghantam
kedua pipinya, membuat Youra menggigil kedinginan. Buru-buru dia menggenggam
kopinya dan membiarkan kehangatan menjalari telapak tangannya dengan
perlahan-lahan. Youra baru saja duduk di sebuah kursi didekat pagar pembatas dan
hendak merobek bungkus sandwich ketika sebuah suara mengagetkannya dari
belakang.
“Mwo
haneun geoya—Apa yang kau lakukan disini?”
Youra terlonjak kaget dan kopi ditangannya
hampir saja tumpah. Buru-buru dia berbalik ke belakang dan semakin terkejut ketika
melihat pemilik suara tadi. Ahjussi pemarah yang bahkan tidak menunjukkan emosi
apapun selain memberikan tatapan intimidasi padanya.
“Duduk dan makan,” jawab Youra singkat dan
langsung berbalik menghadap ke depan—pada hamparan langit Seoul yang indah. Dia
mendengar langkah kaki ahjussi itu yang semakin dekat dan berusaha tidak
mempedulikannya.
“Pergi.” Perintah Ahjussi itu tidak kalah
singkat.
Youra menaikkan alisnya tinggi-tinggi dan menoleh,
“Kenapa aku harus pergi?” tanyanya sengit.
“Karena
ini tempatku. Jadi, sekarang pergilah.”
Lagi-lagi Ahjussi ini bersikap
menyebalkan. Youra harus berulangkali menenangkan dirinya agar tidak kelepasan
dan mendelikS kepada Ahjussi di sampingnya ini. Tapi egonya tidak bisa menuruti
keinginannya, Youra mengacuhkan ucapan Ahjussi itu dan mengunyah sandwichnya
dengan garang. “Tidak mau.” Jawabnya tegas. “Aku juga punya hak untuk duduk
disini, kenapa aku harus pergi?”
Suasana sempat hening untuk beberapa saat,
namun berhubung Youra tidak bisa menahan rasa penasarannya lagi, dia pun melirik
pria disampingnya dengan sembunyi-sembunyi. Dan Ahjussi itu malah memandanginya
tanpa berkedip, bahkan tanpa ekspresi apapun. Ketika mata mereka bertemu,
tiba-tiba Youra melupakan amarahnya yang meluap-luap. Youra bisa merasakan
pipinya bersemu dan dia berdalih bahwa semua ini karena dinginnya udara Seoul, sama
sekali tidak ada hubungannya dengan Ahjussi itu—walaupun dia tetap saja
mengagumi keindahan bola mata cokelatnya.
“Dasar keras kepala.” Kata Ahjussi itu dengan
cukup jelas. Youra langsung membalasnya bahkan tanpa memalingkan muka. “Kau
juga Ahjussi yang keras kepala.”
“Apa yang kau inginkan?”
“Aku? Aku hanya ingin duduk disini dan
menghabiskan sandwichku. Apa kau keberatan?” ujar Youra sambil mendongakkan
kepala dengan angkuh.
Ahjussi itu menyipitkan matanya dan mendengus.
“Baik, silahkan makan sepuasmu.” Bentaknya mengerikan lalu segera pergi
meninggalkan Youra.
“Apa kau harus begitu menyebalkan?!” geram
Youra sia-sia. Dia benar-benar marah sekarang. Bagaimana mungkin satu kesalahan
bisa berakibat seburuk ini? Lagipula Youra kan tidak sengaja. Apakah semua orang Korea memang seperti
Ahjussi itu?
Youra meneguk habis isi kaleng kopinya dan
meremukkan benda itu menjadi dua. Hari ini hari pertamanya bekerja dan dia
sudah memiliki musuh. Benar-benar keberuntungan yang buruk.
***
Sudah seminggu belakangan tidak ada yang
bisa Youra lakukan selain duduk di depan layar komputer selama seharian penuh, memeriksa
seluruh laporan dan memperbaiki sistem pada program-program yang terminated—error. Dia hampir kelimpungan
menyelesaikan pekerjaan yang tidak kunjung habis. Di saat dia hampir menarik
nafas lega karena tugasnya tinggal sedikit lagi, di saat itulah tugas-tugas
baru datang dari para sunbae—senior—di
sekelilingnya. Youra tidak bisa berbuat apapun selain menerima dengan pasrah. Dia
sendiri bingung dengan posisinya yang sekarang merangkap ke berbagai divisi, mulai
dari co-administrator, web developer dan bahkan teknisi komputer. Jadi hampir
setiap hari Youra melewatkan makan siang dan baru akan menyempatkan diri untuk
melahap sebungkus sandwich atau kimbab di atap gedung Fashion ketika kantor
sudah sepi.
Entah kenapa dia sangat menyukai tempat
itu, meskipun ada seorang ahjussi yang menyebalkan yang selalu berada disana.
Ahjussi menyebalkan dan pemarah itu keesokan
harinya kembali lagi dan tanpa mengucapkan sepatah katapun, dia langsung
merebahkan tubuhnya ke kursi, tidak membiarkan Youra duduk disana. Tapi Youra
tidak menyerahs, dia bersandar di pagar pembatas dan menghabiskan makanannya
dalam diam. Mereka tidak mengatakan apapun setelahnya, hanya memandangi semburat
ke emasan di langit dengan keheningan yang membuat mereka tenggelam dalam
pikiran masing-masing.
Begitu juga dengan hari selanjutnya, tidak
ada yang di lakukan Ahjussi itu selain merebahkan diri dan mengeluarkan decakan
sinis setiap kali Youra mendatangi tempat itu. Tapi setelah tiga hari, Youra
menemukan tempat itu kosong pada hari ke empat. Tidak ada tanda-tanda Ahjussi
itu akan datang hari itu. Sampai ketika hari senin tiba dan dia mendengar desahan
sebal di atas kursi.
“Keras kepala sekali,” gumam Ahjussi itu sambil
bersedekap.
Youra mendengus dan tidak mengacuhkannya. Dia
berjalan lurus dan berhenti di dekat pagar pembatas. Namun dengan tidak menoleh
kepada Ahjussi itu, Youra menyodorkan sekaleng kopi kepadanya.
“Aku tidak mau.” Katanya cepat dan masih
bersedekap.
“Kekanak-kanakan sekali.” Komentar Youra
dan dia meletakkan kaleng kopi itu di ujung kursi. “Ahjussi, kau sering kesini
ya?” tanyanya berusaha ramah.
“Sudah ku bilang tempat ini tempatku. Jadi
jangan kemari lagi.”
Youra menggigit bibirnya dengan masam. Dia
tidak menyangka Ahjussi ini masih saja bersikap ketus. Kalau saja tidak terlalu
lelah, dia pasti membalas perkataannya. Tetapi Youra diam saja dan menghabiskan
minumannya tanpa mengucapkan sepatah katapun lagi.
Mereka kembali membisu, menciptakan keheningan
di tengah bisikan angin..
***
LEE DONGHAE terbangun dengan nafas
tersengal-sengal dan wajah penuh peluh. Matanya menatap ruangan dengan nanar,
menangkap sinar lampu yang menyilaukan dan buru-buru menutup wajah dengan kedua
tangannya. Dia mencoba menarik nafas dalam-dalam dan menghembuskannya dengan
perlahan lalu berusaha untuk duduk.
Bukan pertama kalinya Donghae mengalami
hal seperti ini, tetapi tidak pernah sekalipun dia terbangun tanpa tubuh yang
gemetar ketakutan setelah memimpikan kecelakaan itu—kecelakaan yang merenggut
nyawa kedua orangtuanya di Brazil. Meski sudah terjadi bertahun-tahun yang
lalu, tetapi dia masih bisa mengingat semuanya dengan jelas—malam ketika mobil
yang dikendarai ayahnya tertabrak dan mengakibatkan kedua orangtuanya tewas
ditempat, meninggalkannya seorang diri didunia. Dia tidak bisa menghapus memori
itu walaupun dia berusaha untuk melupakan apa yang terjadi. Tidak, dia memang tidak boleh sampai melupakan hal
itu. Sebelum dia berhasil menyelesaikan pencariannya.
Dengan langkah gontai, Donghae berjalan
menuju kamar mandi dan membuka pintunya yang sudah dimakan ngengat, namun engselnya
lepas ketika Donghae menarik pintu itu. Dia mengerutkan kening dan tanpa
bersusah payah memasangnya lagi, Donghae melempar benda itu ke sembarang
tempat. Dia bisa memperbaikinya lain kali… atau membiarkan pintunya tanpa
engsel.
Donghae
membasuh wajahnya yang kelihatan pucat dengan tetesan air keran. Dibiarkannya
air dingin itu mengalir melewati rambut-rambut halus di wajahnya yang rupawan. Tak
tanggung-tanggung, Donghae menyiramkan segayung penuh air ke kepalanya dan dia
mendesah begitu merasakan udara dingin bercampur dengan sejuknya air membasahi
kulit kepalanya. Donghae kemudian mengambil ponselnya dan menekan tombol 1.
“Hyung—(Panggilan untuk kakak laki-laki),” ucapnya begitu panggilan
tersambung. “Aku akan ke kawasan belakang Itaewon nanti malam, aku mendengar
kabar bahwa Mikio Ono, Yakuza dari Osaka akan tiba di Seoul siang ini.”
“Donghae-ya,
bisakah kau tidak bergerak sendirian? Aku yakin mereka akan mengenalimu jika
kau berada di lokasi pertemuan. Serahkan semuanya padaku, Donghae-ya, aku akan
mengirimkan orang untuk memata-matai mereka.”
Donghae menghela nafas gusar dan berkata dengan
sedikit sebal. “Tapi aku tidak pernah memperoleh informasi yang memuaskan dari
semua orang-orangmu, Hyung. Biarkan kali ini aku yang menanganinya. Aku jamin
aku tidak akan mengacaukan apapun.”
Tidak ada jawaban dari ujung sambungan dan
Donghae melanjutkan kata-katanya. “Hyung, kalau kau memang khawatir, kau bisa
mengirimkan orang-orangmu nanti malam, tapi aku tetap akan berada disana.”
“Baiklah.
Aku harap kau tidak ketahuan dan semuanya berjalan lancar.”
Setelah memutus panggilan, Donghae
menyelipkan ponselnya di kantong celana dan meraih mantelnya yang sudah bulukan
dari balik pintu. Di sebelah timur, langit Seoul sudah dipenuhi semburat kuning
keemasan dan itu artinya dia harus bergegas sebab dia harus tiba di kantor lebih
awal dari pegawai yang lain..
Tinggal empat jam dari waktu pertemuan dan
Donghae semakin gelisah. Mikio Ono, keturunan ketiga Yakuza generasi Ono itu
sudah tiba di Seoul dan dalam waktu beberapa jam akan terjadi transaksi di Itaewon. Tetapi tetap saja
Donghae tidak bisa segera menuju kesana saat ini juga, sebab dia baru boleh
keluar gedung ketika semua karyawan sudah pulang. Dan salah satu karyawan
K-Fashion dihadapannya ini belum juga memutuskan untuk beranjak dari atap gedung
Fashion.
“Kenapa kau kembali lagi?” tanya Donghae
ketus. Namun gadis dihadapannya terlihat tidak menggubrisnya dan terus-terusan menggigiti
biskuit.
“Apa aku harus meminta izinmu untuk datang
kesini?” tuntutnya dengan mulut penuh.
Donghae menatapnya dengan kening berkerut.
Dia sama sekali tidak menyangka gadis ini sangat keras kepala. Dia yakin
sikapnya tidak pernah menunjukkan keramahan sedikitpun tetapi kenapa gadis ini
tidak peduli dan terus menerus mendatanginya?
“Pergilah.” Kata Donghae separuh memaksa.
“Ahjussi, mwo mogeuraeyo—Apa yang ingin kau minum?” tanyanya
sambil menyodorkan plastik yang berisi beberapa kaleng minuman. “Aku punya kopi,
soda dan jus. Ambilah yang kau inginkan.”
Bibir Donghae mencebik kebawah, dia tidak
mengerti apa yang diinginkan gadis ini tapi akhirnya dia meraih minuman bersoda
dan membuka penutup kalengnya.
Seketika itu juga gadis ini nyengir senang.
“Apa?” tukas Donghae salah tingkah.
“Tidak ada, aku hanya senang akhirnya kau
menerima niat baikku.” Katanya tersenyum. Donghae memilih diam dan menyeruput
minumannya. “Sudah sebulan aku kerja disini dan aku tidak benar-benar memiliki
teman yang bisa diajak bicara,” ungkap gadis itu lagi.
“Ahjussi, apakah orang Korea memang sangat
serius dalam pekerjaan? Aku tidak berani mengganggu mereka ketika bekerja
tetapi aku merasa sangat sulit untuk mengerjakan semuanya sendirian. Menurutmu
apa yang harus aku lakukan?”
Donghae menggerutu dalam hati. Kenapa dia
harus mendengarkan isi hati karyawan baru ini? Dia sendiri punya begitu banyak hal
yang di cemaskannya sekarang. Terlebih lagi, biasanya gadis ini tidak terlalu
banyak berbicara, apakah suasana hatinya sedang bagus? Dan sebagai jawaban, Donghae
hanya mengedikkan bahu.
“Aku dulu selalu memimpi-mimpikan bisa
bekerja di Seoul tetapi tidak kusangka semuanya menjadi sangat rumit. Kau tahu,
sudah 3 hari aku tidak tidur untuk menyelesaikan pekerjaanku. Bagaimana mungkin ada hacker
yang terus menerus memaksa memblokade situs K-Fashion? Ah, aku bisa gila,”
sambung gadis itu lagi, tak henti-hentinya menghela nafas dan mengusap
pelipisnya gugup.
“Apa pekerjaanmu seberat itu?” tanya
Donghae akhirnya, setelah tidak bisa menahan rasa iba terhadap gadis
dihadapannya.
Gadis itu menoleh padanya dengan cepat dan
wajahnya sungguh menyedihkan, bibirnya mengatup dan matanya menyipit—terlihat
seakan mau menangis. “Pekerjaanku tidak berat! Aku hanya perlu duduk didepan
monitor seharian penuh dan mencegah orang-orang sialan itu menembus sistem web K-Fashion.
Tidak berat seandainya mereka berhenti memberiku begitu banyak tugas lain
seperti memonitor akun-akun mencurigakan atau mengolah ribuan informasi yang
masuk setiap harinya. Bayangkan bagaimana sibuknya aku! Dan ketika aku tiba
disini untuk menarik nafas sejenak, kau malah mengusirku pergi! Bagaimana
mungkin aku tidak menganggap pekerjaanku berat?”
Kali ini Donghae benar-benar tertegun—bibirnya
bahkan sampai membulat dan matanya membesar penuh keterkejutan. Baru kali ini
dia melihat seorang gadis meledak-ledak dan mengeluh dalam satu tarikan nafas. Dia
salah. Sepertinya suasana hatinya sedang buruk. Donghae bahkan tidak sempat
berkata apapun, gadis itu masih saja melanjutkan gerutuannya tanpa bisa
dikendalikan.
“Aku hanya bisa tidur beberapa jam dalam seminggu
dan mereka selalu—selalu saja menambah kuota pekerjaanku! ‘Youra-ssi, tolong
kerjakan ini. Youra-ssi, tolong selesaikan ini.’ Dan mereka tidak repot-repot
menanyakan apakah aku bisa mengerjakan itu semua! Oh, aku benar-benar jengkel!”
katanya terengah-engah lalu meneguk habis sekaleng penuh minuman di tangannya.
Mau tidak mau, Donghae menatap geli gadis
itu, yang tengkuk dan telinganya memerah karena menahan emosi dan pipinya
menggembung merah muda. “Kalau kau bisa mengucapkan itu semua kepadaku, kenapa
kau tidak mengatakannya kepada karyawan-karyawan yang lain?”
Youra segera cemberut dan mengernyit tidak
suka. “Mana mungkin aku mengatakan hal seperti itu didepan mereka semua. Aku
bakal tamat kalau mereka mengadukanku kepada Boss.” Kata Youra jujur.
“Dan kau tidak takut jika aku akan
mengadukanmu?”
Cepat-cepat Youra memalingkan mukanya dan mengejap
menatap Donghae, seakan baru mengetahui ide itu mungkin saja terjadi. “Eh, itu—”
Donghae mendengus dan meneguk minumannya sebelum
menjawab keraguan Youra. “Tenang saja, aku tidak melakukan perbuatan rendah
seperti itu.” ujarnya tenang.
“Aku yakin aku bisa mempercayaimu.” Kata
Youra kemudian. “Terima kasih, Ahjussi.”
“Pulanglah.” Ujar Donghae, alih-alih
menjawab ucapan terima kasih Youra.
“Tadinya aku memutuskan untuk menolak
ajakan Ah Gyeong untuk makan malam bersama karyawan lain, tapi setelah aku
berbicara denganmu, sepertinya lebih baik aku ikut hadir,” senyum Youra hadir
di tengah keyakinan atas ucapannya barusan.
Alis Donghae bertaut mendengar perkataan
Youra. Dia cukup yakin gadis itu tidak ‘berbicara’ melainkan ‘mengomel’
kepadanya. Tapi Donghae tidak mengatakan apapun lagi, sebab Youra telah bangkit
dan merentangkan tangannya sembari menatap langit luas.
“Ah, aku suka senja di Seoul,” ujarnya
penuh sukacita, tidak peduli meski angin menerbangkan rambutnya, membuat setiap
helai menjadi kusut masai. “Gomawo Ahjussi, dan sampai ketemu lagi,” ucapnya
riang lalu pergi meninggalkan Donghae sendirian.
Donghae menatap punggung Youra yang
menghilang dibalik pintu dan beranggapan bahwa kejadian yang dialaminya barusan
seperti badai yang muncul dan hilang dengan sekejap. Meski begitu tetap saja
dia belum pernah menemukan gadis seperti Youra, yang seenaknya saja berkeluh kesah kepadanya, kepada seorang Lee
Donghae, bayangan tergelap dalam perusahaan K-Fashion.
Ponsel disakunya bergetar dan buru-buru Donghae
menjawab panggilan begitu melihat nama yang tertera di layarnya. “Hyung, aku
akan segera ke Itaewon dua puluh menit lagi. Aku tidak akan naik mobilku, lebih
baik aku naik bus saja,” ujar Donghae dan sebuah rencana muncul di kepalanya.
Segera setelah dia menutup panggilan, Donghae
melesat turun dari atap gedung, menuju ke rumahnya dengan tergesa-gesa. Dia yakin
dia akan sempat mengambil ABSOLUT—vodka yang sudah begitu lama disimpannya di
lemari—untuk penyamarannya kali ini.
Donghae melompati beberapa tangga
sekaligus dan tidak berhenti untuk sekedar menarik nafas, dia terus saja
berlari sambil menyusun rencana-rencana brilian yang akan segera dilakukannya di
Itaewon nanti..
***
YOURA menyapu pandangannya ke seluruh
ruangan di salah satu rumah makan yang terletak di Dongdaemun. Dia terlambat
datang ke perjamuan makan malam dan merasa sedikit canggung karena semua orang
di ruangan itu benar-benar sedang menikmati makanan mereka. Youra berdiri di sudut
ruangan, mengangguk kaku kepada pemilik warung itu dan mencari-cari Ah Gyeong
diantara para lelaki yang mulai mengangkat gelas mereka ke udara.
“Youra-ya!” teriak Ah Gyeong begitu
melihat sosok Youra di sudut dan dia melambai-lambaikan tangannya, menyuruh Youra
mendekat. “Palli wa—cepat kesini.”
Sambil meminta maaf berulang kali kepada
orang-orang yang dilewatinya, Youra melesak masuk ke tengah-tengah kursi, ke
tempat Ah Gyeong yang memberi sepetak kecil ruang kosong baginya untuk duduk. Begitu
dia menghempaskan tubuhnya, Ah Gyeong langsung menyodorkan menu dan mulai berisik.
“Kenapa kau datang lama sekali? Kami pikir
kau tidak jadi datang, karena kalau begitu sayang sekali, ini kan pestamu,” kata
Ah Gyeong tanpa jeda sedikit pun.
Alis Youra terangkat dan memandang Ah
Gyeong dengan terkejut. “EH? Ini pestaku?”
Ah Gyeong menepuk punggungnya dan menatapnya
jengah. “Tentu saja! Ini kan pesta penyambutan dirimu, Youra-ya~ sekarang,
makanlah yang banyak, kau boleh pilih makanan apa saja”
Kedua pipi Youra menghangat mendengar
perkataan Ah Gyeong. Dia sama sekali tidak menyangka bahwa mereka memberikan pesta
selamat datang kepadanya. Yah, walaupun sudah sebulan dia bekerja disini. Tetapi
tetap saja dia merasa senang dengan semua perlakuan ini, terlebih dia hampir
tidak pernah berbicara normal kepada
orang-orang di ruangan kerjanya—hanya sebuah percakapan formal dan kaku.
“Gomawo,” ujar Youra tersipu. Dan seketika
itu juga semua orang bersulang atas kehadiran Youra, membuat wajahnya semakin
memerah. Para pria di ruangan itu memberikan ucapan selamat bergabung sembari menyuguhkan
berbagai makanan ke hadapan Youra. Ada Sundae Bokkeum, Ddeokbokki, Twigim dan
bahkan Hoddeok. Semua itu makanan terkenal di Dongdaemun dan tanpa ragu Youra
mencicipi semuanya.
“Oh, lezat sekali!” seru Youra terpukau. Namun
belum lagi dia sempat mengatakan hal lain, Ah Gyeong lagi-lagi sudah menyikutnya.
“Tentu saja lezat! Ini, kau harus mencoba
ini. Lihat, baru sebulan kau disini dan aku perhatikan badanmu semakin kurus, Youra-ya,”
ujar Ah Gyeong tak memperhatikan Youra yang mendesis jengkel. Salah siapa badannya
bisa kurus begini kalau bukan karena tugas-tugas menumpuk itu?
“Aku benar-benar berjuang mengerjakan semua
tugas itu. Soalnya aku tidak mau sampai berurusan dengan boss lagi,” keluh Youra
jujur. Entah kenapa Ah Gyeong memutar tubuhnya menghadap Youra dengan antusias
dan matanya berkilat membara.
“Kau sudah pernah mendapat masalah dari boss, sebelumnya?” tanya Ah Gyeong
tertarik. Begitu Youra mengangguk, wanita itu langsung mendesaknya untuk bercerita
dengan lengkap dan detail.
Karena dia sama sekali tidak menganggap
itu satu hal yang harus di sembunyikan, Youra lalu menceritakan bagaimana semuanya
bermula. Dan belum sempat dia menyelesaikan ceritanya dengan utuh, Ah Gyeong
telah berkali-kali menyelanya dan mengomentari setiap suku kata yang di ucapkan
Youra dengan seruan-seruan yang tidak perlu.
“Jadi kau tidak hanya berurusan dengan Boss
tetapi juga Ahjussi itu?” pekik Ah Gyeong semangat. Beberapa orang bahkan
terlonjak mendengar suara Ah Gyeong yang nyaring. Buru-buru Ah Gyeong
merendahkan suaranya dan berkata lagi. “Omo, Youra-ya, kau benar-benar tidak
mengetahui bahwa kau sudah terlibat dengan dua orang paling misterius di K-Fashion!”
“Apa
maksudmu?” tanya Youra bingung.
Ah Gyeong menarik nafas dalam-dalam dan setelah
celingukan melihat sekeliling yang tidak memperhatikan mereka, dia mulai
berbisik di telinga Youra dengan gaya sok penting. “Kau tentu belum mendengar
hal ini, tetapi ini sudah jadi rahasia umum di K-Fashion. Boss kita, Kim Kyung
Dae, adalah salah satu businessman
termuda di Korea yang sudah mengambil alih perusahaan K-Asia dan merubahnya
menjadi K-Fashion Company. Tidak ada yang tahu latar belakang keluarganya dan dia
sama sekali bukan anak seorang pengusaha atau apapun. Dia seakan muncul begitu
saja dan langsung membeli 85% saham K-Asia yang saat itu diujung kehancuran,
mengganti nama perusahaan menjadi K-Fashion dan membuka jalur kerjasama
internasional serta menggaet begitu banyak desainer berbakat dalam kurun waktu singkat!
Dan hingga saat ini tidak ada yang mengetahui siapa sebenarnya boss kita itu. Dia
tidak pernah terlihat bergandengan bersama wanita manapun dan kabarnya para
pemegang saham juga tidak dapat melacak masa lalu boss kita. Bukankah itu
sungguh aneh? Yah, walaupun dia bukan tipikal boss diktator yang dibenci
karyawannya, tapi semua orang di K-Fashion beranggapan bahwa Boss termasuk
orang yang bertangan besi. Jadi sebaiknya, jangan sampai kau mendapat masalah
lagi.”
Youra mengerutkan keningnya penasaran
setelah mendengar penjelasan Ah Gyeong yang benar-benar panjang dan terdengar sedikit
menakutkan. Bayangannya tentang Kim Kyung Dae memang bukanlah seseorang yang murah
hati dan ramah. Dia sendiri setengahnya membenarkan perkataan Ah Gyeong, bahwa
dia tidak boleh sampai berurusan lagi dengan bossnya itu.
“Tapi bagaimana dengan Ahjussi? Sepertinya
dia tidak semenakutkan boss kita,” ujar Youra yang segera dibalas pelototan Ah
Gyeong.
“Kau salah!” bisiknya tak sabar. Ah Gyeong
membungkuk dan menarik kepala Youra lebih dekat. “Kalau ada yang lebih
misterius dari boss kita, pastilah Ahjussi itu!”
Youra hanya sempat membuka mulut tanpa
mengucapkan apapun, sebab Ah Gyeong segera menyelanya. “Aku sudah hampir 3
tahun bekerja di K-Fashion dan belum pernah sekalipun menguak misteri Ahjussi
itu. Dia muncul di perusahaan hanya beberapa hari dalam seminggu dan sisanya
menghilang entah kemana. Ahjussi itu tidak pernah berbicara di depan karyawan
lain dan menurut gossip, dia hanya mau berbicara dengan Boss. Aku juga heran
kenapa Boss mau mempekerjakan seseorang seperti Ahjussi itu. Menurut kabar yang
beredar, Ahjussi itu adalah salah satu preman jalanan dan dia sudah pernah
terlibat dengan begitu banyak kekerasan. Ada yang bilang dia jadi seperti itu
karena anak istrinya mati di bunuh preman lain dan kemudian dia tidak pernah
tersenyum lagi. Bukankah itu mengerikan? Itu sebabnya tidak ada yang berani
mendekatinya!”
Benar. Youra menyadari bahwa Ahjussi itu
hanya terlihat beberapa kali dalam seminggu dan selebihnya menghilang. Awalnya
dia pikir pekerjaan bersih-bersih gedung memiliki shift yang bisa diganti-ganti tetapi sepertinya hanya Ahjussi itu
yang memiliki kebebasan untuk datang sesuka hati. Tapi.. benarkah bahwa Ahjussi
yang menyebalkan itu preman?
“Tapi, apakah dia sudah setua itu untuk
dipanggil Ahjussi?”
Ah Gyeong mengedikkan bahunya. “Entahlah. Tidak
ada yang mengetahui kenapa dia bisa dipanggil Ahjussi. Tetapi jika melihat
wajahnya yang berantakan seperti itu,
siapapun akan memanggilnya Ahjussi. Lagi pula dia sendiri tidak keberatan,
bukan? Yah, walaupun dia memang tidak pernah berbicara kepada siapapun sih,”
tukas Ah Gyeong mengangguk-angguk.
Kali ini salah. Youra bahkan sudah
melakukan beberapa percakapan dengan Ahjussi itu, tetapi entah kenapa dia tidak
memberitahu Ah Gyeong tentang hal ini. Youra beranggapan bahwa apa yang telah
dibicarakannya dengan Ahjussi itu adalah sesuatu yang bersifat pribadi dan rahasia.
“Nah, saranku, selain Kim Kyung Dae, direktur
K-Fashion Company, kau juga harus berhati-hati pada Ahjussi itu, jangan sampai
terlibat sesuatu dengannya, Youra-ya. Dia seorang preman misterius yang salah-salah
bisa melukaimu,” tandas Ah Gyeong dengan gaya mengesankan.
Sebuah anggukan dari kepala Youra membuat Ah
Gyeong menegapkan diri dan mencomot Twigim—sejenis tempura—lalu menggigit satu
tusukan penuh. Dia tidak menyadari perubahan ekspresi wajah Youra yang semakin
muram, memikirkan seluruh kata-kata Ah Gyeong yang berputar-putar dikepalanya.
Tapi Ahjussi itu tidak kelihatan seperti
orang jahat—meskipun dia memang menyebalkan—dan Youra pikir dia akan kelihatan
lebih baik seandainya mau mencukur janggut serta kumisnya yang memenuhi wajah
dan lebih sering tersenyum. Tapi benarkah anak dan istrinya dibunuh? Youra sendiri
tidak begitu yakin akan hal itu, meskipun berkali-kali dia menghela nafas
panjang.
Beberapa orang menawari Youra segelas soju
dan dia buru-buru menolak dengan sopan. “Maaf, aku tidak kuat minum arak,”
kilah Youra dan mereka langsung terlihat kecewa. Sebagai ganti Youra, Ah Gyeong
menawarkan diri untuk menghabiskan semua minuman yang ada. Alhasil, suasana
semakin meriah dengan sorakan dan tepuk tangan disana-sini.
Dengan gelisah Youra melirik jam
tangannya. Sudah hampir tengah malam dan orang-orang disini hampir mabuk
sepenuhnya. Jika dia menunggu lebih lama lagi, Youra yakin dia akan ketinggalan
bus terakhir dan harus berjalan kaki menuju rumahnya. Setelah menimbang-nimbang
untuk beberapa saat, akhirnya Youra berbisik kepada salah satu rekannya, Park Jung
Yoon yang juga sedang menyemangati Ah Gyeong untuk meneguk habis sebotol soju.
“Jwiseonghamnida—maaf,” ujar Youra pelan. Park
Jung Yoon menatapnya tersenyum. “Bus terakhir tinggal beberapa menit lagi, jadi
aku harus pulang sekarang.”
“Sudah larut dan jalanan sudah sepi.
Bagaimana kalau aku mengantarmu?” tawar rekannya dan Youra langsung menolak.
“Oh, terima kasih, tapi tidak usah. Halte
bus hanya beberapa blok dari sini dan aku yakin masih banyak orang dijalanan. Tolong
jaga Ah Gyeong saja,” pinta Youra sambil membungkuk. Pria di hadapannya
tersenyum dan kemudian mengucapkan “Hati-hati di jalan,” dengan tulus,
memandangi kepergian Youra dengan sedikit cemas.
Tapi tebakan Youra meleset.
Dia sama sekali tidak tahu bahwa setelah
beberapa blok dari rumah makan tadi, jalanan di sekitar Dongdaemun begitu sepi
dan tidak terlihat seorangpun diluar pada jam segini. Tetapi sepertinya bukan
ini jalan yang dilewatinya ketika datang pertama kali. Dan jelas sekali bahwa dia
sedang tersesat. Papan diatas kepalanya bertuliskan Namdaemun Market Street dan
tidak ada apapun disini selain bunyi deritan pintu-pintu yang mengerikan. Youra
menatap jalanan didepannya ragu. Dia tidak tahu harus melangkah kemana sebab
tidak ada satu orangpun disekitar sini yang bisa dia tanyai. Dia juga harus
menerima nasib buruknya karena ponselnya mati—kehabisan baterai.
Dengan langkah yang penuh tekad, Youra
berjalan melewati kedai-kedai yang sudah tutup dan tidak berpenghuni. Bibirnya
komat-kamit berdoa dengan ketakutan dan tubuhnya gemetar. Ada persimpangan dan
Youra memilih untuk berbelok ke kanan, sambil terus berharap bahwa dia bisa
menemukan seseorang untuk ditanyai.
Beruntung, lima menit setelah melewati
persimpangan itu, Youra mendengar suara-suara didepannya dan langsung saja dia
mempercepat jalannya menuju sumber suara—dengan langkah tergesa-gesa.
Tetapi apa yang diharapkannya ternyata sama
sekali berbeda.
Sekitar 5 orang laki-laki berbadan tegap
tengah berkumpul di sudut jalan, masing-masing memegang sebotol bir ditangan
dan tertawa-tawa seperti orang mabuk. Mereka berpaling menatap Youra secara
serentak dan tersenyum mengerikan begitu melihat wajah Youra yang menjadi pucat
pasi.
“Halo manis, sedang apa disini? Kau
tersesat?” tanya salah seorang dari mereka dan berjalan mendekati Youra
perlahan-lahan.
Youra merasa kedua kakinya membeku
ditempat dan tubuhnya gemetaran. Hal yang paling ditakutinya seumur hidup kini
terjadi didepan mata. Dia tahu seharusnya dia segera lari dan meminta tolong,
tetapi tenggorokannya seakan tercekat sementara kedua kakinya tidak bisa
melakukan apa yang di perintahkan otaknya—untuk berlari.
“Sini, biar aku tunjukkan kepadamu jalan
pulang, sayang. Ayo kesini,” bujuk berandalan itu semakin mendekat. Beberapa
orang dibelakangnya terlihat begitu semangat dan tangan mereka terjulur hendak
menyentuh Youra.
Saat itulah Youra menemukan suaranya
kembali. Dia berteriak dan segera berlari tanpa mengetahui kemana kakinya
melangkah. Yang ada dipikirannya saat ini hanyalah kabur, menjauh dari berandalan-berandalan
liar itu. Youra bisa mendengar derap langkah kaki mereka yang persis
dibelakangnya dan dia mulai menangis ketakutan.
“Jangan lari, sayang. Oh, kau mau main
petak umpet ya? Tunggu saja, aku akan segera menangkapmu, manis.” Ujar seseorang
dibelakang Youra. Hal itu membuatnya semakin mempercepat larinya dan dia tidak
punya waktu untuk melihat sekeliling.
Dia tidak sempat melihat ketika seseorang
muncul dari perempatan, menghadang jalan dihadapannya lalu mencengkram tubuh
Youra dengan cepat. Laki-laki itu menyeringai dan barisan gigi kuning tak
terawatnya berdesis liar. “Aku mendapatkanmu, sayang.” Ujarnya membuat bulu
roma Youra berdiri.
“Kumohon, jangan—Kumohon lepaskan aku—”
racau Youra ketakutan. Airmatanya sudah menetes deras dan tubuhnya menggigil
tanpa henti.
“Pegangi dia.” Perintah pria itu ketika teman-teman
berandalnya muncul dengan nafas terengah-engah. “Ayo kita bersenang-senang,
manis.” Bisiknya menakutkan.
Youra berteriak dan memberontak sekuat
yang dia mampu namun mereka hanya tertawa dan menyeret tubuh Youra dengan
mudah, seakan menikmati semua perlawanan yang dia berikan. Mereka menghempaskan
tubuh Youra dengan kasar ke tanah sementara Youra masih menjerit dan memohon.
Namun tiba-tiba saja terdengar bunyi berderak
keras dan salah satu diantara berandalan itu roboh ke tanah dengan darah
mengaliri kepalanya. Serentak mereka semua menengadah menatap seseorang yang
memegang sebuah balok yang tengah menetesi darah dan sebotol minuman keras
ditangannya.
“Pergi.” Ucapnya dingin.
Tubuh Youra semakin gemetaran sementara berandalan-berandalan
itu menggeram dan sumpah serapah terdengar dari mulut mereka. Dan entah
bagaimana, semuanya menjadi begitu kacau. Bunyi berkeretak, teriakan-teriakan
kesakitan serta darah yang menetes dimana-mana menjadi pemandangan yang membuat
Youra menahan nafas. Kepalanya hanya dipenuhi ucapan Ah Gyeong beberapa jam
yang lalu;
“Kau
juga harus berhati-hati pada Ahjussi itu, jangan sampai terlibat sesuatu
dengannya, Youra-ya. Dia seorang preman misterius yang salah-salah bisa
melukaimu.”
Dan kini Ahjussi itu malah berdiri
menjulang dihadapannya. Matanya yang tajam itu seolah menembus pikiran Youra
yang terdalam, membuat jantungnya berpacu gila-gilaan. “Ayo pergi,” ujarnya singkat.
Dan tanpa menunggu jawaban apapun dari Youra, Ahjussi itu menarik tangannya dan
membawa Youra pergi, ditengah malam yang dingin, tanpa tahu apa yang akan dilakukan pria itu terhadapnya..
***
Yeeiiyyy..... story about my bias :D kalo sequel KenKyu kepending karena ff ini, saya rela dehh....pake banget malah. Haha :P
BalasHapusKarena ini masih chapter pertama, jadi masih banyak teka-teki yg belum terbaca. Tapi ada sedikit clue yg membuat saya menebak-nebak
"Siapa sebenarnya Lee Donghae?"
Benar-benar misterius. Membuat kadar penasaran saya semakin meningkat /? #apalah
Sempet mikir diawal cerita karena donghae dibikin tua, soalnya beda sama prolognya. Saya pikir itu kisah masa lalu Donghae? tapi sepertinya bukan.
Bagaimanapun kisahnya, saya berharap ff ini gag kalah bagus dari KenKyu story :D *masang tampang melas*
dari dulu aku kepingin bikin Donghae 'beda' dari sosok aslinya yang suka senyum dan penggombal, jadinya aku bikin dia disini sebagai ahjussi *plak* hehe engga ding, ada maksud lain kok kenapa Donghae jadi jenggotan(?)
Hapusaaamiiiiiinnnnn >< plot garis besar udah jadi dan next chapter masih on progress karena datanya belum lengkap, so be patient ya :p
Apa donghae ahjussi????
BalasHapusPingsan gue -_-
Ternyata ga cuman ahjussi yg mencurigakan, ternyata bos nya jga ya :3 oke lanjut ya authorr fightingg~
BalasHapus